Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mapel di Musim Gugur
MENU
About Us  

Musim gugur kembali datang. Hari ini sama seperti satu tahun yang lalu. Daun-daun maple mulai memerah, berguguran menutup jalanan. Helai demi helainya berjatuhan menampar tanah. Angin yang berhembus terasa hangat menelusuk pori-poriku. Semua terlihat sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada yang berbeda. Kecuali satu. Sebuah senyuman terindah yang tidak mampu lagi kuraih.

Langkah kakiku perlahan melambat seiring bergulirnya kenangan masa lalu. Rumah-rumah di setiap sisi jalan terasa seperti lorong waktu yang membawaku melompati masa. Rasanya, saat-saat seperti ini akan selalu abadi. Membawa kenangan ketika aku dan dirinya selalu bersama di musim gugur yang kami sukai.

“Izuma, sedang apa kau? Sebentar lagi kelas akan dimulai.” Suara seseorang memecah lamunanku. Kenangan yang sempat mencuat menjadi luntur kembali.

“Kazuya, kau selalu datang di saat yang tidak tepat,” ucapku dengan nada kesal. Gigiku yang seputih kapur bergemeletuk seperti tengah memecah biji kenari.

“Heh, terserahlah,” gumamnya sambil menyeka keringat di kening. Sepertinya dia buru-buru karena terlambat. “Musim gugur lagi ya? Kesukaanmu, kan?”

Perkataan Kazuya melesat seperti kilat tanpa gemuruh. Menyentak sesaat tanpa jejak.“Ya, kesukaanku, dan tentunya dirinya juga.”

“Sudah satu tahun, kan? Kau masih tidak bisa melupakannya?”

“Tidak ada yang bisa membuat dirinya menyingkir dari pikiranku. Walaupun saat ini dia tidak ingin berbicara denganku lagi,” tuturku dengan nada perih. Mataku pun cukup untuk menjelaskan betapa pilunya hatiku untuk mengungkapkannya. Setumpuk luka tergurat di retinaku kala itu.

“Yah, apa pun itu, saat ini ada sekolah yang menantikan kehadiran kita,” seru Kazuya sembari memamerkan senyuman hangat yang membuat musim gugur kembali menuju musim panas.

“Kau benar, ayo datang ke sekolah dengan tidak terlambat. Walaupun aku ragu ini akan sama seperti musim gugur sebelumnya dimana kita selalu dihukum karena datang telat.”

Derap langkah kami membelah jalanan menuju sekolah yang tertutup lusinan daun maple yang terkulai lemas di tanah. Sekolah di musim gugur menjadi saat termanis sekaligus terpahit yang kurasakan.

Seseorang yang tidak akan pernah kulupakan senyumannya. Pertama kali aku bertemu dengannya ketika kami menginjak kelas 3 SD. Kami berasal dari sekolah yang berbeda. Untuk pertama kali, dia muncul di taman dekat rumahku sambil memungut daun maple yang berjatuhan. Kala itu musim gugur baru saja menggantikan eksistensi musim panas. Dia mengumpulkan daun-daun itu sembari bernyanyi seakan mengundang daun-daun maple itu untuk menghinggapinya. Diam-diam, aku mengintipnya dari jendela rumah. Melihat dirinya riang gembira, membuatku mulai meninggalkan kemalasanku untuk bermain di luar rumah.

“Hei, untuk apa daun maple yang kau kumpulkan itu?” seruku dengan penasaran.

Dia bangkit dari posisi duduk sambil memegangi kantung plastik yang berisi sekumpulan daun maple. Sambil tersenyum, dia menghadapkan wajahnya padaku. Parasnya sungguh mempesona. Kulitnya seputih lembaran kertas tanpa bercakan tinta. Rambutnya tergerai ke sana ke mari bak gorden yang tertiup angin sepoi. Tatapan matanya begitu teduh, seperti pepohonan yang rindang. “Aku ingin menaburkan mereka di halaman rumahku. Di sana tidak ada pohon maple sama sekali.”

Mendengar perkataannya membuatku ingin tertawa. Menebarkan daun maple yang akan membuat halaman berantakan, itu sungguh konyol. Aku sempat curiga, jangan-jangan dia mengidap gangguan kejiwaan.

