Ada dua hal yang sangat disukai Mama, di samping Papa,
Amos dan aku, tentunya. Dua hal itu adalah sepatu dan jam tangan. Susah bagiku
untuk membelikannya sepatu karena seleranya sangat spesifik dan dia harus
mencoba mengenakan sepasang sepatu selama sedikitnya lima belas menit sebelum
memutuskan itu cocok atau tidak. Dan karena ia 14,000 kilometer jauhnya, memang
lebih mudah jika aku membelikannya jam tangan saja. Tidak, aku bukan sedang
membelikan hadiah ulang tahun untuknya. Ulang tahunnya masih lama. Aku
membelikannya jam tangan dengan harapan itu akan membuatnya lebih tenang ketika
aku memperkenalkan Dayton saat aku pulang musim panas ini. Tentu saja ini tidak
masuk akal. Apapun oleh-oleh dariku, tidak peduli semahal apapun, itu tidak
akan mengubah Dayton menjadi sosok calon menantu ideal. Jam tangan ini hanya
pengalihan perhatian, sebuah bahan percakapan tambahan saat suasana jadi
terlalu canggung. Dan aku tahu pasti bahwa suasana akan menjadi canggung.
Tidak mudah juga memilihkan sebuah jam tangan untuk
mama karena dia sudah punya banyak. Tapi mata-mataku Amos mengatakan bahwa ia
baru saja melihat-lihat jam tangan kulit Bvlgari Serpenti tapi tidak jadi
membelinya karena toko di Jakarta hanya punya yang berwarna hitam dan merah
sedangkan ia memerlukan yang berwarna hijau supaya serasi dengan gaun malam barunya.
Jadi di sinilah aku, di counter Bvlgari di Neiman Marcus, melihat-lihat
Serpenti berwarna hijau ketika aku melihatnya.
Izzy, sepupu Dayton, berjalan melewatiku.
“Izzy?” panggilku. Ia menoleh dan terkejut melihatku di
sana.
“Anna?” tanyanya. Aku menangguk.
“Apa kabar?” tanyaku.
“Baik,” katanya sambil maju untuk memelukku. Lalu ia
memandang ke arah beberapa jam tangan di atas counter yang sedang kulihat.
“Sudah bosan dengan ... jam Rolex mu?” tanyanya.
“Oh, ini bukan untukku. Aku sedang mencarikan jam
tangan untuk mamaku,” kataku. Ia memandangku dan aku tidak tahu apakah itu
pandangan terkesima atau bingung.
“Apakah...apakah kau mau minum teh?” tanyanya. Aku
cukup kaget atas ajakan itu karena kami toh tidak dekat. Tadinya kukira dia
hanya akan mengucapkan beberapa kalimat tentang cuaca dan lalu pergi.
“Baiklah. Tapi aku harus membayar ini lebih dahulu. Kau
mau menunggu sebentar?” tanyaku.
“Tidak masalah. Aku juga perlu membeli sesuatu di
counter Estee Lauder. Bagaimana jika kita bertemu di NM limabelas menit lagi?”
tanyanya. NM adalah cafe kecil di dalam Neiman Marcus yang menjual minuman dan
makanan ringan.
“Ok,”kataku.
Aku yang tiba di NM lebih dulu dan Izzy datang lima
menit kemudian. Setelah kami menyebutkan pesanan kami pada pelayan, kami pun
ditinggal berdua dan aku mulai merasa canggung. Tapi sebelum keheningan itu
menjadi terlalu panjang, ia mulai berbicara. Ia bercerita tentang suaminya,
tentang Luke, anaknya. Kebanyakan tentang anaknya. Aku dapat merasakan betapa
ia mencintai anaknya itu. Lalu ia menceritakan sedikit tentang masa kecil
Dayton dan tentang ayah Dayton yang petugas pemadam kebakaran. Namun tiba-tiba
saja, di tengah muffinku dan croissannya, ia terdiam. Lalu ia mulai berterima
kasih padaku.
“Anna, aku... aku benar-benar ingin berterima kasih
padamu karena sudah mau jadi kekasih Dayton,” katanya.
“Oh... tidak perlu berterima kasih,” kataku.
“Oh harus! Kau tidak sadar bahwa itu amat berarti bagi
Dayton, lebih berarti dari yang kau kira,” katanya dengan suara rendah. Ia lalu
mengedarkan pandangannya berkeliling seolah untuk memastikan bahwa tidak orang
yang duduk cukup dekat sampai dapat mendengarkan apa yang akan dikatakannya
padaku. Setelah ia yakin, ia memajukan tubuhnya ke arahku. “Biar kuberitahu
rahasia ini. Ini adalah rahasia keluarga kami,” katanya. Lalu ia menjelaskan
sesuatu yang terdengar begitu aneh tentang aturan pembagian warisan Grandma
Qing dan bagaimana tanpa kusadari aku telah membantu Dayton untuk memastikan
dia mendapatkan bagiannya.
“Oh, tapi aku bukan tunangannya,” kataku dengan cepat.
“Yah, saat ini memang belum,” katanya sambil
mengedipkan sebelah matanya seolah tahu bahwa keadaan tidak akan terus seperti
ini. Tapi aku tahu dia salah. Ya, Dayton dan aku memang saling mencintai. Tapi
kami berdua tahu bahwa jalan kami masih panjang. Belum waktunya bagi kami untuk
memikirkan pernikahan. Dan aku tahu Dayton. Ia tidak akan menggunakan diriku
untuk mencari keuntungan finansial.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page