Aku tidak dapat bernapas. Aku tahu apa maksud dari bunga-bunga itu. Itu adalah pesan dari Justin tentang malam ini. Tentang bagaimana malam ini akan dapat menjadi awal dari sesuatu yang luar biasa atau malah jadi akhir dari segalanya. Bunga-bunga itu bisa menjadi yang pertama dari banyak bunga lagi, atau yang terakhir.
Aku naik ke tempat tidurku dan menguburkan wajahku pada bantal. Aku tidak tahu harus bagaimana. Akhir-akhir ini, setiap kali aku bingung, selain berbicara pada mama dan Dina, aku berbicara pada ... Justin. Dia memang begitu bisa diandalkan. Dan dia peduli. Tapi tentu saja aku tidak dapat bertanya padanya tentang malam ini. Dan aku tidak perlu bertanya pada mama atau Dina untuk tahu apa yang akan mereka katakan tentang malam ini. Mereka pasti akan menyuruhku pergi. Menurut mereka, aku dan Justin memang patut bersama-sama. Semua orang merasa seperti itu. Aku meraih Monty yang duduk di meja kecil di samping tempat tidurku dan memeluknya. Dia memang hanya sebuah boneka monyet lusuh dengan ekor botak. Tapi sepanjang ingatanku, dia selalu ada. Dia tidak selalu duduk di meja kecil ini. Bahkan yang sebenarnya, dia sempat tinggal di dalam lemari selama bertahun-tahun dan aku hampir lupa padanya. Tapi saat aku kembali untuk pemakaman Amos setengah tahun yang lalu, aku harus membongkar lemariku untuk mencari baju putih untuk kukenakan ke rumah duka, dan saat itu aku menemukannya di sudut salah satu rak. Aku segera mengirimnya ke dryclean dan sejak itu ia kuletakkan di meja di samping tempat tidurku. Aku tidak membawanya ke Amerika tapi waktu aku kembali dari sana, aku begitu senang melihat sesuatu yang sudah bersamaku sejak kecil menantiku di kamar seolah ia ada di sana untuk memberitahuku bahwa segalanya akan baik-baik saja. Aku mendekap Monty lebih erat.
Aku mendengar ketukan pada pintuku, ketukan lembut mama. Ia membuka pintu dan duduk pada tempat tidurku. Aku duduk dan bersandar pada bantal dan gulingku.
“Apakah... kamu sedang bertengkar dengan Justin?” tanyanya. Aku melihat kekuatiran yang begitu dalam pada wajahnya seolah langit akan runtuh bila aku sedang ribut dengan Justin.
“Tidak,” kataku. Air mukanya langsung berubah tenang. Ia tersenyum. Aku sudah tahu orang tuaku memang menyukai Justin tapi rasa suka itu begitu besar dan itu menggangguku. Terutama akhir-akhir ini. Mereka selalu saja Justin ini Justin itu seolah setiap saat mereka harus bertanya Apa Yang Akan Justin Lakukan. Mereka tersenyum lebih lebar bila ada Justin. Mereka menertawakan semua lelucon Justin termasuk yang tidak lucu sama sekali. Kau akan dapat merasakan ruang makanku bergetar dengan gembira setiap kali Justin masuk ke dalamnya. Tapi bukankah itu semua lumrah setelah semua yang Justin lakukan?
“Oh, aku sudah lama tidak melihat monyet itu!” kata mama dan senyumnya melebar. “Aku tidak tahu kau masih menyimpannya. Tapi tentu saja kau menyimpannya. Apakah Justin tahu kau masih menyimpannya?” tanyanya. Aku tidak mengerti pertanyaannya. Kenapa Justin harus tahu bahwa aku punya boneka monyet ini?
“Kenapa Justin harus tahu?” tanyaku. Mama mengangkat sebelah alisnya dan melihatku dengan pandangan heran.
“Loh, dia yang memberikan monyet itu padamu!” katanya.
“Ini.. dari dia?” tanyaku. Lalu aku memandang Monty. “Bukannya aku mendapat ini dari... dari rumah temanmu.. yang di luar kota itu?” tanyaku. Suaraku melemah karena aku lalu sadar bahwa yang dikatakan mama benar. Aku memang mendapatkan ini dari Justin. Itu dia! Anak lelaki di ruangan itu di rumah itu. Itu Justin. Kenapa aku tidak menyadari ini sebelumnya? “Oh, ya, ini dari dia,” kataku.
“Kukira kau masih menyimpannya karena itu,” kata mama. Aku menggeleng. “Jadi.. kau baru sadar itu .. sekarang?” tanyanya. Aku mengangguk. “Wah!” kata mama. Aku melihat ke arah jam dinding. Sudah hampir pukul tujuh. Aku tidak tahu harus merasa apa tentang Justin. Tapi aku tahu jika ia tidak berada di dalam hidupku, itu sesuatu yang buruk. Paling tidak, buruk bagi orang tuaku. Aku mendesah.
“Aku.. aku harus pergi,” kataku.
“Kemana?” tanya mama.
“Aku akan pergi makan malam,” kataku. “Dengan Justin,” tambahku. Mama tersenyum. Ia tersenyum dengan seluruh wajahnya. Tidak, ia tersenyum dengan seluruh tubuhnya seolah ia sepuluh tahun lebih muda dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan sama sekali. Mungkin itu berarti aku sedang melakukan hal yang benar.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page