Saat aku meninggalkan perpustakaan Woodland, sudah hampir pukul enam sore. Singapura memilik banyak perpustakaan bagus dan Woodland adalah kesukaanku. Area anak-anaknya didekor bagus dengan sebuah ‘pohon’ di tengah-tengah dan duduk di bawah pohon itu bertemankan cerita mengingatkanku pada saat-saat di mana hidup tidak serumit ini. Perlu waktu hampir satu jam dengan MRT dari stasiun Woodland untuk kembali ke City Hall. Saat aku tiba di Fairmont, hari sudah gelap. Aku membeli sebuah sandwich di stasiun dan berjalan ke hotel. Fairmont juga selalu memberikan kedamaian padaku. Saat aku kecil, setiap kali keluargaku berlibur ke Singapura, kami hampir selalu tinggal di sini. Ini satu lagi tempat yang mengingatkanku bahwa hidup bisa dan akan baik-baik saja. Aku memang sedang butuh merasakan hal itu. Aku mengeluarkan kartu kunciku dan berjalan ke lift. Pertanyaannya adalah, berapa lama aku dapat bersembunyi di sini? Mama dan papa pasti akan segera mencariku, atau bahkan mereka sudah mulai mencari. Cepat atau lambat aku pasti harus memberitahu mereka hal yang menggangguku ini. Bukannya aku tidak ingin memberi tahu mereka, justru ketakutanku adalah mereka sudah tahu atau bahkan adalah bagian dari semua ini.
“Ding,” lift telah tiba di lantaiku. Aku berjalan keluar. Aku harus berjalan beberapa langkah dan berbelok ke sebuah koridor yang lain untuk dapat melihat pintu kamarku. Saat aku melihatnya, aku menghentikan langkahku. Ada seseorang yang duduk di lantai koridor sambil bersandar pada dinding di dekat pintuku. Dan orang itu adalah Justin.
“Hai, Anna,” katanya. Ia lalu berdiri. Aku sempat berpikir untuk memutar tubuhku dan mulai berlari. Tapi aku tahu itu tidak berguna. Ia pasti dapat menangkapku dengan mudah. Jadi aku pun mulai berjalan lagi seolah aku tidak melihatnya di sana. Aku membuka pintu kamarku dan begitu aku masuk, aku melihat buket bunga lily besar di atas meja. Harumnya sudah memenuhi ruangan. Aku berjalan ke arah meja. “Semoga kau suka bunganya,” kata Justin sambil menutup pintu di belakangnya. Aku memang suka. Tapi tidak kukatakan karena yang telah dilakukannya tidak dapat ditebus dengan sebuket bunga lili, tidak peduli sebesar apa buketnya.
“Aku tahu apa yang kau lakukan,” kataku.
“Aku tidak tahu apa maksudmu,” katanya.
“Aku tahu kenapa kau bersikeras supaya kita menikah sebelum akhir tahun,” kataku.
“Dan... kenapa itu?” tanyanya.
“Karena pernikahan kita adalah bagian dari jual beli perusahaan. Jika kita tidak menikah, Awan Distribusindo tidak akan membeli saham Goodlife. Kau melakukan ini untuk memastikan bahwa walaupun kalian hanya mengeluarkan uang untuk membeli 45% kepemilikan, pada akhirnya kau akan punya 100%,” kataku. Aku memandangnya dengan kemarahan bergolak di hatiku dan air mata pada ujung mataku. Apa yang akan dikatakannya? Aku begitu ingin ia mengatakan itu tidak benar. Dan aku begitu ingin dia meyakinkanku bahwa semua yang dikatakan email tanpa pengirim itu hanya sampah. Tapi ia hanya berdiri di sana memandangiku.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page