Hari-hari berganti. Tak ada masalah lagi untuk urusan dana. Bang Jaelani sudah menjadi sponsor tunggal. Dengan kucuran dana dari sponsor, maka kaos tim mereka segera dibuat. Masalahnya sekarang, tim Marunda United sulit untuk komplit. Setiap latihan, ada saja yang mangkir. Coach Pieters sudah mengancam akan memecat pemain yang kerap bolos latihan. Bang Toyib juga pusing, karena harus segera menentukan daftar pemain. Jika ada pergantian pemain, maka pemain baru harus didaftarkan lagi ke Pengcab PSSI Jakarta Utara, kalau tidak mau dianggap memakai pemain illegal.
To Ming Se yang paling kerap bolos, adalah pemain yang terancam dipecat paling duluan. David minta tempo untuk bicara dengan rekannya itu, daripada nanti si Ase dipecat secara sepihak. Biar bagaimana pun, David dan Ase sudah berteman lama, ibu mereka sama-sama dagang di pasar Marunda, dan sekolah mereka juga bertetangga.
Suatu hari sepulang sekolah, David pergi ke Glodok. Suasana imlek masih terasa, dengan hiasan lampion. Banyak pedagang yang berjualan khusus barang-barang imlek. David melihat To Ming Se sedang menunggu dagangan.
“Hei Dapit, ngapain ke sini?” tanyanya.
“Nyariin lo.” Nada suara David terkesan galak.
“Perasaan gue kagak punya hutang lagi sama mamih lo ….”
“Lo pikir gue ini debt collector urusan jual beli gorengan? Ini soal keutuhan tim Marunda United. Ase, imlek pan udah lewat, kenapa lo masih nangkring di sini?”
“Tunggu cap go meh dua hari lagi, terus lapak ini bakal ditutup. Ini lapak punya empek gue, kalau pagi dia yang jaga di sini. Siang dia pulang, istirahat, jadi gue gantikan. Lumaya upahnya.” Empek yang dia maksud adalah uwak, kakak dari ayahnya.
"Getol amat lo jualan, sudah dapat duit banyak ya?"
"Gue pengin beli sepatu bola yang bagus dan nyaman."
“Ase, kalau lo bolos latihan melulu, lo bakal dikeluarkan dari tim. Buat apa lo beli sepatu bola, kalau nantinya lo kagak ikutan turnamen?”
“Turnamennya kan, mulai tanggal 20 Februari. Masih rada lama, Bro! Kalian udah kagak sabaran buat mecat gue?! Ada pemain pengganti gue?”
“Banyak yang daftar jadi pemain tambahan.” Jawaban David bernada ancaman, “Banyak pesaing yang siap gantiin lo, kalau lo kagak ikut latihan.”
Ase malah menyeringai. “Yang mau gantiin gue itu pasti kawannya Maryadi, ya kan? Lo mau, Marunda United dipenuhi wadam?”
David meringis membayangkannya.
To Ming Se bicara lagi dengan nada yang semakin nyinyir. “Ya silakan aja mecat gue! Entar gue masuk tim SSB Glodok, semuanya cowok tulen. Biarin gue orang Marunda di Jakarta Utara membelot ke Jakarta Barat. Entar kita jadi musuh di lapangan hijau!” To Ming Se malah balik mengancam.
“Gue kagak masalah kalaupun Marunda United dipenuhi sama teman-temannya Maryadi, yang penting mereka bisa main bola!” jawab David, “Tapi Marunda United bukan milik gue, melainkan milik semua warga Marunda. Bakal banyak yang keberatan kalau tim kita kebanyakan bencong. Jadi lo harus ngasih kepastian, kapan lo bisa gabung dengan tim. Kalau masih ragu, gue berat harus bilang bahwa lo keluar dari tim.”
“Lo mau gue keluar dari tim?”
David menggeleng, “Lo teman gue, kita sudah kenal baik sejak SD kelas V. Orang tua kita sama-sama jualan di pasar Marunda. Gue lebih suka bareng lo menghadapi turnamen sepak bola itu. Kalau menang, kita bisa joget-joget bareng di lapangan. Kalau kita kalah, lo bisa ngehibur gue.”
“Memangnya gue ini lelaki penghibur?” gerutu To Ming Se.
