Loading...
Logo TinLit
Read Story - Campus Love Story
MENU
About Us  

Pukul 8 malam namun Gina sama sekali belum sampai di indekosnya. Masih bersama Henan, dirinya terdampar disalah satu warung kecil penjual mie ayam pinggir jalan. Katanya tempat langganan Henan. Dia memberi jaminan kalau sekali makan, akan terus berpikir untuk mampir jika menginginkan.

Namanya anak indekos, tidak tinggal dengan orang tua melainkan di rumah orang lain, yang mana pula menyerahkan diri sebagai tanggung jawab orang lain. Gina tahu diri dan tentu saja sudah memberi pesan kepada kepala indekos kalau dirinya akan pulang terlambat. Aturan yang mengharuskan penghuni indekos putri itu pulang di bawah jam 9 malam dan tidak boleh lewat. Kalau semisal hal itu terjadi tanpa ada pemberitahuan, bisa jadi dirinya diusir seketika.

Gina juga sudah menghubungi Sela yang dia yakin gadis itu pasti sudah berada di indekos. Hanya jaga-jaga kala saja pesannya yang dikirim kepada kepala indekos tidak sempat dibaca. Berharap, Sela yang akan memberitahunya dan dirinya tidak akan dikunci dari luar pagar.

"Lo gak apa nih, pulang telat? Bungkus saja," sahut Henan.

Gina mendongak setelah menatap ponselnya. "Gak apa. Gue sudah bilang sama kepala indekos. Sekalian jaga-jaga, gue sudah kasih tahu Sela juga," jawabnya.

Menunggu pesanan mie ayam keduanya datang, tidak ada kegiatan lain selain keduanya sibuk dengan ponsel masing-masing. Sebenarnya Gina bingung. Bagaimana dirinya dengan gampang ikut duduk berdua saling berhadapan dengan Henan di warung mie ayam. Padahal dia ini sebenarnya masih rada anti sama lelaki di depannya. Apalagi mengingat kejadian di masa lalu, awal mereka bertemu sudah saling ribut dan tidak akur. Yang ada malah terjadi pulang agak malam dengan Henan dan singgah makan sebentar. Katakan saja ini faktor karena dia lapar sampai tidak sadar kalau keduanya adalah insan yang tidak akur.

"Aduh, gak ada duit," celetuk Henan.

Gina mendongak untuk kesekian kali. "Hah?" Wajahnya sedikit kaget pasca mendengar ucapan Henan.

Henan balik menatapnya. "Apa? Kenapa?"

"Lo bilang gak ada duit."

Henan sedikit terdiam sejenak. "Oh, bukan. Gue lagi lihat barang. Niat beli tapi gak ada duit," jelasnya. "Bukan gak punya duit buat bayar mie ayam, ya," lanjutnya.

"Kira saja," ucap Gina. Sudah ragu di awal kalau yang dibilang Henan tidak punya uang untuk bayar pesanan mereka. Meskipun bayar masing-masing, cuman Gina masih belum rela untuk keluarkan uang perkara membayarkan Henan makanannya.

"Barang apaan?" tanya Gina. Niat aslinya dia cuman ingin menghidupkan suasana. Daripada duduk diam cuman menatap ponsel tanpa ada insiatif melakukan pembicaraan.

"Gak penting. Ngapain lo mau tahu?"

Wajah Gina berubah sungut. "Cuman mau tahu doang yailah. Pelit, sempit jidat lo."

Henan merotasikan matanya. "Gak peduli. Nanti lo malah ejek gue kalau lihat barangnya," pukas Henan.

"Apaan? Gak, lah. Sudah buru, mana coba gue lihat? Kalau murah gue bantu setengah lo beli, deh," tawar Gina. Dirinya terkesan memberi pancingan saja terhadap Henan.

"Benaran, nih? Lo bohong gue tinggal pulang sendiri."

"Iya, benar. Mana coba?" Gina sampai sudah sedikit mencondongkan badannya untuk bisa melihat barang yang dimaksud Henan.

Henan akhirnya membalikkan ponselnya. Membiarkan Gina melihat barang yang dimaksud. Dengan sedikit dehaman singkat yang canggung, berharap kalau Gina betul-betul tidak menertawakannya perihal barang yang dilihatnya.

Sejenak Gina menatap, namun hanya kedua alisnya yang bergerak keatas. Wajahnya terkesan biasa saja tanpa ada maksud niatan. Hingga kembali duduk di kursinya dengan normal.

"Gue kira apaan," ujarnya.

Henan menatap ponsel dan Gina bergantian dengan pandangan heran, "Gue kira bakal diejek benaran. Tapi janji lo ya, tadi bantu gue setengah."

"Pengen banget lo beli? Buat siapa? Adik lo?" tanya Gina.

