Loading...
Logo TinLit
Read Story - Campus Love Story
MENU
About Us  

"Siapa suruh begadang semalam. Sekarang jadi ngantuk, kan?"

"Gara-gara siapa gue begadang, huh? Lo yang telepon gak kira waktu."

"Kan, bisa lo matikan buat pergi tidur."

"Tapi lo yang tahan bego! Banyak alasan ini itu bilang gak usah dikasih mati."

"Kenapa gak ditinggal tidur saja coba? Alasan doang lo. Mau sakit lagi?"

"Gue tabok juga lo lama-lama."

"Lo berdua yang gue tabok. Bisa diam gak?"

Henan dan Gina yang sudah diam namun masih saling bertukar pandang tajam. Sela yang duduk di depan keduanya menghela napas kasar. Jengah sudah dirinya duduk di sini mendengar perdebatan keduanya. Perkara begadang dan panggilan yang tidak dimatikan.

Memang saat kelas tadi Gina tidak menaruh konsentrasi. Bahkan kepalanya sempat terjatuh beberapa kali dari topangan tangan. Kurang tidur sebab Henan yang katanya melakukan sleep call sampai jam 3 pagi. Sela pikir mereka berdua justru tengah bergosip. Dia dan Delio saja tak pernah teleponan selama itu. Apa saja yang mereka bahas?

Sela bersyukur kalau masalah cinta segi empat mereka sudah selesai. Melihat Henan dan Gina kembali berbaikan meski masih tetap berdebat layaknya anak-anak. Setidaknya ini lebih baik ketimbang harus memikirkan kisah percintaan itu lagi.

Jam 3 hampir setengah 4 sore. Sela menemani sepasang anak muda yang masih setia berceloteh debat dengan alasan yang tidak jelas. Awal niat sebenarnya hanya ingin berdua dengan Gina saja tapi Henan sudah menunjukkan batang hidungnya di depan pintu keluar fakultas. Lelaki itu semenjak sudah tahu hubungan berakhir Gina dengan Mavi kembali menjadi hantu, alias ada di mana-mana.

"Lo ganggu banget, Hen. Gue di sini mau ngobrol berdua doang sama Gina. Lo ngapain ikut?" protes Sela.

"Terserah gue dong. Cewek gue di sini," jawab Henan santai kemudian menyuapi diri dengan sepotong stik kentang.

Sela berdecih, "Sudah pasti jadian memang? Lo belum nembak sok-sokan claim anak orang jadi cewek lo."

"Kalau jadian bisa pakai tindakan, kenapa harus berucap? Ya gak, Gin?" Yang ditanya cuman mendelik sebentar dan menjawab dengan dehaman.

"Aneh lo berdua," cercos Sela. "Terus bagaimana? Lo sama Kak Mavi aman-aman? Gak sempat adu jotos di indekos, kan?"

Henan menggeleng seraya menyesap minuman Gina tanpa izin. Gadis itu sibuk makan sendiri di sampingnya. "Sebenarnya pengin gue jotos, sih. Tapi gue gak mau tambah masalah, terlebih nanti dapat ceramah panjang lebar," jawabnya.

Sela menatap Gina yang diam mendengarkan. Mengambil paham akan arti ucapan Henan. "Jangan-jangan dia masih sayang," pukasnya seperti berbisik.

Henan mengerjap di tempat. Seketika pandangannya menoleh pada Gina yang hendak menyuap. Merasa di tatap, gadis itu seketika menoleh. Menatap Henan dan Sela bergantian dengan dua alis yang terangkat bersama dan makanan yang mengudara di depan mulutnya.

"Apa?"

"Lo sayang Mavi atau gue?" tanya Henan seketika.

Alis Gina mendadak mengerut. "Maksudnya?" Makanan itu di turunkan kembali di atas piring. "Kenapa tiba-tiba?"

"Jawab saja."

"Ya ... sayang dalam artian apa dulu? Lagian ini kalian bahas apa sih, sampai bawa pertanyaan kayak begini? Ada-ada saja," elaknya.

Henan mendengkus. "Memangnya artian sayang lo ada berapa? Bukannya sayang lo cuman ke gue doang?"

