Walaupun Anna bukan kekasih pertamaku, anehnya, aku
tidak pernah merasakah apa yang kurasakan dengannya ini dengan orang lain
seolah cinta itu seperti es krim, punya banyak rasa. Sebelumnya aku belum
pernah merasa begitu ingin melindungi seseorang seperti ini. Mungkin karena
Anna hampir delapan tahun lebih muda dariku sedangkan kekasihku yang terdahulu,
Jessica, seumur denganku. Sebenarnya Anna tidak memerlukan perlindungan atau
apa. Dia wanita yang mandiri dan malah lebih dewasa dari usianya. Dia sangat
terbiasa melakukan segalanya sendiri. Kulihat murid-murid asing biasanya memang
seperti itu. Tapi aku suka mengerjakan sesuatu untuknya. Mungkin aku ingin
supaya dia membutuhkan diriku. Aku membawa mobilnya ganti oli padahal belum
perlu diganti sampai sedikitnya bulan depan. Aku yang pergi untuk membetulkan
vacum cleanernya yang rusak.
“Dayton, aku bisa melakukannya sendiri. Kau ini kekasihku,
bukan orang maintenance,” katanya selalu. Aku suka setiap kali dia menyebutku
sebagai kekasihnya. Dadaku seolah mengembang dan jika aku burung merak, pasti bulu-buluku
sudah mekar.
“Anna, aku kekasihmu. Jadi lumrah saja bila aku
membantumu. Dan lagi kau juga sering kutitipi beli ini itu di supermarket,”
kataku. Aku juga suka menyebut diriku sebagai kekasihnya. Aku selalu mencari
kesempatan untuk mengatakan itu seolah aku ingin semua orang di dunia tahu.
“Itu beda karena aku toh sedang sekalian beli barangku
juga,” debatnya. Dan aku akan menciumnya supaya ia tidak membantah lagi. Dan
aku suka menghabiskan waktu bersama-sama dirinya. Aku suka memandangnya membaca
buku teksnya dengan seksama atau mengetik pada laptopnya dengan penuh perhatian
seolah laptop itu seekor kelinci yang akan melompat pergi bila ia berkedip.
Bahkan partikel-partikel yang beterbangan di sekelilingku seolah lebih cerah
bila ia ada di sana. Dan aku suka fakta bahwa aku dapat menciumnya kapan saja
aku mau. Aku menggunakan dirinya sebagai hadiah setiap saat. Aku akan
mengatakan pada diriku sendiri bahwa setelah aku selesai menilai setumpuk ujian
ini, aku dapat berdiri, berjalan ke arahnya untuk menciumnya. Tidak, tidak
pernah aku berhasil menunggu sampai semua kertas itu selesai kunilai. Tapi aku
memaksa diriku untuk paling tidak menilai setengahnya sebelum menghampirinya
karena jika tidak, perhatianku akan teralihkan dan aku tidak akan menilai
kertas ujian ini sama sekali.
Benar yang dikatakan orang bahwa seluruh dunia
tersenyum padamu saat kau dimabuk cinta. Karena bahkan Nenek Qing tidak lagi menyalahkanku
terlalu banyak hari-hari ini. Aku mengajak Anna ke perayaan ulang tahun Nenek
bulan January kemarin. Itu adalah kali pertama Anna bertemu dengan keluargaku
sebagai kekasih sungguhanku. Tentu saja hanya kami berdua yang tahu itu. Kami
dan ibuku. Dan ketika tiba saatnya untuk mengambil foto keluarga, Nenek meminta
Anna untuk ikut seolah ia yakin Anna selamanya akan jadi bagian dari hidupku.
Aku tentu saja berharap seperti itu. Setiap kali Anna bertemu dengan
keluargaku, aku tidak bisa tidak memikirkan kapan tiba giliranku untuk bertemu
dengan keluarganya. Aku harus menemaninya pulang ke Indonesia liburan musim
panas nanti. Persetujuan dari keluarganya penting bagiku. Karena yang sejujurnya,
sebelum aku memastikan dirinya akan ada di sana sebagai bagian dari masa
depanku, aku tidak benar-benar menantikan semua hari esok itu.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page