###BAB 5 (START)###
Inilah hari kedua Anna bekerja sama dengan para iblis. Matahari pagi membangunkan seisi rumah Anna. Hari ini pagi yang cukup menyenangkan bagi Anna, mungkin karena hari dimana Anna biasanya terbangun seorang diri sekarang dia didampingi oleh keluarga barunya. Anna membuka matanya dan melihat Vos dengan wajah tidurnya, Anna sangat terkejut melihatnya.
Vos juga terbangun, membuka matanya, lalu berkata “Hmmnnn? Pagi Anna...apa ini mimpi? Mengapa kau terlihat cantik di pagi hari?” setelah sepuluh detik, Vos baru tersadar kalau itu bukan mimpi, “HUAAAA!!!”
Anna berbalik arah menutupi wajahnya dengan selimut futonnya, mencoba bersembunyi. Dia tidak menyangka wajah tidur Vos bisa seindah itu, bahkan badannya Vos terpampang jelas seolah cokelat yang siap dimakan. Anna berpikir Vos yang selama ini berhati lembut kepada semua orang termasuk dia sendiri tidak terlalu khawatir dengan badannya tetapi apa yang terpampang itu jelas sekali badan seorang lelaki gagah yang selalu berolahraga.
Luna berdiri menyaksikan kejadian memalukan mereka berdua, “HAHAHAHAH! Lucu sekali kamu, Vos.“
Vos kesal dengan kejahilan Luna, dia marah dengan wajah merahnya, “Kau...ini pasti perbuatanmu ya!”
Luna menjulurkan lidahnya mengejek Vos lalu segera ke meja kerjanya, “Aha, Vos lagi marah!”
Vos bangun dari futonnya, dia pun memukul kepala Luna lembut. Ketika Anna berusaha bangkit dari kasurnya, dia mencium aroma masakan dan juga suara mesin jahit yang dilakukan Ibu Vos bersama Elly disampingnya memotong kain sesuai pola pada baju.
“Astaga, kalian semua ternyata sudah bangun lebih awal,“ ucap Anna melihat seisi ruang itu.
“Bukan semua, Latzier masih tertidur, kok,“ ucap Vos membalas perkataan Anna.
Anna melihat ke ujung, anak lelaki dengan rambut yang acak-acakan masih terlelap bersama bantalnya yang entah bagaimana bisa didapat. Dia tertawa kecil melihat wajah imut Latzier tetapi kemudian dia teringat dengan wajah Vos tadi pagi, Anna tersipu malu lalu berusaha menghilangkan ingatannya, dia melihat Ibu Vos dan Elly yang sedang sibuk dengan proses menjahit.
“Ibu Vos dan Elly, biarkan aku juga membantu,“ ucap Anna berdiri mengambil kain dan gunting dari rak alat jahit.
“Sudahlah, Nak. Kami hanya menunggumu bangun dari tidurmu kok, sepertinya kamu nyaman sekali tertidur bersama putraku hoho, “ucap Ibu Vos dengan tertawa kecil.
“Bukan begitu!” ucap Vos dan Anna bersamaan, mereka saling melihat satu dengan yang lainnya lalu sama-sama memiliki wajah semerah tomat.
Elly yang melihat mereka berdua tidak tahan lalu berkata, “Astaga, pacaran saja lah kalau kalian terus bertatapan begitu, “ejeknya sambil meneruskan menggunting pola yang telah dibikinnya.
Anna berbalik arah berusaha menutupi wajahnya, begitu juga Vos memaling wajahnya tersipu malu melihat wajah Anna barusan.
“Makanan sudah siap, “ucap Tony dari bawah memanggil orang di lantai dua yang asyik ribut.
Anna menjawab, “Iya, iya,“ lalu turun kebawah disusul ibu Vos, Elly, Vos, dan Luna yang mengendong Latzier.
Sesampainya di bawah, semua lansung tahu apa yang harus mereka kerjakan. Vos membantu Tony menaruh masakan ke meja, Anna mengangkat piring, Ibu Vos mengangkat gelas yang berisi air, Elly menyediakan sendok dan garpu, sedangkah Latzier hanya tertidur di meja.
Ketika semua sudah tersedia di meja, Tony memulai perjamuan makan mereka sambil mengangkat gelas ke atas, “Untuk Anna!”
Anna sempat kaget mendengar namanya sendiri tetapi satu persatu orang di meja makan itu termasuk Latzier dengan wajah mengantuknya mengangkat gelas mereka dan menyahut, “Untuk Anna!”
“Untuk Anna!” ucap Anna sambil mengangkat gelasnya ke atas.
Semuanya meminum gelas itu lalu menyantap makanan mereka. Sembari makan, Latzier tiba-tiba saja bertanya, “Sebenarnya apa hubungan nona dengan pangeran kemarin itu?”
Semuanya tampak terkejut melihat Latzier memulai pembicaraan, Anna berhenti sejenak dari santapannya, dia menjawab, “Dengar teman-teman ini terdengar gila tetapi aku sesungguhnya juga tidak tahu mengapa Christopher suka mengunjungiku, aku tidak tahu apa yang dia incar padahal aku bukan tokoh utamanya”.
“Tokoh utama? Apa maksudmu?” tanya Elly pada Anna sambil menyantap makanannya.
“Apa kalian akan percaya bahwa aku bukan berasal dari dunia ini? Dan sebenarnya aku yang awalnya tukang masak malah harus menjadi cupid pangeran Fuerst itu dengan nona Avicenna?” tanya Anna memandangi orang-orang yang duduk bersamanya di meja makan.
Semuanya tersenyum seakan mengerti dan bukan kejutan besar, Elly menjawab, “Kau terlahir kembali ya? Huft, dasar para dewa sesukanya saja memberimu tugas”.
“Eeh?” tanya Anna bingung melihat reaksi biasa dari semua orang, “Tidakkah harusnya kalian bingung?”
Ibu Vos tertawa kecil lalu berkata, “Dewa, Dia dari dulu berbuat sesuka hati pada manusia, jika dosa mereka sangat besar, mereka masuk neraka. Jika dosa mereka kecil, mereka terlahir kembali. Itu semua berkat kemurahan sang Dewa, katanya. Padahal kami tahu Dewa hanya suka berbuat sesukanya, kasusmu bukanlah kasus pertama, Anna”.
Anna akhirnya mengerti bahwa dirinya tidak sendirian di dalam dunia ini, membayangkan ada orang lain yang juga dipermainkan Dewa membuat Anna kesal.
“Aku menantang Dewa! Kita kacaukan dunia ini dengan pakaianku dan masakanku!” seru Anna mengangkat gelasnya lagi ke atas.