Kalau Henan bilang untuk dirinya sendiri mungkin akan diejek kali ini. "Hmm, mungkin?" Namun dia sedikit meleset.

Alis Gina berkerut. "Maksud? Setengah-setengah?"

Henan tidak melanjutkan untuk menjawab pertanyaan Gina karena mie ayam pesanan mereka sudah datang. Asap mengepul tanda makanan mereka yang benar-benar baru. Bau kuah yang menyeruak masuk ke dalam indera penciuman Gina membuatnya menelan ludah. Apalagi setelah melihat visual dari makanannya. Kayaknya dia yakin soal ucapan Henan. Bahkan lelaki yang duduk di depannya ini sudah tersenyum miring. Merasa bangga setelah berhasil mematahkan pikiran negatif Gina pasal mie ayam di warung ini.

"Silahkan Mba, Mas," ucap penjualnya seraya meninggalkan keduanya kembali untuk menyediakan pesanan yang lain.

Henan hanya mengangguk sebentar sebelum meracik makanannya. "Gak ada gula ya, di sini. Cuman garam sama pitsin," sahut Henan.

Gina berdecak mendengar ucapan Henan yang terdengar menyindir. "Ya, kali gue makan mie ayam pakai gula. Gila lo," balasnya.

"Ya, siapa tahu? Lo kan, doyan gula."

"Bacot, Henan." Dan Gina memilih mengalah untuk tidak meladeni Henan. Meninggalkan tawa kecil dari lelaki itu.

Gina yang sibuk meracik hanya bisa ditatap oleh Henan. Memperhatikan setiap bahan yang di masukkan ke dalam mie gadis tersebut yang kemudian diaduk. Sesekali Gina mencoba racikannya dengan ujung sendok yang dipegangnya.

Merasa diperhatian, gadis itu lantas membalas tatapan Henan. "Kenapa lo liat gue terus?" ucapnya.

"Gak kenapa," jawab Henan dan dirinya beralih memakan miliknya. Diikuti Gina yang hanya mengedikkan bahunya setelahnya ikut menyantap miliknya juga.

Keduanya makan dalam diam. Nampak begitu menikmati hidangan tanpa ada niat untuk membuka pembicaraan. Sepertinya mereka terlalu fokus untuk menghabiskan makanan. Dibanding untuk berbicara, menikmati makanan dalam diam lebih menenangkan nampaknya.

Henan mengunyah dan mendongak. Menatap Gina yang makan dengan sangat lahap. Bahkan tak sering dirinya mengunyah sembari mengangguk kepala. Dalam bahasa tubuh perempuan, itu pertanda apa yang dimakan menurutnya sangat enak.

Tapi lain yang menangkap pandangannya. Gina tidak mengikat rambutnya saat ini sehingga nampak terurai dan sedikit memberikan kesulitan saat anak itu makan. Mana rambut yang dimilikinya juga lumayan panjang.

"Mas, ada karet gelang gak?"

"Oh, ada, Mas. Mau berapa?"

"Satu saja." Dan dengan mudahnya Henan mendapat karet gelang. "Nih, ikat rambut lo. Nanti masuk dalam mangkok, kotor," sahut Henan. Karet gelangnya sudah dia sodorkan pada Gina di depan.

"Tolong lo yang ikat boleh gak? Tangan gue sudah kotor. Nanti kena rambut, lengket," pinta Gina.

"Dih? Menyusahkan." Namun begitu, Henan tetap bangkit dari duduknya untuk berjalan ke arah belakang Gina. Mengumpulkan rambut gadis itu dalam satu genggaman yang kemudian dililitkan dengan karet gelang. Meskipun nampaknya tidak terlalu rapi, setidaknya ini membebaskan Gina dari helai-helai halus yang menempel tiap dia ingin menyuap.

"Thanks." Henan hanya memberi dehaman singkat dan kembali duduk.

Milik Henan sudah habis lebih dulu. Meninggalkan Gina yang masih sibuk mengunyah dengan lambat. Benar-benar ditunggu sampai gadis itu selesai makan. "Makan lo lambat banget," ujar Henan.

"Ini namanya menikmati," balas Gina.

"Menikmati muka lo. Lonya saja yang ngunyah lambat kayak nenek-nenek. Masih ada gigi kan, lo?"

Gina berdesis. "Sembarangan!" Hingga keduanya kembali hening dalam sejenak. Henan yang memeriksa jam pada ponselnya dan kembali menatap ke arah Gina.

"Kenal Mavi dari mana?" tanyanya.

"Kan, satu fakultas bego? Bagaimana, sih."

"Berarti lo kenal bang Jeffry?"

Alis Gina berkedut. "Siapa Jeffry?"

"Dia juga kakak tingkat dari fakultas lo bego."

"Ya, mana gue tahu!"

"Mavi lo kenal karena bilangnya satu fakultas, giliran yang lain gak. Bagaimana, sih?"