Dirinya seketika diam. Gina menatap Sela yang hanya tersenyum simpul di tempatnya. Seketika melayangkan pukulan ringan pada tangan gadis itu yang bersimpuh di atas meja. Berhasil membuat Sela melepas ringis seraya mengusap bekas pukulan.

"Lo kasih pertanyaan apa, huh? Hasutan apa lagi ini? Gak usah macam-macam," tegur Gina.

"Siapa yang macam-macam? Dia sendiri tuh, yang tanya." Sayangnya Gina membalas dengan mata yang mendelik tajam.

"Gina, lo belum jawab pertanyaan gue," sahut Henan. Anak itu seketika berubah menjadi bocah ingusan seperti meminta gula-gula.

"Apa, sih? Apanya?" Merutuki Sela yang malah terkikik di depannya. Gadis itu selalu saja memancing pikiran aneh. Membuat otak Henan menjadi terkontaminasi dengan hal-hal yang membuatnya pusing.

"Sayang gue apa Mavi?" tanya lelaki itu kembali. Keduanya matanya dipenuhi harap meski menghunus tajam layaknya tengah mendalami retina kelamnya.

"Iya, sayang sama lo doang. Sudah?" jawab Gina terkesan jengah. "Gak usah tanya yang aneh-aneh, deh. Makanannya habiskan saja cepat. Katanya mau nonton?" alihnya.

Henan yang mendengar itu perlahan menarik ujung bibirnya menciptakan senyum. Sela sudah berdecak di tempatnya. Tidak sesuai harapan dengan aksi jahilnya. Padahal sebelumnya dirinya sudah lelah mendapat pertengkaran mereka. 

"Sayang sama lo juga. Eh, gak. Cinta," tukas Henan.

πŸŽ—

Gina sejatinya bukanlah seorang penikmat film. Terlebih sampai harus mendatangkan diri pada bioskop. Tapi hari ini demi Henan. Lelaki itu dari semalam terus merengek meminta ditemani untuk menonton. Gina sendiri tidak tahu tayangan apa yang akan mereka disaksikan. Namun, setelah mendapat tiket di tangan gadis itu kembali teringat. Kekasihnya ini terlalu maniak dengan bocah lelaki asal Jepang berbaju merah.

Crayon Shin-chan The Movie. Demi apa, dirinya ke bioskop hanya untuk menemani kekasihnya menonton kartun anak-anak.

Lain Henan yang malah penuh dengan raut berseri. Seakan dirinya akan segera bertemu dengan idol kartunnya di panggung nanti. Gina hanya bisa menggelengkan kepala menatap tingkahnya.

Gina tak mengira kalau acara tayangan kartun Jepang itu akan mendapat penonton yang seramai ini. Tak terlalu banyak, namun cukup hampir menghabiskan seluruh kursi di dalam.

"Banyak juga yang nonton," ucap Gina.

Henan  menoleh dan menunduk sedikit demi berbisik. "Jangan salah kira. Shin-chan gue penggemarnya ada banyak."

Bahkan Henan sudah menaruh paten menyebut Shin-chan sebagai miliknya. Gina harap lelakinya ini punya sedikit kewarasan.

Layar lebar kini menjadi penerang bagi ruang gelap. Pertanda film yang ditayangkan telah dimulai dalam hitungan pas Henan dan Gina duduk. Posisi mereka tidak terlalu jauh. Tepat berada di tengah-tengah dengan beberapa kursi yang tak berpenghuni. Menambah leluasa bagi Henan untuk merasakan kencan nonton berdua dengan gadis itu di sampingnya.

Sepanjang tayangan itu terpampang, Gina hanya menyaksikan dengan diam. Mulutnya sibuk mengunyah jagung berondong di pangkuan dengan tangan Henan yang sesekali ikut menyambar. Lelaki itu justru nampak tenggelam dengan film di depan. Tertawa kala adegan lucu muncul, berdesis merasa tak suka dengan sesuatu, hingga wajah penuh iba kala kesedihan mengambil alih scene.

Gina sedari tadi menatap itu. Dalam pancaran terang film yang menyaksikan bagaimana pergantian raut wajah Henan yang malah terkesan menggemaskan untuknya. Bulu mata yang lumayan panjang itu nampak bersinar. Pipi yang berisi akan jagung berondong membuatnya tak bisa menahan diri untuk mencubit gumpalan daging itu.