Semua orang di ruangan itu tersenyum melihat Anna, mereka juga mengangkat gelas mereka ke atas, mereka semua menikmati makanan itu layaknya perayaan gerakan kemerdekaan mereka dari sang Dewa.
Seusai makan, mereka semua meletakkan piring mereka ke ember.
“Ayo, semuanya! Mari kita bereksperimen!” seru Anna menunjuk ke lantai dua.
Semuanya mengangkat tangan ke atas menyerukan, “Siap!” termasuk Laztier walaupun matanya tertutup dan tidak bersemangat.
Ibu Vos, Elly, dan Luna yang mengangkat Latzier menaiki tangga ke atas.
Anna melihat tumpukan piring itu. Ketika ingin menaruhnya ke ember, Tony dan Vos malah membantunya, “Masalah masakan serahkan saja pada kami, kau bergabunglah dengan para wanita, Anna, “ ucap Tony.
“Ah..terima kasih banyak kalian semua...aku senang sekali, semangat!” ucap Anna sambil tersenyum.
Vos tersipu malu melihat senyum Anna yang begitu cantik sedangkah Tony tersenyum melihat kelucuan pasangan kikuk ini.
“Ayo, Vos, kita cucikan piring ini di perkarangan,” ucap Tony mencoba merusakan suasana indah itu.
Vos sempat terkejut lalu berkata, “Eh? Ah, baiklah” lalu mengangkat piringnya satu persatu.
Anna pun pergi ke lantai dua untuk membantu para wanita yang sedang asyik menjahit bajunya.
Setelah semua piring masuk ke dalam ember, Tony dan Vos mengangkatnya ke perkarangan untuk mencuci piring itu lebih leluasa.
Tony menggunakan kekuatannya untuk menciptakan sabun dan sabut, “Keluarlah, sabun dan sabut!”
Sabun dan sabut pun muncul di kedua tangannya, Vos takjub dengan kekuatannya Tony berkata, “Wah, kekuatanmu masih sehebat yang dulu, ya?”.
Tony mulai menghidupkan keran air lalu mengosok piring bekas makanan, dia berkata, “Bagaimana denganmu? Apakah kekuatanmu sudah kembali?”
Vos menggelengkan kepalanya sambil menaruh tiap piring yang dicuci ke dalam ember, “Belum, aku masih harus menggunakan buku sihir”.
“Dasar memang si kakek tua itu...” gerutu Tony sambil mencuci, “Bagaimana dengan Gabby?”
Vos diam sejenak sambil tetap menaruh piring ke dalam ember, “Dia tidak apa-apa...”
“Oh iya? Jangan terlalu banyak terlibat lagi dengan kaum malaikat itu, aku tidak tau apa yang direncakan perempuan berambut kuning itu tetapi hubungan kita dengan malaikat sudah ditakdirkan tidak pernah baik, Vos! Ingat itu!” ucap Tony sambil menyuci piring-piring yang betumpukan.
Vos terdiam sebentar setelah mendengar ucapan Tony, dia meneruskan pekerjaanya Menyusun piring-piring ke ember dengan muka jengkel, “Kau berisik sekali”.
--------------
“Selamat siang, Nona Anna!” seru suara pria dari arah bawah, Anna yang masih menyelesaikan desainnya bersama Luna pun heran akan suara itu, mereka pun melihat ke arah luar jendela lantai dua. Mereka mendapati seorang pria dengan baju sederhana tetapi terlihat bersinar seperti matahari di pagi hari, dia tidak lain dan tidak bukan adalah matahari muda kota Fuerst, Christopher Fuerst.
“Disitu kau rupanya, apakah nona lagi-lagi menutup kedai nona?” tanya Christopher sambil tersenyum melihat ke arah Anna dan Luna.
“Astaga, senyumnya! AKU INGIN MEMANGSA---,” perkataan Luna lansung berhenti setelah melihat wajah Anna yang tidak menyukai kedatangan Christopher.
“Yaampun, Anna. Kalau aku jadi kamu, aku tidak akan menyia-nyiakan usahaku mencomblangi pangeran itu dengan putri itu,” ucap Luna dengan nada menggerutu.
Anna tidak tau harus bagaimana menghadapi pangeran yang tidak jelas ini, dia memikirkan ide.
“ITU DIA!” teriak Anna setelah menemukan ide bagus.
“Ada apa?” tanya Luna keheranan.
Anna menepuk tangannya keras untuk menangkap perhatian seluruh orang di lantai dua itu, tatapan mata Anna mulai membara, “Saatnya memakai kostum A!”
Semua orang di lantai dua itu terkejut karena kostum yang dimaksud Anna seharusnya dipakai setelah acara minum teh, ini lebih awal dari rencana seharusnya.
“Kau yakin, Anna?” tanya Elly kepada Anna sambil menyiapkan baju dan celana bewarna hitam.
“Mungkin setelah melihatku dia akan menyerah, lakukan saja!” perintah Anna dengan nada penuh percaya diri.
Semua di ruangan itu mengangguk. Anna memakai pakaiannya, dibantu oleh makeup oleh Luna, lalu aksesoris oleh Elly.
Elly, Luna, dan Ibu Vos takjub dengan penampilan Anna yang serba hitam seperti penyembah setan. Apalagi ini kota Fuerst, semua wanita wajib memakai gaun tetapi revolusi memakai celana ini sepertinya akan digelorakan oleh Anna.
“Wow, kurasa kalau kau sekarang dipanggil istri anakku, semua orang di neraka akan percaya, hahaha,” ucap Ibu Vos dengan nada bercanda.
Anna tersenyum, dia memeluk Ibu Vos, “Terima kasih, tante.”
Luna mendorong Anna turun ke tangga, “Cepatlah! Pangeranmu menunggu terlalu lama di bawah.”
“Iya, iya, santai sajalah!” ucap Anna dengan nada menggerutu.
Ketika sampai ke lantai satu, Anna dan Luna melihat Vos dan Tony, mereka juga terpanah dengan penampilan Anna.
Vos lansung mendekati Anna, “Aku kira kau akan memakai ini nanti…”
Anna menatap mata Vos yang terlihat khawatir pada Anna, dia pun berusaha menenangkan Vos, “Tenanglah, ini agar si pangeran bodoh itu mengangapku cewek sembarangan, dia pasti akan menyerah!”
“Begitukah? Aku tidak yakin, soalnya sekarang ini kau terlihat cantik sekali,” ucap Vos dengan senyum dan nada lembut.
“Haiyaaa! Kalian main drama suami istrinya nanti saja, Anna harus pergi sekarang!” seru Luna menarik tangan Anna ke arah pintu keluar kedai.