Serombongan siswi SMP masuk ke pasar itu, mencari barang souvenir imlek.
“Ada siauce.” gumam To Ming Se, lalu berjalan mendekati nona-nona remaja bermata sipit itu, yang dia sebut siauce. Dia menawarkan barang dagangannya, menjelaskan fungsi-fungsinya, ataupun makna-makna dibalik gambar dan simbol. Setelah pilih sana pilih sini, akhirnya para siauce itu membayar apa yang mereka beli.
“Terima kasih, kamsia.” ujar To Ming Se sembari mengangkat tangannya yang dikepalkan di muka. “Semoga panjang umur dan murah rejeki.”
Setelah para pembeli pergi, To Ming Se memberikan sekantong buah jeruk kuning kecil-kecil ke tangan David.
“Ini buah khas imlek, dikasi sama kerabat gue. Kebanyakan kalau gue makan sendiri. Entar jeruknya lo makan ya. Kasih juga buat mamih. Semoga lo dan mamih panjang umur dan murah rejeki.”
“Amin.” ucap David.
“Dapit, gue selalu latihan, saban pagi sebelum berangkat sekolah. Gue rajin sit up, push up, angkat barbel, latihan sprint, dan juggling. Gue kagak pernah begadang, gue makan teratur. Gue selalu menjaga kondisi fisik. Jadi saat nanti gue datang untuk bergabung dengan kalian, fisik gue ini sudah siap untuk bertanding.”
“Iya, gue ngerti. Semua juga berusaha menambah porsi latihan sendiri, setiap pagi. Tapi Bro, latihan bersama itu tetap penting. Sepak bola adalah permainan tim. Sejago-jagonya seorang pemain, tetap saja dia butuh sepuluh pemain lainnya di lapangan. Tetap saja kita harus latihan bareng, supaya kompak, supaya ada saling pengertian antara kita dengan rekan-rekan yang lain.”
“Okeh lah, gue mengerti.”
Mulai tanggal 10 Februari, akhirnya tim Marunda United bisa komplit berlatih di lapangan Marunda, setiap hari. Coach Pieters berkeras datang ke Marunda, dengan diantar jemput taksi, demi untuk bisa mendampingi tim. Tentu saja banyak hal-hal positif, pengetahuan teknik sepak bola dan kerja sama tim, yang bisa diperoleh para pemain Marunda United dari Coach Pieters. Walaupun terkadang … para pemain harus luar biasa bersabar, jika Coach lagi marah-marah karena gigi palsunya terjatuh di lapangan.
Hingga suatu hari, Coach bilang bahwa tim Marunda United butuh tim lain untuk uji coba pertandingan. Bang Toyib disuruh mencari tim untuk lawan berlatih. Dalam waktu singkat, tentu cukup sulit menemukan tim sepak bola yang bersedia melakukan uji coba tanding dengan Marunda United. Haji Kodier menawarkan tim sepak bola yang pemainnya bapak-bapak, untuk jadi lawan uji tanding.
“Bapak-bapaknya yang umurnya berapa?” tanya Bang Toyib, “Kalau bapak-bapak muda, bolehlah. Jangan bapak-bapak yang seangkatan Pak Haji, ya, itu kayak bertanding dengan babenya sendiri.”
“Iya, gue tahu maksud lo, Toyib.” jawab Haji Kodier, “Kalau bapak-bapak seumuran gue, kagak bakalan kuat main 2 X 45 menit, apalagi dengan anak-anak muda umur 17 tahunan. Bisa kumat encok kita semua.”
“Jadi gimana Pak Haji?”
“Lu tenang aja, pokoknya entar gue kumpulin bapak-bapak muda, buat bikin tim bakal lawan tanding anak-anak Marunda United. Lu tentuin aja kapan uji coba itu.”
Bang Toyib menjadwalkan pertandingan uji coba itu pada tanggal 14. Namun tim lawan ogah, katanya saat hari valentine banyak di antara bapak-bapak muda itu yang pengin merayakan valentine bersama istrinya, dengan makan di luar rumah, atau nonton ke bioskop. Mana mau mereka main bola. Bahkan Coach Pieters tak mau melatih pada hari kasih sayang itu, katanya ada acara musik dan makan-makan di pantinya. Jadi saat hari valentine, latihan diliburkan.