Mungkin benar yang mereka katakan bahwa kau akan lebih menyayangi cucumu daripada anakmu. Karena rasanya memang aku yang paling senang saat Ava pulang untuk liburan musim dinginnya. Ava dan aku sudah membuat banyak rencana. Potong rambut bersama, ke kelas yoga bersama, belanja baju, belanja sepatu, ikut kursus vocal.
“Kenapa yaa selalu susah cari tempat parkir di mall ini?” tanya Ava. Kami sudah memutari tempat parkir ini beberapa kali tanpa menemukan tempat parkir kosong. Hari ini rencana kami adalah belanja tas. Kami akan membeli tas kembar untuk bertiga, Ava, Anna dan diriku. “Ah, di sana ada mobil yang keluar!” kata Ava. Dengan cepat Ava mengambil tempat parkir yang baru dikosongkan itu.
Tidak, kami tidak menemukan tas yang cocok untuk kami bertiga. Memang susah karena tentu kami punya selera fashion berbeda. Aku tidak pernah suka warna hitam padahal Anna paling sering pakai tas hitam. Dan aku dan Anna pastinya tidak dapat menggunakan tas dengan model-model yang biasa Ava gunakan. Sebagai gantinya, kami beli handuk mandi kembar dengan nama kami masing-masing disulam pada handuknya. Sewaktu sedang berjalan kembali ke pintu mall, kami melewati toko buku.
“Oh aku perlu mampir di toko buku untuk beli cat putih,” kataku pada Ava.
“Oh ya, bagaimana perkembangan lukisan-lukisan cat airnya?” tanya Ava.
“Yah, paling tidak bunga-bunga yang kulukis tidak terlihat seperti bunga mati lagi,” kataku. Aku punya rahasia. Cara membuat bunga-bunga terlihat lebih baik sebenarnya adalah dengan menambahkan cat putih. Setelah kuasmu mengambil warna dari palet, sebelum kau menyapukan kuas itu pada kertas, ambillah sedikit cat putih dengan ujung kuas itu. Dengan begitu sapuanmu akan menghasilkan warna yang bergradasi. Gradasi itu memberikan tekstur dan juga efek 3D. Karena itu aku menggunakan putih untuk semua warna. Alhasil, cat putihku selalu habis lebih dulu. Rahasia ini kunamakan rahasia warna putih. Aku berjalan ke arah bagian alat tulis sementara Ava berjalan ke bagian buku. Tidak sampai lima menit kemudian aku sudah menemukan cat putih yang kubutuhkan. Aku mencari Ava dan menemukan dirinya di bagian buku masak.
“Ada yang menarik?” tanyaku.
“Aku menemukan buku resep masakan yang sesuai golongan darah,” katanya.
“Oh, itu menarik,” kataku. Ia mengambil satu buku untuk golongan darah B dan satu untuk golongan A. “Yang golongan A untuk siapa?” tanyaku.
“Untukku dan mama,” katanya sambil memandangku aneh seolah bingung bagaimana aku bisa tidak tahu golongan darah anak dan cucuku sendiri.
“Mamamu golongan darahnya B,” kataku. Ia menggeleng.
“Papa yang B, seperti Liam. Mama A seperti aku,” katanya.
“Tidak, sayang. Aku golong B dan grandpa mu golongan O. Jadi mamamu tidak mungkin A. Aku tahu benar dia golongan B,” kataku.
“Tidak, Grandma. Pasti Grandma salah. Karena kalo mama dan papa dua duanya B, mana mungkin aku golongan A?” tanyanya.
“Ya, pastinya kau B juga. Bukan A,” kataku.
“Tapi waktu check up sebelum berangkat kuliat, aku sudah cek darah dan hasilnya A,” katanya.
“Lab nya pasti salah,” kataku.
“Tidak, Grandma. Di sana aku sempat donor darah beberapa kali,” katanya. Lalu ia mengeluarkan kartu donor darah dari dompetnya. ‘A Positive’ tertulis dengan jelas di bawah namanya. Saat itulah aku tahu bahwa anakku punya rahasianya sendiri. Dan rahasia itu jauh lebih besar dari rahasiaku tentang cat putih.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page