“Anna, berhati-hatilah, dia bukan manusia sembarangan,” ucap Tony dengan wajah menegangkan.
“Apa maksudnya itu?” tanya Anna tetapi dia sudah terlanjut ditarik Luna keluar, “Cepatlah, Anna!”
Pintu terbuka, aura bagaikan sinar mentari Christopher meresap ke dalam, mata Luna memerah seakan ingin memakan Christopher sedangkah Christopher sendri masih terkejut melihat penampilan Anna.
“Haahh…untung saja aku menyiapkan ini,” Anna mengambil kain dari kantong celananya, lalu menutupi mata Luna dengan kain tersebut.
“Ooohh? Ehh disini gelap!” ucap Luna dengan tingkah kekanak-kanakan, Tony menarik tangan Luna masuk ke dalam kedai, “Kau, malu-maluin saja,” lalu menutup pintu kedai.
Suasana terdiam sebentar lalu diganti denan tawa Christopher dan Anna bersamaan. Anna melihat Christopher yang tertawa membuat diri Anna senang tetapi Anna mengingat lagi tujuannya.
“Apa yang kau lakukan disini, Pangeran yang tidak punya kerjaan?” sindir Anna.
Christopher menyengir kecil mendengar sindiran Anna, “Kau sendiri apa yang kau lakukan, nona koki? Sudah dua hari kedaimu tutup.”
“Hohoho, kenapa tidak kau urusi saja calon istrimu yang gila itu daripada mengurusiku? Tampaknya waktumu terlalu banyak sampai-sampai kau selalu keluyuran dimana-mana ya?”
“Mengenai itu…sebenarnya apa yang terjadi padamu? Siapa orang-orang baru di rumahmu? Sejak kapan kau dekat dengan Vanni?” tanya Christopher beruntut.
“Sejak kapan apapun yang kulakukan harus kulapor padamu? Ini tidak ada kaitannya denganmu,” ucap Anna ketus sambil berjalan ke depan menjauhi Christopher.
“Begitukah? Bahkan setelah aku mengetahui rumahmu menyimpan iblis sekalipun?” ucap Christopher dengan nada mengancam sambil mengikuti langkah Anna.
Anna sempat terdiam sebentar setelah mendengar ancaman itu, dia berusaha menenangkan diri, mencoba memanipulasi Christopher, “Kau akan melakukan apa jika tidak kuberitahu?”
Christopher berpikir sebentar memikirkan jawaban, diapun akhirnnya berbisik di telinga Anna, “Aku tidak tau apa yang kau rencanakan, tapi jika raja tau, kau akan menjadi makanan buaya!”
“Hah, lucu sekali, baik raja maupun dewa, lucu sekali!” ucap Anna sambil mempercepat langkah kakinya.
“Anna, aku tidak bercanda, ini serius,” ucap Christopher sambil menahan tangan Anna.
“Kau ini sebenarnya kenapa sih? Kalau mau kau lapor, lakukan saja! Aku akan menjalani kehidupanku sesuai yang kuingini,” ucap Anna lantang sambil menarik kembali tangannya.
“Aku mengkhawatirkanmu, Anna. Lihatlah dirimu! Bahkan kau sampai berpakaian aneh seperti ini! Dewa tidak akan memaafkanmu,” ucap Christopher dengan wajah khawatir.
“Kau juga sama anehnya,” ucap Anna ketus sambil tetap berjalan selangkah di depan Christopher.
“Apa maksudmu?” tanya Christopher menatap Anna dengan wajah kesal.
“Kau bertunangan tetapi mengejar gadis sepertiku di jalanan seperti ini,” ucap Anna berjalan dibarengin tatapan orang-orang melihat Anna dan Christopher. Biasanya orang akan lansung menatap Christopher dengan tatapan penuh senyum dan kehangatan tetapi kali ini semua orang di sekitarnya penuh mata yang dingin.
“Astaga! Itu kan Anna, pemilik kedai makanan terkenal itu! Suamiku, kau jangan lagi datang ke kedai nona mengerikan itu,” ucap wanita berambut hitam dengan dress kembang merah.
“Kenapa dia pakai pakaian seperti itu ya? Sepertinya dia iblis,” bisik wanita berambut merah bersama dua temannya.
“Pantas saja aku pernah sakit perut sehabis makan dari tempatnya!” bisik seorang pria tua ke kesatria yang sedang berpatroli.
Kesatria itu menghampiri Anna lalu berkata, “Nona, Anda menganggu kenyamanan penduduk sekitar!”
Anna menatap kesatria itu dengan penuh keseriusan, kesatria itu sempat merinding melihat tatapan itu tetapi Anna bertanya, “Tuan, bolehkan aku bertanya?”
“Ada apa, Nona?” tanya kesatria itu dengan nada sedikit gagap karena ketakuran dengan tatapan tadi.
“Apa ada peraturan tertulis bahwa negara melarangku berpakaian seperti ini?”
Kesatria itu menggelengkan kepalanya, dia mengambil kesabaran untuk menjawab Anna, “Nona, memang di negara tidak ada tetapi secara keinginan dewa---”
“Kalau begitu apa di peraturan kuil juga ada melarangku?”
“A-apa?”
Christopher baru sampai mengejar ketertingalannya mengejar Anna, disitu sudah dia dapati atmosfer yang tidak menyenangkan antara seorang kesatria dengan Anna.
“Apa ada peraturan kuil yang melarangku memakai baju dan celana hitam? Yang tertulis disitu hanyalah memakai pakaian sopan,” ucap Anna dengan suara besar seakan sengaja membiarkan semua orang mendengarkan pembicaraan itu.
"Padahal saya sendiri juga terganggu memakai dress setiap hari..."
"Tetapi tetap saja, Nona menganggu."
"Baiklah, beritahu mereka kalau merekalah yang harus mengendalikan pikiran mereka, bukan aku" lalu Anna pergi meninggalkan tempat itu.
"Kau terlalu berani, Nona Anna," Ucap Christopher marah sambil mengikuti langkah Anna yang tidak diketahu tujuannya kemana.
Anna berhenti tiba-tiba lalu berkata, "Kalau kau takut, menyingkirlah, aku sudah sampai di tempat tujuanku."
Christopher melihat danau dengan air yang jernih daln lingkungan sekitar yang tertata ddengan rapi, baru kali ini dia melihat danau ini di kotanya sendiri.
"Da...danau?" tanya Christopher memastikan apa yang dilihatnya kepada Anna.
"Iya, danau" ucap Anna tegas sambil menatap danau itu dengan penuh keyakinan.
