Mama membenci Amerika. Itu mengherankan karena ia kuliah di sana. Tidak, dia tidak pernah mengatakannya tapi setiap kali kami memilih tujuan liburan, ia selalu memilih negara lain. Semua saudara sepupuku, termasuk Yvette, anak bungsu paman Jason dan tante Dina yang baru berusia delapan tahun, sudah pernah ke Amerika lebih dari tiga kali. Tapi selama 18 thn hidupku, aku baru pernah ke sana satu kali. Itu juga hanya karena aku akan kuliah di sana tahun ini jadi tahun lalu kami ke sana untuk mengunjungi universitas-universitas di pesisir barat supaya aku dapat memutuskan pilihanku.
Aku suka segalanya tentang California. Aku suka tempatnya yang luas dan bagaimana saat kau berkendara dari satu kota ke kota lainnya, jalanan terbentang di hadapanmu sampai sejauh mata memandang. Aku juga suka bagaimana di hampir setiap hotel ada mesin pembuat pancake otomatis. Kau tinggal memasukkan secedok adonan dan mesin itu akan mengubahnya menjadi pancake bulat keemasan. Aku suka pantai-pantainya, kota-kota kecil dengan restoran kecil yang unik, kota-kota besarnya dengan gedung-gedungnya dan juga orang-orang ramahnya. Dan bukan hanya aku yang menikmati perjalanan tahun lalu ke Amerika. Terlihat sekali bahwa Papa dan Ava menikmatinya juga.
“Bagaimana bila liburan tahun ini kita ke Amerika lagi?” tanya Ava seolah membaca pikiranku. Mama menjatuhkan sendoknya.
“Setuju! Jadi aku bisa lebih cepat pindahan,” kataku.
“Orientasimu itu bulan September, Liam. Jika kita berangkat bulan Juni, itu terlalu cepat,” kata papa.
“Papamu punya banyak pekerjaan. Dia tidak bisa tinggal di Amerika tiga bulan. Dan sekolah Ava di sini juga mulai di bulan July,” kata mama.
“Kita berempat bisa pergi, lalu papa dan Ava bisa pulang lebih dulu dan mama bisa menemaniku di sana sampai aku mulai kuliah,” kataku. Walaupun aku tahu itu sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Aku hanya mengatakan itu untuk melihat reaksi mama.
“Aku... aku juga punya pekerjaan,” kata mama tanpa memandangku.
“Bagaimana jika kita liburan ke Perth saja?” tanya papa.
“Pa, kita sudah pernah ke Perth ... tujuh kali!” kata Ava. Papa hanya mengangkat bahu.
Malamnya, setelah mama dan Ava masuk kamar dan hanya tinggal aku dan papa di ruang keluarga, aku bertanya padanya kenapa mama begitu membenci Amerika.
“Apa yang membuatmu merasa Mama tidak suka Amerika?” tanyanya.
“Bukannya itu jelas sekali?” tanyaku. “Dan bukankah itu alasannya kenapa kita tidak pernah ke sana kecuali bila perlu sekali?” lanjutku.
“Mamamu .... dia tidak suka penerbangan panjang. Itu saja,” kata papa.
“Tidak, Pa. Buktinya dia tidak masalah waktu kita berlibur ke Eropa. Dan dia senang saat kita pergi ke Selandia Baru. Dan juga kita selalu bisa menginap beberapa malam di Jepang atau Taiwan jika tidak ingin langsung ke San Francisco. Dia itu benci Amerika!” kataku.
“Dia kuliah di sana. Jadi mungkin dia bosan dengan tempat itu,” kata papa.
“Papa juga kuliah di sana. Dan sangat kelihatan papa suka Amerika. Tahun lalu papa begitu bersemangat waktu menunjukkan universitas dan tempat-tempat lain yang pernah papa kunjungi. Mama sama sekali tidak seperti itu. Ia selalu mencari-cari alasan untuk tidak keluar hotel,” kataku.
“Mungkin dia hanya lelah,” kata papa. Aku menggeleng.
“Pa, dia itu terlihat tegang sepanjang hari, setiap hari kita di sana. Dia itu selalu berjaga-jaga seolah alergi terhadap seluruh negara itu. Dia seperti yakin akan ada hal buruk yang akan terjadi di sana,” kataku.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page