Biasanya aku tidak menggubris tips atau laporan tanpa nama pengirim yang jelas. Tapi yang satu ini menyangkut darah dagingku sendiri, Dayton. Dayton memang bukan anakku. Dia anak adikku tapi dia memang sudah kuanggap seperti anakku sendiri sejak ayahnya meninggal saat ia masih di sekolah dasar. Itulah sebabnya aku harus melakukan sesuatu setelah apa yang terjadi padanya. Setelah kehilangan pekerjaannya, kerjanya hanya bermabuk-mabukan saja. Jika aku tidak terbang sendiri ke pesisir timur untuk memaksanya pulang, jika aku tidak memberinya pekerjaan mengajar ini, pastinya dia sudah jadi gelandangan yang tidur di tepi jalan. Demi adik dan ibuku, tentunya aku tidak dapat membiarkan itu terjadi. Aku menekan nomor Amanda.
“Ya, Paul?” jawab Amanda.
“Amanda, tolong cek jadwal mengajar Dayton dan minta dia untuk kemari sebelum dia meninggalkan kampus,” kataku.
“Baik.Oh, Paul, Dekan Kurt Hueg sedang menuju ke sini untuk bertemu denganmu. Dia tidak punya janji tapi katanya penting,” kata Amanda. Sebagai Dekan jurusan Bisnis, Kurt adalah atasan langsung Dayton.
“Dia tidak bilang perihal apa?” tanyaku.
“Katanya sebaiknya ia menceritakannya padamu langsung,” katanya.
“Baik. Suruh masuk begitu ia tiba,” kataku. Aku suka Kurt. Ia mengerjakan tugasnya dengan baik. Ia mendapatkan pengajar-pengajar yang baik untuk jurusan bisnis. Dan lagi, aku masih berhutang padanya karena memaksanya untuk memberikan pekerjaan pada Dayton. Memang dengan gelar S3 Dayton dari Columbia, kualifikasinya lebih dari cukup. Tapi dia tidak punya pengalaman mengajar, dan dengan riwayat kerjanya yang jauh dari baik, jelas sekali Kurt hanya berusaha membantuku saat ia menerima Dayton. Aku mendengar tiga ketukan cepat Amanda pada pintuku dan pintu itu terbuka. Amanda mengangguk dan membiarkan Kurt masuk.
“Paul, aku mendapatkan email tanpa pengirim yang mengganggu,” katanya setelah Amanda menutup pintu kantorku. Aku menarik napas panjang. Rasanya aku tahu ke mana arah pembicaraan ini.
“Aku juga dapat email yang sama,” kataku.
“Tentang Dayton?” tanyanya. Aku mengangguk. “Aku harus bagaimana?” tanyanya. Aku memandangnya dan sedang memikirkan jawaban yang tepat ketika telpon kantorku berbunyi. Nomor extension Amanda tertera pada layarnya.
“Ya?” jawabku.
“Keponakanmu baru selesai mengajar dan ia dalam perjalanan ke sini,” katanya.
“Baik. Terima kasih,” kataku sambil meletakkan telponku. “Dia sudah menuju kemari. Biar kita tanya langsung kepadanya,” kataku pada Kurt. Aku mencetak email yang mengganggu itu dan menunggu Dayton.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page