"Hah...aku tau ini danau tetapi apa yang mau kau lakukan disini?” tanya Christopher.
"Memanggil dewa."ucap Anna sambil mendekat ke air danau.
Christopher menyusul Anna yang berjalan lalu bertanya, "Hah dewa?"
"Konon katanya kota ini menjadi semaju ini berkat raja yang bekerja sama dengan banyak dewa, awalnya dari dewa air, aku mau memanggilnya," ucap Anna sambil memegang air danau itu.
"Kau tau begitu banyak cerita rakyat disini ya tetapi aku ragu kau bisa memanggilnya dengan baju seperti ini,” ucap Christopher sambil melihat Anna.
Anna menutup matanya sambil memegang air dengan tangannya, "Dewa Uria, Dewa Uria, oh wahai dewa Uria yang bertahta atas air, jawablah panggilanku."
Air sekitar mulai memusar, membentuk sesuatu layaknya memahat patung manusia tetapi tiba-tiba airnya meletus ke arah Christoper dan Anna.
"Apa ini?" Tanya Christopher
"Ini tandanya dewa marah" ucap Anna sambil menceburkan dirinya ke danau tersebut.
Badan Anna tercetak jelas dengan kaos hitamnya yang basah, wajah Christopher tersipu malu lalu berusaha mengalihkan pandangannya
Cjrsitopher memalingkan wajahnya sambil menutup matanya dengan tangan, "Kau...apa yang kau lakukan?"
Anna melemparkan air ke arah Christopher, "Bersenang-senang dengan hidup."
"Hah?"
"Ayolah ..Tarik tanganku!"
Christopher menarik tangan Anna tetapi malah tertarik ke danau tersebut.
Badan Christopher pun ikut tercebur ke dalam danau itu, dia menatap Anna dengan kesal, "Kau sengaja ya?"
Anna menatap Christopher, dia tertawa lalu berenang di danau itu, "Sudahlah, nikmati saja. Bukankah kau punya banyak waktu luang untuk mengejarku?"
"Tidak juga, setelah ini aku pasti akan dimarahi karena berperilaku sembarangan."
"Bukankah kamu melakukan yang tidak sembarangan pun tidak akan mendapatkan apapun?"
"Apa maksudmu berkata seperti itu? Yang aku lakukan kan untuk rakyat"
"Tapi kau tetap tidak mendapatkan apapun kan?"
Christopher hanya diam, tidak mampu menjawab pertanyaan itu karena dia juga merasa beban yang ditanggungnya ini sangat berat, dia juga ikut bersantai, menelantangkan badannya, mengapung di atas air bersama Anna, dia juga sesekali melihat wajah Anna yang begitu damai sambil tersipu malu.
Setelah beberapa jam mengapung di atas air, Christopher akhirnya mengbrol ringan dengan Anna dengan menanyainya pertanyaan.
“Kau akan apa sehabis ini?”
“Aku akan membuat pakaian baru yang nyaman dipakai.”
“Kenapa kau begitu terobsesi membuat pakaian?”
“Apa tuan percaya reinkarnasi?” ucap Anna sambil melihat ke arah Christopher ingin emastikan raut wajah apa yang akan ditunjukkan Christopher.
Christopher sedikit bingung lalu tersenyum, "tidak, aku tidak tau"
“Mungkin di masa lalu aku pernah membuat baju sehingga ingatan itu pun sampai sekarang masih muncul di kepalaku," kata Anna memandangi langit biru yang menghiasi siang hari mereka, langit tidak begitu terik karena ditutupi daun pohon di dekat danau tersebut.
"Sebenarnya kamu ini makhluk apa sampai berani memanggil dewa?” tanya Christopher membalas tatapan Anna.
“Banyak sekali pertanyaanmu, bagaimana jika aku yang bertanya mengapa seorang anggota kerajaan mengikuti rakyat sepertiku?” balas Anna berusaha mendominasi pembicaraan lagi.
“Entahlah, kau terlalu aneh bagiku.”
“Aneh?”
“Kau ingat kejadian kita makan bersama di dalam kedaimu? Dari awal aku sudah tau kau orang yang berbeda di kota ini.”
Pipi Anna merona mendengar kata-kata Christopher, dia memalingkah wajahnya dari Christopher, “Hah! Orang akan salah paham jika mendengarkan kata-katamu!”
“Tapi betul kau berbeda.”
Anna melihat kembali Christopher memastikan ucapan itu berasal dari pangeran itu dan betul saja Christopher menatap Anna dengan penuh keseriusan. Mereka pun saling bertatapan dalam waktu yang cukup lama.
“A-ah iya aku harus pergi,: ucap Anna sambil bangkit dari posisinya.
“Ya, aku juga, kita jalan bersama saja,” ucap Christopher yang juga ikutan bangkit.
“Hah?” tanya Anna sambil menatap Christopher sedikit kesal tetapi Christopher hanya tersenyum saja dan melangkah duluan dari Anna.
Ketika mereka keluar dari kawasan danau itu, mereka berjalan sambil berbicara santai di sepanjang jalanan tetapi tiba-tiba saja mereka bertemu Vanniette dengan gaun cantiknya tetapi tetap memelihara warna kesuciaan.
Vanniette melihat Christopher lalu membungkuk dengan sopan seperti layaknya kerajaan, "Salam kepada matahari muda kota Fuerst."
Christopher melihat Vanniette dengan tatapan tidak berperasaan, "Salam.”
Vanniette kembali menegakkan badannya, dia menatap Christopher dengan wajah penuh senyum sedangkah ketika melihat Anna di sisinya, dia malah tersenyum seolah merendahkan Anna.
"Ohoho apa yang tuan lalukan dengan wanita ini?" tanya Vanniette sambil tersenyum manis pada Chirstopher, badannya pun lebih condong ke arah Christopher seolah Anna tidak dipedulikannya.
Christopher melipat tangannya lalu menjaga jarak dari Vanniette, "Kau sendiri? Apa sudah berhasil berbicara dengan dewa?"
Vanniette pun terdiam, dia tetap tersenyum meskipun sedikit kesal mendengar Christopher yang bersikap ketus padanya.
Christopher menghela nafas, dia lalu berkata "Ayo pergi, Anna," sambil menarik tangan Anna.
Tangan Anna ditarik, Anna pun semakin bingung pada suasana tadi, "Tuan muda, sebenarnya kalian ini ada masalah apa sih?"
"Kau sendiri ada masalah apa sampai-sampai susah sekali untuk mengetahui masalahmu," tanya Christopher sambil terus berjalan menarik tangan Anna.
Anna berhenti bergerak mencoba melepaskan tangan Christopher.
