Di awal-awal, Justin begitu yakin ia akan dapat mengalahkan sel-sel kangker di dalam tubuhnya. Dia toh punya lebih dari cukup uang untuk tinggal di rumah sakit mahal selama yang diperlukannya, untuk melakukan kemoterapi sebanyak yang dibutuhkan, dan untuk melakukan transplantasi sumsum atau semua prosedur lain yang dibutuhkan. Dan lagi, dia masih cukup muda dan tidak punya historis penyakit lain. Ditambah lagi, adik temanku yang juga adalah pasien Dr Patrick Tan sudah beberapa tahun berada di masa remisi. Tapi setelah sekian banyak kemo yang hasilnya tidak sebaik yang diharapkan dokter, dan setelah prosedur transplantasi sumsum ke dua yang hasilnya tidak sebaik yang diharapkan, harus diakui memang ada hal-hal yang tak dapat diatasi dengan uang, sebanyak apapun uang yang kaumiliki itu.
Dan ketika tidak ada lagi yang dapat memberi jawaban atas pertanyaan bagaimana, kau mulai menanyakan pertanyaan yang dimulai dengan kata kenapa? Kenapa dia? Dan tentu tidak ada yang dapat menjawab ini juga.
Setahun belakangan ini kami bisa dibilang tinggal di Singapura. Aku kembali ke Jakarta hanya dua kali demi urusan bisnis yang tidak bisa kudelegasikan. Ava terbang ke Singapore di akhir pekan setiap dua minggu sekali. Liam terbang langsung dari Amerika ke Singapura saat libur musim panasnya kemarin. Ia hampir tidak mau kembali ke Amerika di musim gugur tapi Justin memaksa. Orang tuaku, orang tua Justin, kakak-kakak Justin bergantian datang untuk menemani kami. Sudah tak terhitung berapa kali aku berjalan sepanjang koridor rumah sakit yang sama menuju kamar Justin sambil bertanya-tanya dalam hati apakah kondisinya akan lebih baik atau lebih buruk hari itu. Terkadang kami menerima sedikit berita baik dari dokter tentang sejumlah angka yang membaik. Tapi kemudian berita buruk yang lebih besar akan menghantam kami, menghancurkan harapan rapuh itu, sampai datang lagi secercah berita baik yang kami jadikan tempat menggantung harapan-harapan mungil seolah itu pajangan yang kau gantungkan pada pohon natal. Lalu sebuah kabar buruk, yang lebih besar lagi, akan datang menghantam habis seluruh pohonnya. Selalu ada berita baik dan buruk. Tapi seringnya, berita buruknya lebih besar dari yang baik. Karena itu, koridor ini seolah bertambah panjang, dan pastinya bertambah sepi.
Ava sudah terbang pulang tadi malam karena hari ini harus sekolah dan mama baru akan datang menemaniku besok. Jadi pagi itu aku sedang berjalan menyusuri lorong itu seorang diri saat asisten Dr Tan memberitahuku bahwa Dr Tan ingin berbicara empat mata denganku. Aku mendesah. Semua orang tahu bila dokter suamimu ingin bicara empat mata denganmu, itu sama sekali bukan berita yang baik.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page