Seperti biasa, orang tua Anna gembira melihat diriku. Senyum mereka begitu lebar saat melihatku datang.
“Good timing, Justin! Kita baru akan mulai makan!” kata Om Ari. Sebuah tempat sudah disiapkan untukku di samping Anna. Rupanya dia sudah bilang aku akan datang.
“Terima kasih untuk makan malamnya,” kataku.
“Kau tahu kau boleh ke sini kapan saja, bukan?” kata Tante Rosa. Aku duduk dan kami mulai makan. Percakapannya ringan. Hanya tentang hal sehari-hari dan tentang berita terkini tapi Anna lebih diam dari biasanya. Pastinya dia gugup tentang topik sensitif yang akan kita bahas berikutnya. Aku meraih tangannya di bawah meja dan meremas tangannya dengan erat. Kuharap ia tahu bahwa itu adalah janji bahwa aku akan membereskan semuanya.
Saat hidangan pencuci mulut dihidangkan, aku memutuskan untuk memulai.
“Om Ari, sebenarnya hari ini aku datang ke sini karena Anna dan aku ingin bertanya sesuatu kepadamu,” kataku. Tante Rosa langsung menegakkan duduknya dan aku sadar bahwa ia rupanya mengharapkan ini tentang hal yang sama sekali berbeda.
“Ini tentang perusahaan, Ma,” kata Anna. Rupanya ia juga telah membaca situasi.
“Oh,” kata Tante Rosa. Sebuah kekecewaan tergambar jelas pada wajahnya. Aku jadi ingin tersenyum karena baru sadar bahwa tanpa sengaja aku baru saja mendapatkan lampu hijau dari Tante Rosa untuk menikahi anak perempuannya. Ternyata malam ini lebih produktif dari yang kuharapkan.
“Kita semua tahu performa Goodlife tidak terlalu bagus akhir-akhir ini. Tentu penyebabnya banyak faktor. Tapi kami melihat bahwa salah satu cara untuk memperbaiki angka-angka itu adalah dengan membayar hutang yang besar itu pada bank. Dengan begitu beban pembayaran ke bank setiap bulan akan hilang ...”
“Tapi kita tidak punya uang untuk melakukan itu,” potong Om Ari.
“Ya, saat ini kita tidak punya. Tapi jika ada partner yang dapat menyuntikkan dana untuk membayar pinjaman bank itu ...”
“Maksudmu menjual sebagian saham perusahaan?” tanya Om Ari. Dia terlihat mulai tidak suka pada arah pembicaraan ini.
“Pa, mungkin saja ada perusahaan yang bisa bersinergi dengan kita, yang bisa menambah nilai, yang punya suatu keahlian yang tidak kita punya,” kata Anna.
“Seperti?” tantang Om Ari.
“Kami sebenarnya sudah mulai berdiskusi dengan pihak merger dan akuisisi dari bank. Mereka sudah membuat blind teaser untuk Goodlife, satu halaman informasi dengan nama perusahaan masih dirahasiakan. Ada dua perusahaan multinasional yang sudah menyatakan ketertarikan,” kataku. Aku diam sejenak untuk membiarkan informasi ini dicerna. Di bawah meja, aku masih menggenggam tangan Anna.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page