"Hah....tuan...tidak ada baiknya mengetahui diri saya, kalian berdua selalu saja bertengkar di hadapanku sampai aku berpikir bahwa akulah masalah di hubungan kalian"
"Tidak, kau bukan masalah! Bagaimana bisa kau berkata buruk seperti itu?"
Anna bingung pada sikap maupun perkataan Christopher, seolah Christopher ingin mencampur adukan diri Anna karena itu kata-kata yang sangat ingin didengar Anna dari orang yang disukainya tetapi sayang Christopher tidak boleh menjadi orang yang disukai Anna karena dia sudah punya tunangan dan lagi Anna hanyalah tokoh figuran.
"Hah lupakan saja...Nona Anna memang lambat sekali ya," ucap Christopher sambil berjalan sendiri.
"Kau mau berjalan kemana?" tanya Anna
"Hmm? Kenapa kau mengikutiku? Bukankah kau tidak mau terlibat dengan diriku?
Anna tertawa kecil, "Terima kasih telah mengingatkan, kalau begitu tugasku menemani tuan muda telah---"
"TUNGGU! Masa kau menyerah begitu saja?"
"Aku tidak mendapatkan yang aku inginkan, tidak tau kalau aku harus menemani Tuan tetapi karena aku kasihan aku mengikuti alur perjalanan saja dan Tuan malah ikut bermain game misterius denganku, saya rasa tidak ada lagi alasan bagi kita untuk melanjutkan perjalanan ini.”
“Kau ini....kau membuatku seolah aku lah yang jahat.”
“Apa aku yang jahat?”
“Hah? Wow...lihatlah dirimu, percaya diri sekali.”
“Kalau aku tidak percaya sama diri sendiri, siapa lagi yang akan percaya sama saya?”
“Iya, iya. Nona rewel sekali”
Christopher tetap berjalan di depan Anna, selagi melihat Christopher pergi, Anna kepikiran suatu cara yang efisien.
“Pangeran ada disiniiii!" teriak Anna
"KAUUU!" teriak Christopher melihat ke arah Anna.
“Ooh? Pangeran?” ucap seorang tantara mendengar teriakan itu.
"Christo! Tunggu aku!" teriak Vanniette sambil mengejar Christopher dan Anna yang sudah berjalan mendahuluinya.
"AAAAGGGGH!" Christopher menarik tangan Anna berlari.
"Hey apa yang kau lakukan?! Lepaskan?!" ucap Anna sambil berusaha melepaskan tangannya.
"Ikuti saja aku!"
"Aku tidak mau!" Anna mengigit tangan Christopher.
Tangan Christopher digigit hingga kemerahan, "AAAH! Sakit!" sahut Christopher kesakitan.
"Kenapa aku juga harus ikutan?" tanya Anna sambil memegang tangannya sendiri.
Christopher melihat tangan Anna lalu berteriak, “AAAAHHH DIA MASIH DISITU, LARI SAJA!" Christopher menarik tangan Anna lagi
“Aku tidak melihatnya!” teriak Anna.
“Lariii sajaa!” ucap Christopher sambil terus berlari kencang ke depan. Anna pun hanya bisa mengikuti perkataan Christopher.
Selagi keduanya berlari, jantung Anna berdegup kencang menikmati kehangatan dan kedekatannya dengan Christopher.
Setelah beberapa saat akhirnya mereka sampai di suatu tempat sepi tepatnya gang suatu rumah lalu berhenti.
“Ha...ha...Perempuan gila itu tidak ada lagi kan?” ucap Christopher sambil memandangi orang dari tembok rumah tersebut.
“Ha..ha...ha...kukira hanya aku yang gila, ternyata kalian para tokoh utama juga,” ucap Anna sambil menyeka keringatnya dan bersuaha mengatur nafasnya setela berlari tadi.
“Kau berbicara tentang apa sih? Tokoh utama?”
"Iya, apa kau tau ini dunia novel---" Anna tersadar dia kelepasan berkata-kata, "Kau pandai sekali membuat orang lain lengah ya, Tuan?"
"Novel apa hmmm?" ucap Christopher sambil tersenyum
“Tuan, percayalah, ini tidak ada hubungannya dengan anda,” ucap Anna sambil memalingkan wajahnya.
Christopher memojokkan Anna ke dinding tembok rumah itu dengan tangannya lalu menatap Anna dengan senyum menggoda, “Tuan, Tuan, kenapa kau ini kaku sekali sih?”
Anna yang dipojokkan tetap mengalihkan tatapannya dari godaan pangeran itu, “Aku tidak mengerti maksudmu.”
“Ayolah! Kau ini bodoh atau berpura-pura bodoh sih?”
“Mengapa kau berkata seperti itu?”
“Christo, panggil aku Christo!”
“Lucu sekali, kenapa aku harus melakukannya," Anna melangkahkan kakinya, dia membungkuk melewati pembatas tangan yang membuat dirinya terpojok itu.
"Tunggu!" Christopher menahan tangan Anna yang sempat melangkah itu.s
Anna tertahan, dia smelihat Christopher dengan wajah kesal tetapi kemudian dia melihat tangan Christopher dengan bekas gigitannya.
“Kau, ikutlah aku,” Ucap Anna sambil memegang tangan Christopher.
Christopher tersenyum ceria sambil berkata, “Baiklah, Nona!”
Mereka berjalan hingga akhirnya sampai ke depan kedainya Anna.
“Oh? Sudah pulang? Sore sekali kalian pulang," ucap Tony menyabut kedatangan Anna tetapi dia tidak menyangka di belakang Anna terdapat Christopher dengan wajah gantengnya dan dipenuhi aura kesucian.
"Ada pasien yang harus dirawat, rawatlah dia, aku mau ke atas sebentar," Anna menarik Christopher ke dalam, dia kemudian bergegas ke lantai dua.
"Hmm?" Vos menatap Christopher dengan tatapan mencurigakan.
Mereka saling bertatapan seakan memiliki kompetisi yang dahsyat.
"Aku sudah mengambil obat, sini kuobati," ucap Tony sambil berusaha mengobati Christopher.
"Terima kasih, Tuan...?"
"Tony, Tuan. Salam kenal"
Mereka berjabat tangan sedangkah Vos masih melihat Christopher dengan tatapan sinis.
“Dan kau tuan?" tanya Christopher menatap kembali saingannya adu mata itu.
“Aku Vos," jawab Vos ketus.
Mereka melihat satu sama lain lagi dengan tatapan membara
"Ohohoho ada pangeran ganteng disini? Aku Luna!"