Gina hanya diam menatap Henan. Lain dengan lelaki itu yang kini menatapnya jengah. "Benaran janji kan, lo tadi? Gue mau pesan kalau yang lo bilang mau," sahutnya lagi.

"Apaan? Miniatur Shin-chan?" Henan mengangguk pelan. "Buat siapa dulu? Kalau adik lo ya, gue mau-mau saja bantu," jawab Gina. Membersihkan mulutnya dengan selembar tisu dan meneguk air.

"Gue anak bungsu."

Gina yang seketika tersedak medengarnya. "Sorry," ucapnya. "Terus buat siapa? Lo?"

Henan diam tidak bereaksi. Sudah dia bilang, kalau dia jujur sekarang kemungkinan untuk diejek pasti terjadi. Dia sudah pernah merasakan hal seperti ini makanya kebiasaan banyak pakai alasan buat menyangkal.

"Lo suka Shin-chan?" tanya Gina lagi. Membuat Henan makin tersudut. Ingin menjawab tapi malu duluan.

"Tinggal jawab susah banget nampaknya. Berarti lo suka ya, sama itu kartun Jepang? Kebetulan, di indekos gue punya bonekanya."

Kedua mata Henan sedikit membulat. Memajukan sedikit posisi badannya setelah mendengar ucapan Gina. Mengundang wajah remeh dari gadis itu.

"Lo punya?"

Gina mengangguk. "Ketemu di area parkir mal. Kayaknya ditinggal sama yang punya," jelas Gina.

"Punya gue itu!" seru Henan seketika. Orang-orang yang masih ada di warung lantas menoleh. Gina malah berdecak rasa ingin menampar lelaki ini.

"Gak usah ngegas bodoh! Dilihat orang," ketus Gina.

Tapi nampaknya Henan tidak perduli sama sekali. "Bonekanya dalam kotak kado gak?"

"Iya, dalam kotak kado."

"Nah, betul sudah. Itu punya gue. Gue cari-cari beberapa hari ini sampai bolak balik mal nyatanya ada sama lo."

"Oh, jadi itu sebabnya lo ketemu gue di mal hari itu? Kenapa gak nanya? Haduh, begonya."

Henan akhirnya bisa bernapas lega sekarang. Boneka Shin-chan yang dicari-carinya akhirnya ketemu. Tidak sia-sia dirinya membuang uang perkara boneka baru itu. Dari raut mukanya saja, Henan sudah nampak senang. Membuat Gina yang menatapnya cuman geleng kepala.

"Umur lo masih bocah rupanya. Doyan Shin-chan," pukas Gina.

"Gak jadi deh, buat yang tadi. Gue minta boneka gue saja yang ada sama lo, hehe," nyengirnya.

"Hmm."

Gina beralih siap-siap untuk segera pulang. Jam juga sudah ingin menunjukkan pukul setengah 9 malam. Harus cepat pulang.

Henan beralih untuk membayar saat Gina sibuk dengan ponselnya. Kala gadis itu selesai dengan kegiatan dan hendak membayar, malah tercengo kala mendengar Henan sudah membayar makanannya juga. Dirinya jadi menghela napas kasar. Niatnya cukup berurusan dengan boneka Shin-chan malah merambat dengan pasal dibayarkan.

Ketika mesin motor Henan tengah dipanaskan, Gina kembali lagi untuk bermain sosial media. Membuka aplikasi yang menampakkan banyak foto-foto keseharian orang lain.

"Haduh ya, Tuhan. Kenapa malam ini gue harus dipandangkan dengan hal penuh akan perbucinan? Ckckck," ujar Henan.

Gina tahu yang dimaksud Henan, karena dia juga melihat postingan yang sama. Sesaat, dia hanya bisa tersenyum kecut sembari menelan ludah pahit. Dadanya tiba-tiba merasa sesak dan mood-nya mendadak hilang.

"Ayo, keburu malam sekali," panggil Henan. Namun, alih jawaban yang di dapatnya Gina malah diam sembari terus menatap ponselnya.

"Woi! Ayo! Nanti lo dimarahi sama kepala indekos," panggilnya lagi namun tetap dengan jawaban yang sama.

Henan mendesah berat dan turun dari motornya untuk mendekat. Dia ingin membuka suara tapi pandangannya beralih pada postingan foto yang dilihat oleh Gina sedari tadi. Foto yang baru saja sempat dia beri komentar beberapa detik yang lalu.

Kembali menatap wajah Gina berulang dan bergantian dengan postingan itu. Kepalanya berputar dan mengambil kesimpulan, membuat kedua alisnya bergerak ke atas. Lantas, jari Henan melayang untuk menekan postingan itu dua kali dan menciptakan gambar hati berwarna merah.

Gina terkejut atas apa yang dilakukan Henan dan beralih menatapnya. "Ih, bodoh! Kenapa di-like, sih?!" kesalnya.

