Apa yang kau lakukan itu tidak pernah menjadi
masalah. Yang menjadi masalah adalah
berapa lama kau harus melakukannya. Coba saja angkat segelas air dengan
tanganmu lurus di depanmu atau di samping tubuhmu. Sama sekali tidak susah.
Siapa saja dapat melakukannya, termasuk anak kecil. Tapi, pernahkah kau mencoba
untuk melakukannya selama satu hari? Atau bahkan selama satu jam saja? Cobalah
dan kau akan mengerti maksudku. Segala sesuatu akan jadi sulit bila kau tidak
tahu kapan itu akan berakhir. Tapi segalanya akan dapat ditahan bila kau tahu
itu hanya sementara.
Kurang dari sebulan lagi semester musim gugur ini akan berakhir dan setelahnya Anna
bukan lagi mahasiswi Foothill. Itu hal yang pertama hadir di benakku saat aku
bangun dan yang kupikirkan terakhir sebelum aku tidur. Dan hari-hariku
tiba-tiba menjadi begitu terang walaupun matahari sudah sering bersembunyi
sebagai persiapan datangnya musim dingin.
Aku sering berpapasan dengannya di kampus. Itu
sebenarnya bukan hal yang kebetulan walaupun Anna berpikir demikian. Aku sudah
hafal jadwal kelasnya jadi mudah saja bagiku untuk “berpapasan” dengannya.
Bahkan dalam dua menit aku akan berpapasan dengannya lagi. Tepat seperti yang
kuharapkan, itu dia! Dia baru keluar dari kelas terakhirnya hari itu. Matanya
melebar ketika melihatku berjalan ke arahnya. Atau apakah itu hanya imajinasiku
saja? Aku sudah menantikan pertemuan ini sepanjang hari. Ia tersenyum. Dan
seluruh tubuhku seolah membalas senyuman itu. Ia selalu punya dampak seperti
itu pada diriku.
“Hai, Profesor Lee,” katanya.
“Oh, hai, Anna,” kataku, berpura-pura itu adalah sebuah
kebetulan yang manis. “Mau minum teh? Kecuali bila kau masih ada kelas lagi,”
kataku. Padahal aku tentu saja tahu dia tidak ada kelas lain lagi.
“Boleh. Aku tidak ada kelas lagi,” katanya. Dan seraya
ia berjalan di sampingku, aku merasa tidak ada hal di dunia ini, apapun juga,
yang dapat menjadi berantakan. Segalanya akan baik-baik saja.
Ada dua tempat minum kopi (yang juga menyediakan teh)
di Foothill. Keduanya bernama KJ’s Cafe. KJ yang lebih besar dan lebih ramai
terletak di dekat gedung Administrasi, yang lebih kecil dan lebih sepi terletak
di dekat salah satu tempat parkir. Kali ini kami pergi ke tempat yang lebih
kecil. Kami belum sampai pada tahapan di mana aku dapat dengan leluasa
mengajaknya pergi keluar kampus dengan mobilku. Naik mobil bersama ke tempat
lain itu seperti menyatakan bahwa kami memang bersama-sama dan aku takut ia
belum siap untuk itu. Aku sendiri sangat siap dan menginginkan itu lebih dari
apapaun. Tapi aku juga sadar bahwa jika aku sampai kehilangan pekerjaan ini,
aku tidak tahu harus ke mana.
“Jadi, bagaimana persiapan untuk ujian akhir yang
tinggal sebentar lagi?” tanyaku setelah kami berdua duduk dengan teh kami
masing-masing. Hanya ada satu murid lain di tempat itu.
“Beres, Prof,” katanya. Aku mengeluarkan selembar print
out komputer dari salah satu mapku dan meletakkannya di hadapannya.
“Program internship musim panas di Apple,” kataku.
Tidak ada salahnya berjaga-jaga, bukan? Dengan begini, jika pamanku atau ada
dosen lain yang masuk ke sini dan melihat kami bersama, aku jadi punya bukti
bahwa aku hanya sedang membantu seorang murid mencari program magang. Anna memandang
print out itu.
“Menarik, Prof. Tapi ...” ia berkata.
“Ini bahkan magang yang dibayar!” potongku.
“Ya, aku tahu. Tapi ... aku akan pulang liburan musim
panas nanti,” katanya.
Itu lagi. Sebuah dinding tebal tinggi di hadapanku yang
tadinya kukira tidak ada. Mungkin memang seperti itu, saat kau sedang begitu
bahagia karena satu hal, kau lupa hal yang lain. Dan hal yang kau lupa biasanya
akan kembali menghantammu di saat yang tidak kausangka-sangka.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page