"Ngapain?" Henan menatap sekilas dan kembali ke depan.

"Lucu," jawab Gina dengan kekehan kecilnya.

Henan tidak memberikan balasan. Lelaki itu kembali menaruh fokus pada kartun Jepang kesukaannya. Gina kini sudah tidak tertarik dengan itu. Menaruh seluruh perhatian pada wajah Henan yang kini penuh akan keharuan.

"Sedih, ya?"

Kepala lelaki itu mengangguk bersama dengan bibir yang bertekuk ke bawah. Gina hanya tersenyum. Dia banyak melewati adegan hanya karena menatap Henan tanpa niatan berpaling. Tangannya yang bergerak mulus membelai kepala lelaki itu hingga berhasil bersandar di pundaknya. Baru kali ini Gina bisa menatap film di depan meski aslinya dia tidak menaruh rasa tertarik sama sekali.

πŸŽ—

"Nene Sakurada."

"Hm?"

"Lo mirip sama Nene, teman Shin-chan," jawab Henan seraya menopang dagu. "Tapi bedanya Nene sama Shin sudah temanan dari lama. Lo sama gue gak. Malah ketemu gara-gara cara makan bubur lo yang aneh."

Gina merotasikan matanya. "Mau bahas itu lagi di sini?"

Kekehan Henan lantas lepas dan menurunkan topangan tangannya. "Gak, gue cuman singgung saja lo mirip sama Nene."

"Beda. Dia kartun, gue manusia. Dia fiksi, gue nyata," bantah Gina tanpa menatap. Mendapat decihan dari lelaki di depan kemudian berpaling menegak minumannya.

Kegiatan nonton mereka sudah berakhir sejak 10 menit yang lalu. Masih di area mal, tepatnya pada salah satu stand makanan untuk mengisi perut. Tadi sempat bertemu dengan Tante Gina. Namun, wanita itu berlalu buru-buru karena memang sudah jadwalnya tutup. Gina padahalnya ingin mencari sebuah novel lagi untuk mengisi rak di indekos.

"Sudah selesai?"

Gina mengadah  menatap Henan. "Sudah. Mau pulang?"

"Lo sendiri sudah mau pulang atau masih mau jalan?" Menatap jam pada pergelangan tangan sebentar. "Sudah jam delapan. Sudah kasih tahu sama orang di indekos?" Gina mengangguk memberi jawaban.

Keduanya lantas beranjak dari tempat setelah membayar. Mal yang ramai di kala malam hari. Tak ingin terpisah jauh Henan sampai menautkan jari-jarinya bersama milik Gina di bawah. Berjalan dengan langkah pelan seraya mengedarkan pandangan. Tak jarang mengobrol ringan hingga gadis itu melayangkan pukulan. Lain pada Henan yang terkikik geli memberi balasan.

Pandangan Gina seketika teralih pada satu toko aksesoris. Menepuk bahu Henan untuk ikut menatap arah yang ditunjuknya. "Ke sana sebentar, yuk!"

Henan hanya mengekor kekasihnya dari belakang yang tengah celingak-celinguk seperti mencari sesuatu. Tak jarang juga Henan berhenti ikut untuk sekadar melihat-lihat. Hingga Gina sudah hilang dari pandangannya, kini dirinya melangkah cepat untuk mencari.

"Gi—" Tidak tuntas sebab perempuan itu kini berhasil tertangkap dalam retinya. Berjalan mendekat kemudian dan berdiri di sampingnya. "Dicari dari tadi. Lihat apa?"

Gina tersenyum seraya menatap singkat. "Lihat! Cantik, kan?" serunya penuh semangat. Matanya berbinar seraya menunjuk sebuah gelang dalam lemari kaca.

Henan melihat itu bergantian dengan Gina. "Lo mau?"

"Gak."

"Lah? Terus?"

"Cantik doang tapi gak tertarik beli." Henan baru saja hendak membuka mulut namun jari telunjuknya sudah mendarat di bibir lelaki itu. "Gue gak mau, Hen. Gak usah beli. Sekadar bilang cantik. Lagian, gue gak doyan gelang. Doyannya—"

"Novel," sela Henan seraya menurunkan jari gadis itu. Gina memberinya anggukan dengan senyum lebar.