Luna turun dari tangga sambil melihat Christo, dia bergegas berlari kecil ke arah Christopher, tersenyum manis lalu merapikan rambutnya ke belakang
"Aku Luna, salam kenal"
Anna, Elly yag membawa Latzier, dan Ibu Vos juga ikut turun ke bawah
"Anna, apa yang dia lakukan disini?" tanya Elly
“Dia kesakitan, Elly," jawab Anna
“Pemandangan yang menusuk mata,” gerutu Elly melihat pangeran lemah itu.
“Kau kaku sekali, Dosa iri hati,” ucap Anna pelan kepada Elly
“Entahlah, aku tidak suka terlihat lemah di depan orang,” jawab Elly kepada Anna
“Kau betul, lengah sedikit orang lain akan membodohi kita,” ucap Anna senyum.
“Kalian bicaranya serius sekali! Ayo kita duduk bersama," ucap ibu vos menarik pelan tangan Anna dan Elly.
"Oke, pasien sudah disembuhkan!” sahut Tony membereskan bekas-bekas kapasnya.
Christopher melihat tangannya yang diplesterin lalu berkata, "Terima kasih lagi, Tuan Tony"
"Semuanya, makan malam sudah siap, ayo makan,” sahut Vos berusaha menghilangkan keberadaan Christopher
Christopher hanya tersenyum kecil sedangkah semua orang di ruangan itu duduk di kursi masing-masing, menunggu makanan, Elly mendudukan Latzier ke kursinya.
"Ah! Bocah itu! Apa kalian tidak takut dengannya?” tanya Christopher.
"Apa maksudmu?" tanya Elly
"Dia kan iblis," jawab Christopher.
Semua seketika membeku selain Anna yang berusaha tetap terlihat tenang.
"Anda sibuk sekali mendiskriminasi kaum, Tuan?" Tanya Anna
"Siapapun yang ketangwan berurusan dengan iblis seharusnya dihukum, Nona Anna, tetapi ini pengecualian bagimu,” jawab Christopher.
"Tuan tidak tau siapa kami?" tanya Vos dengan nada mengancam.
"Kalian tidak mungkin iblis juga, kan?" tanya Christopher melihat orang-orang yang menyantap makann di meja itu.
Semua tersenyum terutama Vos dengan wajah menantangnya, Tony buru-buru menyajikan makanan ke depan Christopher.
"Kebetulan makanan sudah siap, Vos ayo bantu aku menghidangkannya," ucap Tony berusaha mengalihkan pembicaraan.
Vos membantu Tony menyiapkan makanan di meja.
Setelah semua makanan dan minuman tersedia di meja akhirnya mereka bisa memulai perjamuan mereka.
“Oke, mari bersulang," Ucap Tony mengangkat gelasnya
Semuanya bersulang, makan, Latzier yang matanya tertutup masih menggerakan tanganya untuk makan
Semuanya sudah siap makan, mereka pun meletakkan piring mereka masing-masing ke ember.
"Luna, ini rancangan selanjutnya ya, aku serahkan padamu, aku harus berbicara dulu dengan pangeran ini,” ucap Anna kepada Luna.
"Baik, Anna~ para wanita selain Anna, ayo ikut aku ke atas!" seru Luna mengajak Ibu Vos dan Elly ke atas.
Luna memimpin langkah naik ke atas diikuti Ibu Vos yang mengangkat Latzier tertidur sedangkah Elly menyusul paling akhir sambil berbisik ke telinga Anna, "Jangan lengah, Anna"
"Tenanglah," jawab Anna sambil berbisik.
Lalu Elly pergi menyusul Luna.
Tinggal Vos, Tony dan Christopher yang berada di ruangan itu. Suasana mencekam
"Baiklah, sepertinya aku harus pergi" ucap Christopher tetapi Anna lansung menahan tangan Christopher.
"Mengapa terburu-buru begitu? Aku belum sempat bertanya," ucap Anna sambil menatap Christopher.
"Saya tidak menyangka nona Anna suka mengintrogasi orang padahal nona tidak mau terlibat dengan saya," sindir Christopher.
"Sudahlah duduk saja dulu, kau sudah mulai mengangkat persoalan iblis di meja makan," ucap Anna kepada Christopher.
"Sebagai anggota kerajaan, sudah tugasku untuk menyingkirkan buah yang busuk, Anna," jawab Christopher.
"Tuan, sepertinya anda belum mengerti situasinya disini," ucap Tony melihat tingkah Christopher yang daritadi berdebat dengan Anna.
"Apa maksudmu?" tanya Christopher.
Tony memunculkan pisau dari sihirnya.
"Masalahnya hampir semua orang di rumah ini adalah iblis,” ucap Tony sambil mengancam Christopher dengan meletakkan pedang di dekat leher.
Christopher sedikit terkejut tetapi memberikan mata yang tenang menunjukan dia masih memiliki kekuasaan di tempat itu.
"Dan kalau kau mengancam nona Anna, berikutnya pedang ini akan membelahmu," lanjut Tony mengancam Christopher dengan pedangnya.
"Oh~ aku takut sekali, dasar iblis,"ucap Christopher dengan nada menyindir.
"KAU!" Vos hampir berteriak tetapi Anna mencegahnya dengan tangannya.
"Tony, tarik kembali pedangmu, mari kita berbicara santai saja”
Tony menarik kembali pedangnya lalu duduk, begitu juga Vos kembali duduk sambil terus melihat gerak-gerik pangeran itu.
“Pertanyaanya simple, kenapa kau mengejarku? Dan kenapa kau seakan berperang dengan nona Avicenna itu," tanya Anna kepada Christopher.
"Hah...karena kau lebih menarik dari dia dan aku ingin mengetahuimu,” jawab Christopher.
"Kenapa?"tanya Anna.
"Kenapa? Sejak sebulan yang lalu aku sempat melihatmu bisa menarik roh dari piring diam-diam, orang biasa tidak bisa melihatnya tetapi aku bisa. Aku kira aku salah mengira tetapi ketika aku teliti tiap hari, kau bukan orang biasa, sekarangpun aku tau kau bukan orang biasa karena kau memanggil para iblis ini,” jawab Christopher
Vos mendengar itu segera menggaruk telinganya karena tidak percaya kepada pangeran yang perawakannya tampan tetapi seolah menginginkan sesuatu itu.
"Hah! Klise sekali, kenapa tidak kau bilang saja kau menginginkan Anna supaya bisa menguasai kekuatan iblis,” ucap Vos kepada Christopher.
Christopher Ketawa kecil, “Berhati-hatilah tuan, karena aku juga memiliki malaikat di rumahku."
"Malaikat?"tanya Tony dengan wajah sedikit terkejut kepada Christopher.
