Holiday
Setelah kejadian menerima muntahan dari pemabuk gila, ketiga nya langsung pulang ke rumah. Selama tiga puluh menit membelah jalan raya dengan ditemani alunan musik yang cukup membuat kantuk dan terhipnotis. Tak disadari, mereka sudah sampai di depan rumah. Suara dercit pintu gerbang pun lumayan nyaring terdengar di tengah kegelapan malam.
“Kenapa nggak klakson, Neng?” ujar pak Ari, satpam yang kebetulan mendapat shif malam. Dengan tergopoh-gopoh menghampiri Kyra.
“Nggak papa, Pak. Tadi, Kyra lihat bapak ketiduran dan kecapean. Makanya, Kyra dorong sendiri. Udah, lanjutin aja istirahatnya, Pak. Maaf, ganggu ya,” ujar Kyra sambil tersenyum.
Mungkin pak Satpam itu nggak enak, ia tetap kekeuh aja buat narik gerbang. Dengan langkah besar, ia langsung masuk ke rumah, tanpa memperdulikan kakaknya yang tengah kesusahan parkir mobil.
“Assalamualaikum. Ma, Mama.”
“Waalaikumsalam. Mama udah tidur, Dik. Lho, Mas mana?” ujar Abbiyya.
“Owh. Ya udah Mas. Nih, skincare pesenan Mas,” ujarnya sambil memberikan paper bag yang berisi segepok skincare.
Karena sudah terlalu lelah dan bingung dengan keadaan yang sedang dialami beberapa jam yang lalu, Kyra melenggang masuk ke kamar tanpa memperdulikan kakak nya.
“Siapa lagi yang ngerusak mood nya,” gumam Abbiyya. “Mas, nggak bawa jajan apa pun, gitu?” Abiyya dengan langkah besar menghampiri kakaknya.
Di sisi lain, si Raka dan Gladys pun kebingungan dengan kejadian mall tadi. “Hei Gladys, baru kelihatan kamu, dik. Lama nggak jumpa,” ujar Abbiya sambil memeluk erat Gladys yang notabene nya sudah dianggap adik sendiri.
“Alhamdulillah, baik Kak. Kakak sendiri, gimana kabarnya?” timpal balik Gladys.
Obrolan mereka pun berlanjut sampai Abbiya tidak menyadari bahwa Raka sudah naik ke kamarnya, menyusul Kyra.
Tok.... tok .... tok....
Ceklek....
“Kok belum tidur, dik?” ujar Raka dengan lembut. Langkahnya yang besar, mampu mempercepat pergerakannya ke tempat tidur.
Hening. Itu yang di dapatkan ketika Raka melontarkan basa-basi nya kepada Kyra. Satu jam berlalu dan saat ini juga, Raka belum mendapat jawaban dari Kyra.
“Kak, Kyra mau tidur. Gladys masih ngobrol sama Mas Abi ya?” tanya nya dengan berjalan mengarah ke Raka.
“Iya. Masih, paling temu kangen. Kalau kamu mau tidur dulu, tidur lah. Nanti Gladys biar tidur di kamar tamu aja,” ujar Raka.
“Ya udah. Kakak mau bobok disini atau di kamar kakak sendiri? Kyra capek,” tambah nya sambil menenggelamkan tubuhnya di balik selimut.
“Good night, sayang. Sweet dream.”
CUP....
Tak butuh waktu lama, Kyra terlelap. Setelah dipastikan sudah terlelap, Raka langsung menghampiri Abi yang masih bercengkerama dengan Gladys.
“Udah yok tidur, udah malem, dik. Besok dilanjutkan ngobrolnya sama Abi,” ujar Raka sambil memecah keseruan keduanya.
Gladys melirik arloji yang melingkar di pergelangan kiri nya. Memang benar, sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Gladys menuju ke kamar tamu yang dekat dengan ruang keluarga. Tinggallah kedua kakak beradik itu di ruang tv.
“Mas, tadi kenapa baju Kyra bisa ganti?” telisik Abi sambil meraih es boba kesukaan nya.
“Nggak tau juga. Tadi itu, aku lagi ke kamar mandi sebentar. Sepuluh menit kemudian, setelah aku balik dari kamar mandi. Baju Kyra basah,” tutur Raka.
Brugh….
Grep….
“Auh. Sorry ya,” kaki Kyra terkilir diakibatkan genangan air yang ada di sekitar nya.