“Kenapa kau ingin menabur daun-daun itu? Bukankah itu akan membuat halamanmu kotor?” tukasku heran.

“Musim gugur. Karena aku menyukai musim gugur. Aku ingin membuat musim gugur sesempurna mungkin di rumahku,” sahutnya. Matanya menyala penuh semangat ketika mengatakan itu.

“Kalau begitu, datanglah kemari kapan pun kau mau. Aku akan membantumu mengumpulkan daun-daun itu,” kataku dengan perasaan senang. Entah mengapa, hatiku sangat nyaman ketika menatap bola matanya. Rasanya, aku seperti tengah melihat ribuan gugusan bintang di sana. “Kenalkan, aku Izuma.”

“Shizuna,” gumamnya.“Mari kita berteman selamanya, Izuma.”

“Se..Selamanya?” bibirku gemetar merespon perkataan Shizuna.

“Ya, selamanya. Kau adalah teman pertamaku, dan akan menjadi temanku selamanya. ”Gadis itu menjawab dengan senyum tulus. Belum pernah aku melihat wajah sesenang itu. Ekspresi ketika seseorang baru saja mendapatkan sesuatu yang belum pernah dia miliki. Begitu tentram.

Shizuna sangat menyukai musim gugur. Karenanya, aku pun menyukai musim gugur. Satu-satunya alasanku menyukai musim gugur adalah Shizuna. Bagiku, musim gugur adalah Shizuna. Daun maple yang berguguran adalah senyum Shizuna. Keduanya sangatlah indah.

Masa kecilku dipenuhi memori manis yang akan terus terpatri di kepalaku. Kenanganku adalah kisah milik Shizuna. Kebahagiaan Shizuna adalah kegembiraanku. Kami saling berbagi satu sama lain, karena kami adalah daun maple yang berguguran di halaman yang sama.

Kami yang selalu berbagi rasa sejak kecil, kini telah semakin tumbuh. Saat itu kami duduk di bangku SMP. Kami semakin kompak karena bersekolah di tempat yang sama. Sekarang tidak sama seperti dulu ketika kami bermain di taman. Kali ini kami lebih sering bermain di rumahnya Shizuna. Biasanya aku akan membawa mainan baruku ke sana. Lalu seperti biasa, bermain bersama pula.

Cinta tidak datang dari perasaan kagum sesaat seperti kau melihat bintang film cantik kemudian kau mengidolakannya. Ataupun, cinta juga tidak datang dari ketakjubanmu ketika memandang seseorang yang memiliki keahlian dan pesona padahal kau tidak terlalu mengenalnya. Tidak. Cinta tidak semerepotkan itu, apalagi menuntutmu untuk mencarinya ke sana ke mari demi memaksa arti kepantasan cinta itu sendiri. Sangat sederhana. Cinta hadir ketika kau merasa nyaman bersama seseorang dan perasaanmu secara yakin tertambat padanya. Tidak usah dipertanyakan lagi, semenjak kecil, aku dan Shizuna telah hadir dalam kehidupan satu sama lain.

Kuakui, aku mulai menyukai Shizuna. Namun aku tidak pernah bisa mengungkapkannya. Sangat berat, sungguh. Sebab, aku tidak ingin dia menjauhiku ketika mengetahui itu. Karena hingga saat ini aku belum mengetahui perasaannya padaku. Aku takut cinta ini tak berbalas.

Pada saat musim gugur kedua kami di SMA, aku mulai berpisah dengan Shizuna. Dia tidak sehangat dan seteduh dulu. Saat daun maple mulai berjatuhan, di saat itu pula cintaku mulai berguguran dan tenggelam di dalam bumi. Shizuna tidak pernah datang lagi ke sekolah. Dia hanya berbaring di satu tempat. Setiap kali aku mengunjunginya, dia tidak berkata apa-apa. Setiap kusentuh dirinya, aku hanya merasakan dingin yang menembus kulitku. Dia sama sekali tidak sakit, namun dia enggan beranjak dari tempatnya. Musim gugur satu tahun yang lalu itu adalah musim gugur terakhirku melihat senyum tulusnya.