"Malaikat bernama Gabriella," jawab Christopher dengan sombong.
Tony dan Vos terkejut, mereka membeku begitu mendengar nama itu tetapi karena Anna tidak tau apapun mengenai malaikat itu, Anna melanjutkan pertanyaanya yang sempat tertunda.
"Bisa tuan ceritakan mengapa anda berlari dari Nona Avicenna?" tanya Anna.
"Oh, ayolah Anna, kau tau seberapa gilanya perempuan itu, kan?" tanya Christopher dengan tatapan aneh kepada Anna.
Anna mengangguk tetapi dia tetap penasaran mengenai nona Avicenna itu, "pada hari kita makan bersama, kau berkata bahwa nona avicenna itu tidak bisa berbicara dengan dewa, sebenarnya apa yang terjadi?"
Christopher mengambil nafas berusaha menjelaskan masalah Nona Avicenna.
"Keluarga Avicenna adalah keluarga yang diberkati oleh dewa, garis keturunan Avicenna terutama yang wanita selalu mendapatkan berkat lebih dari dewa karena leluhur mereka pernah menyelamatkan dunia, para wanita Avicenna dipersiapkan menjadi wanita suci yang siap membawa kabar dari dewa ke dunia tetapi Vanniette berbeda, ketika para bayi perempuan lahir dengan mujizatnya, Vanniette lahir sebagai manusia normal tanpa mujizat apapun bahkan sampai umurnya yang ke-20 pun, dia tetap tidak bisa membuat mujizat, ini adalah rahasia keluarga Avicenna"
"Bagaimana bisa dia berbeda?" Tanya Tony
"Kuharap aku juga tau," ucap Christopher dengan nada seolah dia menyerah mengetahui hal tersebut.
"Apa yang akan kau lakukan dengannya? Apa kau akan membuangnya," kecam Vos
"Politik tetap harus dijalankan, aku tidak mau Avicenna berperang dengan Fuerst," jawab Christopher pada Vos.
"Oh, ternyata tumbal dari kerajaan," kata Vos.
Christopher menatap Vos jengkel sedangkah Anna menyeringai kecil.
"Wow Vos, semakin hari kau semakin kejam saja berkata-kata,” kata Anna kepada Vos.
"Terima kasih, Anna," kata Vos tersenyum kepada Anna.
"Kalian ini apa? Pasangan yang mau nikah? Sepertinya mesra sekali dari yang kulihat," kata Christopher kepada Vos dan Anna.
Vos hendak berkata, "Hahh, enggak, kami--" lalu dipotong Anna
"Kami teman, semua disini adalah keluargaku, jangan menimbulkan salah paham," lanjut Anna.
Vos tersenyum dengan tatapan sedikit sedih.
Tony menyadari itu, dia berkata "Tuan, hari akan semakin gelap, introgasi hari ini sudah selesai
"Terima kasih, Tuan," Christooher berdiri lalu berkata, "Anna."
"Iya?" Anna berbalik posisi menghadap Christopher.
Christopher memegang tangan Anna, mengangkatnya lalu berkata "Sampai bertemu di pesta minum teh" lalu mencium ujung tangan Anna
Anna terkejut berusaha mengola informasi dari ekspresi cintanya Christopher.
Christopher melangkah membelakangi Anna, membuka pintu, melambaikan tangan sambil membalikkan badannya lalu kembali membelakangi mereka
"Aku mulai tidak menyukainya," kata Vos menggerutu.
"Sudahlah, aku akan ke atas duluan ya," kata Anna sambil bangkit dari kurisnya lalu berjalan.
"Iya, silahkan," kata Tony mempersilahkan Anna untuk pergi.
Anna pun naik ke atas sedangkah Vos dan Tony masih terduduk seolah akan membicarakan sesuatu.
"Ini tidak bagus, dia tau tentang Gabby" ucap Vos dengan tangan menopang kepalanya yang tertunduk kepada Tony.
"Tenang, Vos. Kita punya Elly."
"Kita kan berjanji masalah Gabby hanya akan diantara kita, Tony"
"Vos, kau ingin melindungi Anna kan?"
"Tentu saja, kita sudah dibayar untuk itu"
"Anna boleh punya rencana A, tapi kita harus bersiap dengan rencana B jika rencana A bermasalah"
Vos berpikir sebentar lalu berkata
"Aku akan ke atas berbicara dengan Elly"
"Silahkan saja"
Vos menaiki tangga. Ruangan penuh suara mesin jahit tetapi dia tidak bisa melihat Anna melainkan pembatas dengan trai bewarna biru dan siluet manusia.
"Oh Vos, apa yang kau lakukan disini?" tanya Ibu Vos yang menghentikan mesin jahitnya
"Aku mau berbicara dengan Elly, dimana Anna?" tanya Vos kepada ibunya.
"Oh! Vos! Tepat sekali kamu datang kesini, Anna baru saja mencoba pakaiannya!" seru Luna kepada Vos.
"Luna! Aku belum selesai pakai sarung tanganku," kata Anna
"Ah sudahlah, ayo keluar!" seru Luna kepada Anna.
"Baiklah," Anna keluar dari pembatas tirai itu.
Vos terkagum diam melihat kecantikan Anna dengan pakaiannya yang berbeda dari apa yang diapakai wanita biasaynya, ini adalah mode revolusi yang baru, seperti cowok tetapi memberi kesan keren kepada Anna.
Semuanya melihat Vos dengan tatapan mengejek kecuali Elly.
Elly melihat Vos lalu berkata, “Ada apa, Vos?”
“Kita perlu bicara serius sambil mata mengisyaratkan ke bawah,” kata Vos berbisik.
“Ini tentang apa?” tanya Elly heran melihat eksresi Vos yang sepertinya ingin merahasiaka hal ini dari Anna.
“Sudahlah, kau ke bawah saja,” kata Vos kepada Elly.
Vos menatap serius
“Uhh...baiklah...semuanya aku ke bawah dulu ya,” ucap Elly sambil berjalan bersama Vos.
“Baiklah," kata Anna menatap mereka berdua pergi lal kembali ke pekerjaanya.
Elly kebawah menuruni tangga bersama Vos. Sesampainya di bawah akhirnya Elly penasaran dengan hal yang dibicarakan oleh Vos.
"Apa apa, Vos?” tanya Elly kepada Vos
"Aku lansung saja ke intinya, kau perlu menyamar," kata Vos.
"Hah? Aku butuh penjelasan," kata Elly berusaha mencerna penjelasan yang lansung ke intinya itu tanpa aba-aba.