"Eh, ada lagi satu," sahut Gina. Alis Henan menukik ke atas bertanya. "Henan."

Tak ingin membuat lelaki menatap wajah bak kepiting rebus, Gina berlari lebih dulu meninggalkan Henan yang mematung. Masih dalam proses mencerna ucapan Gina yang terlalu cepat.

"Henan! Mau jajan!"

Yang dipanggil seketika berkedip cepat. "Ah, iya! Let's go!"

Ah, indahnya perasaan yang berbalas.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Project Pemeran Pembantu
5192      1613     1     
Humor
Project Pemeran Pembantu adalah kumpulan kisah nyata yang menimpa penulis, ntah kenapa ada saja kejadian aneh nan ajaib yang terjadi kepadanya dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Dalam kumpulan cerita ini, penulis menyadari sesuatu hal yang hilang di hidupnya, apakah itu?
Sosok Ayah
897      495     3     
Short Story
Luisa sayang Ayah. Tapi kenapa Ayah seakan-akan tidak mengindahkan keberadaanku? Ayah, cobalah bicara dan menatap Luisa. (Cerpen)
Mermaid My Love
1049      600     3     
Fantasy
Marrinette dan Alya, dua duyung yang melarikan diri dari Kerajaan laut Antlantis yang sudah diluluhlantakkan oleh siluman piranha. Mereka terus berenang hingga terdampar disebuah pantai. Kemudian mereka menyamar dan menjalani kehidupan seperti manusia. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Marrinette bekerja di sebuah kafe sedangkan Alya direstorant. Ditempat Marrinette bekerja malah bertemu dengan ...
Triangle of feeling
463      332     0     
Short Story
Triangle of feeling sebuah cerpen yang berisi tentangperjuangan Rheac untuk mrwujudkan mimpinya.
SUN DARK
389      243     1     
Short Story
Baca aja, tarik kesimpulan kalian sendiri, biar lebih asik hehe
Love is Possible
142      132     0     
Romance
Pancaroka Divyan Atmajaya, cowok angkuh, tak taat aturan, suka membangkang. Hobinya membuat Alisya kesal. Cukup untuk menggambarkan sosok yang satu ini. Rayleight Daryan Atmajaya, sosok tampan yang merupakan anak tengah yang paling penurut, pintar, dan sosok kakak yang baik untuk adik kembarnya. Ryansa Alisya Atmajaya, tuan putri satu ini hidupnya sangat sempurna melebihi hidup dua kakaknya. Su...
Cinta Si Kembar
10034      1797     2     
Romance
Lala dan Lulu adalah saudara kembar yang memiliki kepribadian dan pekerjaan yang berbeda,tetapi mereka mempunyai permasalahan yang sama yaitu mereka berdua dijodohkan oleh orang tua mereka.Akankah mereka akan menyetujui perjodohan tersebut dan akankah mereka akan menyukai calon tunangan mereka.
Jelita's Brownies
3680      1481     11     
Romance
Dulu, Ayahku bilang brownies ketan hitam adalah resep pertama Almarhum Nenek. Aku sangat hapal resep ini diluar kepala. Tetapi Ibuku sangat tidak suka jika aku membuat brownies. Aku pernah punya daun yang aku keringkan. Daun itu berisi tulisan resep kue-kue Nenek. Aku sadar menulis resep di atas daun kering terlihat aneh, tetapi itu menjadi sebuah pengingat antara Aku dan Nenek. Hanya saja Ib...
Mawar Putih
1422      751     4     
Short Story
Dia seseorang yang ku kenal. Yang membuatku mengerti arti cinta. Dia yang membuat detak jantung ini terus berdebar ketika bersama dia. Dia adalah pangeran masa kecil ku.
Journey to Survive in a Zombie Apocalypse
1285      612     1     
Action
Ardhika Dharmawangsa, 15 tahun. Suatu hari, sebuah wabah telah mengambil kehidupannya sebagai anak SMP biasa. Bersama Fajar Latiful Habib, Enggar Rizki Sanjaya, Fitria Ramadhani, dan Rangga Zeinurohman, mereka berlima berusaha bertahan dari kematian yang ada dimana-mana. Copyright 2016 by IKadekSyra Sebenarnya bingung ini cerita sudut pandangnya apa ya? Auk ah karena udah telan...