“Izuma, sepulang sekolah nanti aku mau pergi nonton bareng teman-teman lain. Mau ikut?” ajak Kazuya dengan muka lega. Dia bersyukur pelajaran matematika yang merupakan musuh terbesarnya telah berakhir.

“Maaf, aku tidak bisa,” sahutku. “Ada hal lain yang ingin kulakukan.”

"Shizuna? Kau ingin mengunjunginya?” tanyanya dengan ekspresi yang tidak serius ingin bertanya, karena dia sudah mengetahui jawaban yang akan kuberikan.

“Ya, aku ingin mengunjunginya. Walaupun dia tidak akan menanggapi kedatanganku, namun aku ingin berada di sisinya saat ini.”

Wajah Kazuya gundah. Khawatir. Air muka yang sama seperti satu tahun yang lalu, ketika dia melihat diriku yang larut dalam kesedihan. Di saat aku tidak sanggup menyesap teh hangat yang terasa membeku di tenggorokanku. “Izuma, tetaplah menjadi orang yang kuat. Shizuna tidak akan senang melihat dirimu yang seperti ini.”

“Ya, aku paham,” jawabku setegas mungkin. Aku sama sekali tidak ingin melihat sahabatku bersedih melihat keadaanku. Sudah cukup musim gugur melepaskan harapan yang seharusnya menjuntai selalu di dalam impian. Tidak untuk aku yang ingin berdiri lagi, dan kuingin Kazuya tahu itu. “Lagi pula saat ini aku telah mencoba untuk bangkit. Hanya saja aku tidak bisa melupakan Shizuna sepenuhnya, karena dia tidak akan pernah terhapus dari hatiku.”

“Berhati-hatilah. Sampaikan salamku pada Shizuna.”

“Ya.”                                       

Sore semakin pekat. Langit memerah bersama sekoloni awan yang membelah cakrawala. Dedaunan beterbangan menyampaikan nyanyian yang hanya bisa didengarkan kelelawar. Hening. Kursi-kursi taman serasa hambar tak berpenghuni, hanya disinggahi dedaunan maple sesaat, lalu terbang kembali diseret angin yang berhembus.

Saat ini, di depanku tengah terbaring sesosok orang yang kucintai. Shizuna. Sungguh penyesalan yang tiada akhir. Sesaat sebelum aku memberanikan diri untuk menyatakan cintaku padanya, dia pergi dari hidupku dan enggan lagi berbicara padaku. Jika saja dia mau mendengarkanku sekarang, aku ingin sekali memeluknya erat-erat sambil mengusap kepalanya dan mengatakan betapa aku mencintainya. Namun semua harapan itu lenyap bersama dedaunan maple tahun lalu yang membusuk dimakan tanah.

“Shizuna, aku datang lagi. Tahukah kau, aku benar-benar rindu akan kenangan saat kita bertemu untuk pertama kalinya. Waktu itu, kau memungut daun maple di taman dan aku membantumu. Mungkin, semenjak itu aku telah jatuh cinta padamu. Namun aku tidak pernah bisa mengatakannya hingga saat ini. Sampai saat kau membisu dan enggan lagi berbicara padaku,” ucapku dengan suara yang luntur disiram kepiluan.

Sama seperti hari-hari lain ketika aku melakukan hal yang sama, Shizuna tidak pernah meresponku. Yang bisa kurasakan hanyalah dingin. Rasa dingin yang menjalar di tubuhku yang dihantarkan oleh batu nisan Shizuna.

‘Tetaplah hidup dan menengadahkan wajahmu, karena langit musim gugur tidak akan pernah menginginkan dirimu menatapnya dengan wajah menyedihkan seperi itu. Aku akan selalu di sisimu bersama musim gugur yang abadi.’

Sesaat aku merasakan sesuatu berbicara pada hatiku. Walaupun aku tidak yakin, namun itu pasti Shizuna. Dia menjawabku.

Musim gugur ya. Benar, musim gugur itu sangat indah. Dedaunan berjatuhan seperti kawanan peri yang mendarat di bumi. Jalanan tertutupi indahnya merah maple yang membentang di permukaannya. Ketika dedaunan maple mulai menguning, orang-orang akan berkumpul dan merayakan festival momiji bersama-sama. Ada banyak keceriaan di sana.

