Ketidakpastian itu sangat mengganggu. Seperti saat kau menantikan jawaban atas pertanyaan penting. Jawaban ‘ya’ tentu yang terbaik. Tapi saat pilihannya adalah ‘mungkin’ atau ‘tidak’, walau di awal kelihatannya ‘mungkin’ lebih baik dari ‘tidak’, sesungguhnya ‘tidak’ itu lebih baik karena itu sebuah kepastian. Jawaban itu akan membuatmu bisa mengambil langkah selanjutnya dan tidak terperangkap di sebuah tempat rapuh yang penuh ketidakpastian. Mungkin karena itulah aku merasakan secercah kelegaan saat aku tahu bahwa aku sudah melalui semua perjuangan dan sudah tidak ada lagi yang tersisa untuk kucoba. Ya, aku tidak punya banyak waktu lagi. Tapi mungkin aku memang tidak memerlukan lebih banyak waktu lagi. Beberapa orang bekerja lebih cepat dari yang lainnya, beberapa orang punya lebih sedikit tugas dari yang lainnya. Dan karena itu, setiap orang akan selesai di waktu yang berbeda. Mungkin aku memang sudah melaksanakan semua tugasku di dunia dan sudah waktuku untuk pergi. Bukankah, jika kita berpikir sedikit egois, lebih baik jadi yang pergi daripada yang ditinggalkan?
Tentu saja aku ingin melihat Liam dan Ava diwisuda dan sesudahnya aku ingin membimbing mereka di perusahaan. Dan ya, tentu aku ingin melihat mereka menikah dan punya anak. Tapi kita tidak selalu mendapatkan yang kita inginkan. Banyak pasangan yang tidak mendapatkan anak, banyak juga pasangan yang kehilangan anak mereka sewaktu masih bayi. Jadi jika aku harus kehilangan mereka sekarang, itu sudah lebih baik daripada tidak pernah memiliki mereka sama sekali. Dan lagi, daripada sel-sel kangker ini menyerang orang lain di keluargaku, lebih baik memang diriku saja yang diserang.
Lalu ada Anna. Dia adalah kekuatanku. Aku tidak menyangka dia sekuat itu tapi jika suamimu tiba-tiba divonis dengan chronic lymphocytic leukimia stadium 3, kau tidak punya pilihan lain selain menjadi kuat. Dia selalu ada di sisiku kecuali jika dia sedang makan atau mandi. Bahkan saat ia harus terbang ke Jakarta untuk urusan bisnis, ia tidak menginap di Jakarta. Dan hanya di saat-saat aku berada di ICU dan karenanya dia tidak bisa tidur di kamarku, dia tidur di apartemen yang kami sewa. Aku sudah tidak menghitung lagi berapa kali aku keluar masuk ICU. Tapi aku tahu bahwa setiap kali aku masuk ICU, aku tinggal lebih lama dan lebih lama di sana.
Anna dan aku banyak berbicara. Kecuali saat di mana aku merasa begitu lelah untuk berbicara. Saat itu ia biasanya membaca untukku. Tapi di lain waktu, kami berbicara tentang segalanya. Ia paling suka saat aku menceritakan kembali saat kami pertama bertemu, saat dia masih kecil. Lalu kami berbicara tentang bisnis, dan tentang anak-anak, dan tentang segalanya yang ada di bawah matahari. Tentang teman-temannya, tentang teman-temanku. Tapi tidak pernah sekalipun kami membicarakan pria itu, tentang bagaimana aku telah mencuri dirinya dari pria itu. Sebenarnya aku sangat bisa membela diri. Karena toh Anna memutuskan pertunangannya dan memutuskan untuk pulang ke Indonesia karena kakaknya meninggal. Itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan diriku, bukan? Tapi di lubuk hatiku, aku selalu tahu bahwa ada kemungkinan lain. Jika saat itu aku tidak terbang ke sana untuk mendekatinya, jika aku hanya mengurus urusanku sendiri saja di Indonesia, besar kemungkinannya Anna akan terus tinggal di Amerika. Tanpa Amos, orang tuanya tinggal menggaji profesional untuk menjalankan perusahaannya. Atau orang tuaku tetap bisa membeli sebagian saham perusahaan itu dan aku atau salah satu kakakku dapat menjalankannya. Atau orang tuanya bisa saja menjual seluruh perusahaan itu kepada kami atau kepada pihak lain dan mereka lalu pindah ke Amerika untuk hidup bersama anak dan menantu mereka di sana. Jadi ya, harus kuakui, dan aku mengakui ini dengan bangga, bahwa aku, Justin, memang telah mencuri Anna dari Dayton. Namun karena itu juga, ia akan menjadi janda dalam waktu dekat. Beberapa kali aku bertanya pada diriku sendiri, jika aku dapat mengulang semuanya, apakah aku akan melakukan hal yang berbeda? Dan aku tahu walaupun ini terdengar egois, jawabku adalah tidak. Aku akan melakukan hal yang persis sama.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page