"Daripada lo liat terus gak di-like, yaudah gue yang like," balas Henan. Gina mendengkus masih kesal dan hanya ditatap diam oleh Henan. "Marahnya nanti saja, deh. Mending sekarang pulang daripada lo kena semprot sama kepala indekos lo."

Gina tidak menjawab, hanya berjalan mendahului lelaki itu untuk segera naik di motornya. Henan menghela napas beratnya sekali sebelum akhirnya ikut naik di kendaraannya dan menarik gas dengan kecepatan yang normal.

'Suka sama si bucin semangka rupanya.'

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Life
323      226     1     
Short Story
Kutemukan arti kehidupan melalui kalam-kalam cinta-Mu
A promise
566      364     1     
Short Story
Sara dan Lindu bersahabat. Sara sayang Raka. Lindu juga sayang Raka. Lindu pergi selamanya. Hati Sara porak poranda.
(L)OVERTONE
2421      854     1     
Romance
Sang Dewa Gitar--Arga--tidak mau lagi memainkan ritme indah serta alunan melodi gitarnya yang terkenal membuat setiap pendengarnya melayang-layang. Ia menganggap alunan melodinya sebagai nada kutukan yang telah menyebabkan orang yang dicintainya meregang nyawa. Sampai suatu ketika, Melani hadir untuk mengembalikan feel pada permainan gitar Arga. Dapatkah Melani meluluhkan hati Arga sampai lela...
CHANGE
486      347     0     
Short Story
Di suatu zaman di mana kuda dan panah masih menguasai dunia. Dimana peri-peri masih tak malu untuk bergaul dengan manusia. Masa kejayaan para dewa serta masa dimana kesaktian para penyihir masih terlihat sangat nyata dan diakui orang-orang. Di waktu itulah legenda tentang naga dan ksatria mencapai puncak kejayaannya. Pada masa itu terdapat suatu kerajaan makmur yang dipimpin oleh raja dan rat...
Behind the Camera
1889      724     3     
Romance
Aritha Ravenza, siswi baru yang tertarik dunia fotografi. Di sekolah barunya, ia ingin sekali bergabung dengan FORSA, namun ternyata ekskul tersebut menyimpan sejumlah fakta yang tak terduga. Ia ingin menghindar, namun ternyata orang yang ia kagumi secara diam-diam menjadi bagian dari mereka.
Kulacino
416      275     1     
Romance
[On Going!] Kulacino berasal dari bahasa Italia, yang memiliki arti bekas air di meja akibat gelas dingin atau basah. Aku suka sekali mendengar kata ini. Terasa klasik dan sarat akan sebuah makna. Sebuah makna klasik yang begitu manusiawi. Tentang perasaan yang masih terasa penuh walaupun sebenarnya sudah meluruh. Tentang luka yang mungkin timbul karena bahagia yang berpura-pura, atau bis...
Tower Arcana
791      584     1     
Short Story
Aku melihat arum meninggalkan Rehan. Rupanya pasiennya bertambah satu dari kelas sebelah. Pikiranku tergelitik melihat adegan itu. Entahlah, heran saja pada semua yang percaya pada ramalan-ramalan Rehan. Katanya sih emang terbukti benar, tapi bisa saja itu hanya kebetulan, kan?! Apalagi saat mereka mulai menjulukinya ‘paul’. Rasanya ingin tertawa membayangkan Rehan dengan delapan tentakel yan...
Pahitnya Beda Faith
473      341     1     
Short Story
Aku belum pernah jatuh cinta. Lalu, aku berdo\'a. Kemudian do\'aku dijawab. Namun, kami beda keyakinan. Apa yang harus aku lakukan?
FaraDigma
1363      681     1     
Romance
Digma, atlet taekwondo terbaik di sekolah, siap menghadapi segala risiko untuk membalas dendam sahabatnya. Dia rela menjadi korban bully Gery dan gengnya-dicaci maki, dihina, bahkan dipukuli di depan umum-semata-mata untuk mengumpulkan bukti kejahatan mereka. Namun, misi Digma berubah total saat Fara, gadis pemalu yang juga Ketua Patroli Keamanan Sekolah, tiba-tiba membela dia. Kekacauan tak terh...
Waktu Itu, Di Bawah Sinar Rembulan yang Sama
850      494     4     
Romance
-||Undetermined : Divine Ascension||- Pada sebuah dunia yang terdominasi oleh android, robot robot yang menyerupai manusia, tumbuhlah dua faksi besar yang bernama Artificial Creationists(ArC) dan Tellus Vasator(TeV) yang sama sama berperang memperebutkan dunia untuk memenuhi tujuannya. Konflik dua faksi tersebut masih berlangsung setelah bertahun tahun lamanya. Saat ini pertempuran pertempuran m...