Dengan segera, pria itu meraih pergelangan tangan Kyra supaya ia tidak terjatuh. Namun sayang nya, beberapa menit kemudian pemabuk datang dan ya muntah lah dia.
“Eh Ky, lo nggak papa kan? Kurang ajar banget nih orang gila ini,” berlanjutlah si Gladys ngomel-ngomel ke orang mabuk itu, tanpa memperdulikan baju Kyra yang sudah sangat kotor.
“Ini gimana sih. Ya kali beli baju, kartu kredit dibawa kakak. Eh, kemana pria tadi?”
“Nih pakai. Gue duluan,” ujar pria misterius itu.
**************
TOK…. TOK…. TOK….
Suara ketukan pintu yang begitu nyaring, membuat lamunan Kyra menjadi buyar. “Ky, dah molor kah?” ujar seseorang dibalik pintu.
“Belum. Masuk aja, nggak dikunci pintu nya,” ujar Kyra dibalik kamar.
CEKLEK….
Dengan langkah panjang dan cukup tergesa-gesa, Gladys langsung menyamankan tubuhnya di kasur empuk Kyra sambil sedikit melontarkan pertanyaan.
“Siapa pria yang beliin lo baju, beliin sepatu waktu lo kemuntahan pria gila itu? Kenapa kek nya pandangan kalian seolah kalian udah kenal lama. Lu suka sama cowok ya, Ky? Jahat banget lu nggak cerita sama gue. Padahal kan gue bestie lu. Huh.... huh.... huh....” ujar nya sambil menarik nafas terbata-bata.
“Nah kan. Engap nggak tuh? Nih nih, minum dulu,” Kyra mengulurkan segelas air putih ke Gladys.
GLEK....GLEK....GLEK....
“Gue juga nggak tau, Dys. Tiba-tiba aja gitu dia nolongin gue. Langsung dia beliin baju dan nyuruh gue ganti. Gue juga nggak paham tuh manusia munculnya darimana dan siapa juga. Kagak kenal gue,” tambah nya sembari jemari nya masih menari di layar ponsel.
Tok…. Tok…. Tok….
“Ayo tidur, jangan begadang mulu. Besok ke Semilir sebelum kalian masuk, okei,” ujar Raka di balik pintu. Karena, ia masih mendengar sayup-sayup suara keduanya.
“Iya kak, ini mau tidur,” ujar Kyra agak sedikit nyaring.
“Okei, sweet dream,” kali ini, Abbiya yang menyahut
***********
Craang!!!!
“Mampus. Radio rusak bakal nyala lagi nih,”tutur Abbiya. Ia setengah bergidik karena mengetahui Kyra sudah tidak ada di tempat tidurnya.
“MAS ABIIIIII,” pekik Kyra. Saking kencang teriakan nya, suaranya terdengar sampai ke area dapur.
“Mas. Ini masih pagi lho Mas. Kenapa malah bikin Kyra makan HATI!!!! Kyra mau makan sop aja, nggak mau HATI, Mas!!!” bentak Kyra pada Abi.
Abi hanya terdiam pasrah. Karena, ini memang murni kesalahannya yang tidak berhati-hati. Ia melanjutkan berberes, supaya tidak ada korban.
“Iya sayang. Nanti Mas beliin kaca rias baru ya. Jangan ngambek dong sama Mas. Nanti Mas sedih lho,” tutur Abi dengan puppy eyes nya.
Setelah lima menit berjuang membujuk bungsu nya, akhirnya mereka berdamai. Damai nya mereka saling memberikan pelukan dan kecupan di kening.
“Udah, siap-siap yuk. Mas Raka katanya mau ngajak kamu ke Semilir, kan. Sana, dandan yang cantik,” kata Abi.
Setelah berhasil membujuk Kyra, Abi langsung bergegas ke kamarnya untuk berganti pakaian.
“GLADYSS.... BANGUNN.... AYO, SIAP-SIAP KE SEMILIR. MOLOR AJA LU, UNTUNG LAGI KETABRAK BECAK, JADINYA AMAN LU. KALAU LU LAGI NGGAK KETABRAK BECAK, GUE SIRAM LU YE,” pekik Kyra di tepat lubang telinga Gladys.
“Ya Tuhan, ADA GEMPA BUMI. DIMANA-DIMANA,” ungkap Gladys yang sangat terkejut dengan suara melengking Kyra.
Dengan tunggang langgang, Gladys langsung ngumpet di kolong kasur. Mengintip sedikit apakah ada benda yang berjatuhan.