Beriringan dengan musim gugur yang akan selalu abadi, hatiku akan terus berada di sisi Shizuna. Lalu, aku akan bertambah kuat dan menerobos masa depan dengan tekad yang selalu Shizuna titipkan padaku.

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Faith Sisters
3078      1492     4     
Inspirational
Kehilangan Tumbuh Percaya Faith Sisters berisi dua belas cerpen yang mengiringi sepasang muslimah kembar Erica dan Elysa menuju kedewasaan Mereka memulai hijrah dari titik yang berbeda tapi sebagaimana setiap orang yang mengaku beriman mereka pasti mendapatkan ujian Kisahkisah yang relatable bagi muslimah muda tentang cinta prinsip hidup dan persahabatan
Sanguine
5530      1695     2     
Romance
Karala Wijaya merupakan siswi populer di sekolahnya. Ia memiliki semua hal yang diinginkan oleh setiap gadis di dunia. Terlahir dari keluarga kaya, menjadi vokalis band sekolah, memiliki banyak teman, serta pacar tampan incaran para gadis-gadis di sekolah. Ada satu hal yang sangat disukainya, she love being a popular. Bagi Lala, tidak ada yang lebih penting daripada menjadi pusat perhatian. Namun...
Dream of Being a Villainess
1378      789     2     
Fantasy
Bintang adalah siswa SMA yang tertekan dengan masa depannya. Orang tua Bintang menutut pertanggungjawaban atas cita-citanya semasa kecil, ingin menjadi Dokter. Namun semakin dewasa, Bintang semakin sadar jika minat dan kemampuannya tidak memenuhi syarat untuk kuliah Kedokteran. DI samping itu, Bintang sangat suka menulis dan membaca novel sebagai hobinya. Sampai suatu ketika Bintang mendapatkan ...
LARA
8636      2098     3     
Romance
Kau membuat ku sembuh dari luka, semata-mata hanya untuk membuat ku lebih terluka lagi. Cover by @radicaelly (on wattpad) copyright 2018 all rights reserved.
THE HISTORY OF PIPERALES
2086      813     2     
Fantasy
Kinan, seorang gadis tujuh belas tahun, terkejut ketika ia melihat gambar aneh pada pergelangan tangan kirinya. Mirip sebuah tato namun lebih menakutkan daripada tato. Ia mencoba menyembunyikan tato itu dari penglihatan kakaknya selama ia mencari tahu asal usul tato itu lewat sahabatnya, Brandon. Penelusurannya itu membuat Kinan bertemu dengan manusia bermuka datar bernama Pradipta. Walaupun begi...
Gray Paper
544      311     2     
Short Story
Cinta pertama, cinta manis yang tak terlupakan. Tapi apa yang akan kamu lakukan jika cinta itu berlabuh pada orang yang tidak seharusnya? Akankah cinta itu kau simpan hingga ke liang lahat?
LATE
519      321     1     
Short Story
Mark found out that being late maybe is not that bad
Kafa Almi Xavier (update>KarenaMu)
737      435     3     
Romance
Mengapa cinta bisa membuat seseorang kehilangan akal sehatnya padahal prosesnya sesederhana itu? Hanya berawal dari mata yang mulai terpikat, lalu berakhir pada hati yang perlahan terikat. °°°°##°°°° Berawal dari pesan berantai yang di kirim Syaqila ke seluruh dosen di kampusnya, hingga mengakibatkan hari-harinya menjadi lebih suram, karena seorang dosen tampan bernama Kafa Almi Xavier....
Close My Eyes
520      392     1     
Short Story
Pertemuan 2 pasang insan atas sebuah kematian dari latar yang belakang berbeda
Baret,Karena Ialah Kita Bersatu
728      435     0     
Short Story
Ini adalah sebuah kisah yang menceritakan perjuangan Kartika dan Damar untuk menjadi abdi negara yang memberi mereka kesempatan untuk mengenakan baret kebanggaan dan idaman banyak orang.Setelah memutuskan untuk menjalani kehidupan masing - masing,mereka kembali di pertemukan oleh takdir melalui kesatuan yang kemudian juga menyatukan mereka kembali.Karena baret itulah,mereka bersatu.