“Oh iya,” kataku. Dan aku mencoba tersenyum. Karena memang harusnya aku tidak keberatan jika dia pulang ke negaranya untuk liburan musim panas, bukan? Tapi aku keberatan. Walaupun aku tahu aku tidak punya hak untuk merasa keberatan. Anna tersenyum dan mengembalikan kertas print out itu padaku.
“Prof, harusnya ini tadi aku yang bayar. Karena aku kan masih berhutang 2 teh,” katanya.
“Ah, tidak perlu dihitung seperti itu,” kataku.
“Tapi aku benar-benar berhutang. Kau harus membiarkanku membayarnya dengan suatu cara,” katanya. Aku hanya tersenyum. Jika saja aku dapat membuatnya tahu bahwa tidak ada yang tidak akan kulakukan untuknya. Lalu ponselku berbunyi. Sudah hampir kutolak tapi lalu aku melihat nama July pada layar ponsel. July adalah teman lamaku dan aku memang perlu mengingatkannya tentang sesuatu. Maka aku permisi pada Anna untuk menerima telpon.
“Dayton?”
“Hai, Jul. Ingat Kamis ini ya,” kataku.
“Tentang itu. Aku Kamis tidak bisa,” katanya. Oh tidak! Kamis ini adalah makan malam keluarga di tempat nenekku. Nenek Qing generasi pertama imigran dari China. Pemikirannya sangat konservatif. Dia tipe orang yang mengharapkan kau datang dengan pasangan dan bila datang sendiri, ia akan langsung berasumsi ada yang salah pada dirimu. Jadi sejak Jessica meninggalkanku setelah aku kehilangan pekerjaanku, July yang selalu berpura-pura menjadi pasanganku setiap kali ada acara keluarga dengan Nenek Qing.
“Jul, kau tidak bisa batal tiba-tiba seperti ini. Bagaimana caraku mencari seseorang dalam waktu dua hari?” tanyaku. Walaupun tiba-tiba aku menyadari bahwa ada seseorang yang amat tepat yang sedang duduk di hadapanku.
“Orang tua Danny datang. Aku harus makan dengan mereka,” katanya. Danny adalah kekasihnya. “Dan Day, kau harus cari kekasih palsu lain. Danny sudah mulai keberatan kau menggunakan kekasihnya seperti ini,” lanjutnya.
“Yah, bila Danny keberatan, ya sudah,” kataku.
“Day, apakah kamu akan baik-baik saja?” tanyanya.
“Iya, tidak usah kuatir. Titip salam untuk Danny,” kataku.
“Baik. Maaf aku batal di detik terakhir. Semoga kau menemukan seseorang untuk diajak,” katanya.
“Ya,” kataku dan kami menutup telpon. “Maaf,” kataku pada Anna.
“Tidak apa,” kata Anna. Lalu aku memandangnya. Apakah sebaiknya aku memintanya untuk pergi denganku? Apakah itu akan menyulitkan dirinya? Sebenarnya, apakah boleh aku mengajaknya ke rumah Nenek Qing? Itu toh bukan tempat umum. Paman Paul juga tidak akan ada di sana karena dia adalah kakak ayahku dan hanya akan ada keluarga dari pihak ibuku di rumah Nenek Qing.
“Apakah... ada sesuatu yang salah?” tanya Anna. Mungkin aku diam terlalu lama. Dan tiba-tiba aku begitu ingin mengajaknya. Aku membutuhkannya di sisiku saat aku menghadapi Nenek Qing hari Kamis nanti.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page