*********
Sepuluh menit dengan tingkah aneh Gladys. Kesadaran gadis itu sudah sempurna. Keduanya langsung mandi dan bersiap untuk pergi ke dusun Semilir.
Tap.... tap.... tap....
“Eh, sayang nya mama udah bangun. Ayo buruan makan, Nak. Nih, Mama udah masakin sop, sambel, sama pindang lombok ijo,” ujar Mutia yang sangat bersemangat.
Di ruang makan, sudah ada papa, kedua kakak laki-lakinya, Mutia dan Gladys. Mereka sangat menikmati sarapan pagi ini. Dua puluh menit mereka habiskan dengan ceria di ruang makan.
“Yok, udah jam setengah sepuluh. Nanti telat,” ujar Raka yang lebih dulu berdiri.
Ketiganya langsung mengikuti Raka dan bergerak ke Semilir. Hari ini, langit Semarang sering kali bersedih. Tak tau apa disedihkan dan disesalkan.
Satu jam setengah akhirnya sampai di dusun Semilir. Raka langsung menunjukkan tiket yang sudah ia pesan secara online kepada petugas, protokol kesehatan jangan sampai terlupa.
TIT....
“Silahkan menikmati wahana nya. Have fun,” ujar salah satu pegawai yang telah selesai cek suhu mereka.
Keempatnya hanya membalas dengan seulas senyum, kemudian berjelajahlah mereka. Disini, sudah bisa ditebak, siapa yang paling exicited. Tentunya kedua perempuan ini. Senyuman merekah di wajah Raka dan Abbiya ketika melihat bungsu mereka bahagia. Selama kurang lebih tiga puluh menit memutari area wisata, langit kembali menitikan air mata. Dengan terpaksa, kegiatan mereka terhenti sejenak.
“Dek, udah dulu main nya. Hujan, nanti kalau udah agak reda, main lagi,” teriak Abbiya di seberang telfon. Waktu itu, mereka sedang berpencar.
“Eh, iya nih. Yuk neduh dulu Dys,” ajak Kyra.
“Eh, karena kejauhan dari tempat mas Abi, neduh di rumah-rumahan itu aja. Daripada nerjang hujan.”
Keduanya langsung menepi di teras replika rumah bergaya Venesia. Di lain sisi, datanglah empat pemuda yang juga meneduh bersama Kyra dan Gladys.
“Eh Bar, bukannya ni cewek yang waktu itu lo tolongin?” celetuk salah satu pemuda itu.
Salah satu dari mereka membungkam mulut kawan nya yang sudah kebablasan. Berbeda dengan pemuda yang berada di samping Kyra, ia dengan santai menghidupkan ponselnya untuk memutar lagu kesukaan nya.
Sepuluh menit ditemani dengan tetesan hujan, mereka akhirnya berpisah kembali. Dengan perkataan seperti waktu awal pertemuan “semoga kita bertemu lagi.”
“Nah kan, senyum mulu. Orang gila baru kabur dari RSJ. Tolong…. Tolong….,” goda Gladys pada Kyra yang pipinya bersemu kemerahan.
“Apa sih. Yok ah, pulang. Mas udah nungguin, kasihan,” tambah Kyra sambil berlari menjauh dari tempat berlindung mereka.
“Siapa ya dia, apa mungkin dia memang jodohku? Alah-alah, nggak usah mikirin jodoh mulu. SMA aja baru masuk Senin besok. Fokus-fokus,” gumam nya dalam hati.
**********
“Mas Raka. Yok pulang, Ky udah puas banget. Besok udah masuk sekolah aja. Makasih ya, udah bikin Ky happy.”
GREP….
Kyra memeluk kedua kakaknya dengan penuh cinta. Untung saja, keduanya cowok. Kalau tidak, mungkin ikut terhuyung karena kekuatan Kyra yang cukup kuat.
“Apalah dayaku yang abangku jauh dari ku. ABANGG…. PULANG…. GLADYS KANGENN….,” ujar Gladys manja.
“Uluh-uluh. Sini-sini, dik. Kan masih ada kita, Gladys jangan sedih hati ya,” ujar Abbiya sambil memeluk Gladys dengan erat.
Keempatnya memutuskan untuk pulang setelah puas bermain. Sebelum itu, mereka mampir di restoran shabu and grill terbaik di Semarang. Tak lupa juga, mereka membelikan orang rumah bakso dan aneka jajanan lain.