"Vos berurusan dengan malaikat gila berambut kuning , dia sekarang berada di sisi pangeran itu. Untuk mencegah urusannya semakin susah," kaat Tony membantu penjelasan Vos sebelumnya kepada Elly.
"Apa maksudmu susah?" tanya Elly kepada kedua orang itu seolah mereka sudah berklompotan pada sesuatu di luar rencana mereka.
"Nama malaikat itu Gabby, dia malaikat aneh, ceritanya panjang tapi jangan terlibat jauh dengannya,” kata Vos melanjutkan penjelasan Tony.
"Oke terus?" tanya Elly yang masih belum mendapat tujuan dari rencana mereka berdua ini.
"Ini demi Anna, Elly! Anna!" seru Vos kepada Elly.
Elly terdiam, "Oke jadi aku perlu apa?"
-------
"Ini cocok sekali!" ucap Anna kepada Luna.
"Masih banyak lagi, jangan terkejut lho!" kata Luna kepada Anna dengan senang.
"Kalian sungguh bekerja dengan sangat baik, aku senang sekali,” kata Anna sambil menatap seisi ruangan itu.
"Terima kasih, Anna," ucap Luna tersenyum.
"Hari sudah gelap, kalian beristirahatlah," kata Anna.
“Tidak apa-apa, kau beristirahatlah duluan, Anna. Kau pasti capek berkencan dengan pangeran itu” kata Luna.
“Tidak, tidak, aku tidak tertarik dengan pangeran kurang kerjaan seperti dia,” kata Anna.
“Yaampun tidur sajalah!” kata Luna sambil mendorong Anna mengambil futonnya.
“Baiklah, kalian juga jangan lupa beristirahat,” Anna mengambil selimut futonnya
“Oh percayalah, bahkan Latzier saja sibuk membuat jarum pentul pada kain,” kata Luna sambil menunjuk ke arah Latzier.
“LHO?” Anna segera bangkit dari futonnya.
“Aku hanya bosan saja,” ucap Latzier sambil memasukkan jarum pentul ke kain secara berpola.
“Zi, kamu mengejutkan Anna,” kata Luna kepada Latzier sambil mengambar di bukunya.
“Kalian terlalu meremehkan aku,” kata Latzier sambil meneruskan pekerjaanya.
“Ya ampun memang kalian ini hobi sekali membuatku terkejut,” kata Ana sambil melihat seisi ruangan.
“Kita kan sekarang keluarga, kita saling membantu” ucap Ibu Vos sambil menajhit dengan mesin jahit.
Anna tersenyum mendengar jawaban itu.
“Baiklah, kalian yang menyuruhku lho!” kata Anna sambil kembali berbaring ke tempat tidur.
Sementara Anna tidur, semua orang sibuk di ruang itu dengan pekerjaan mereka masing-masing. Ketika bulan sudah mulai meninggalkan langit, Tony, Vos dan Elly naik ke atas, mereka bermuka serius.
“Lama sekali kalian,” ucap Ibu Vos.
“Ada masalah baru,” ucap Tony.
“Masalah baru?” tanya Luna.
“Intinya masalah ini bisa membahayakan Anna, Elly harus memata-matai pangeran itu” ucap Vos.
“Apa ini soal Gabby?” tanya Ibu Vos
Vos menganguk, wajah ibu Vos pun berubah menunjukan sedikit kekesalan.
“Siapa Gabby?” tanya Luna.
“Seorang malaikat yang kita tidak tau tujuannya apa tetapi dia berada di sisi pangeran itu,” ucap Tony.
“Hah?” Luna terkejut, dia menatap ke belakang melihat ke arah Anna lalu berbicara pelan, “Maksudmu malaikat datang ke bumi? Bagaimana hal itu bisa terjadi?”
“Itulah mengapa masalah ini semakin susah, Luna. Kita tidak tau bagaimana dia bisa datang ke dunia ini,” ucap Vos pelan
“Sudahlah, hari sudah gelap, kita kan berlima, dia kalah jumlah,” ucap Elly
“Hoaamh…Latzier sudah ngantuk,” ucap Latzier sambil menguap dengan mulutnya yang lebar tanpa ditutupi tangan.
“Seandainya pun tidak bisa, kita masih punya bom di tangan kita,” ucap Elly menatap Latzier.
“Tidak, kita jangan sampai menggunakan rencana itu, Elly…,” ucap Tony
“Aku hanya berjaga-jaga saja, kau tau aku selalu curiga, kan?” tanya Elly
“Kalian serius sekali, beristirahatlah, tidak baik membicarakan hal serius pada malam hari,” ucap Ibu Vos.
“Hah..yasudahlah,” Elly mengambil Futonnya dari lemari, melantarkannya ke lantai, berbaring di futon, menarik selimutnya.
Begitu juga yang lain mengikuti Elly untuk mengistarahatkan pikiran dan badan mereka sampai matahari akhirnya menemani langit biru terang. Luna, Ibu Vos, Tony dan Elly lagi-lagi bangun lebih awal, mereka kecuali Elly dan Tony yang lansung sibuk dengan pekerjaan mereka, mendekatkan kembali Anna dengan Vos dengan mengeser futon mereka perlahan.
“Selamat pagi, pasangan muda!” sahut Luna membangungkan Vos dan Anna.
Anna dan Vos membuka matanya masing-masing, mereka lagi-lagi mendapati diri mereka yang sedekat roti dan selai.
Anna lansung berbalik badan dalam waktu sekejap dengan wajah memerah, Vos lansung bangkit, mengunci leher Luna, “Selanjutnya kepalamu yang akan lepas jika kau melakukannya” dengan nada marah.
Tentu saja kemarahan Vos ini juga bagian dari candaan setiap hari, Ibu Vos tertawa melihat tingkah laku Vos dan pura-pura memelaskan wajahnya, “Kau ini berani sekali menyerang Nona Anna, padahal aku tidak mengajarkan dirimu berperilaku seperti serigala”
“Ibu…ibu juga kenapa ikutan, yaampun” Vos melepaskan kunciannya, dia mengeleng-geleng memegang kepalanya sambil berjalan ke bawah, “Aku mempersiapkan makanan saja” denan wajah malu.
“Ehehehe! Hari ini kita berhasil lagi membuat dia marah!” Luna dan Ibu Vos tos tangan merayakan kegembiraan mereka, Anna yang bangkit dari futonnya melihat hal itu hanya tersenyum saja, dia menepuk pundak Luna dan Ibu Vos, “Kalian seperti tidak ada kerjaan ya” lalu menekan pundak mereka
“Aaah, sakit, ampun”ucap Luna.
“Baiklah, hari ini mari kita bekerja lagi hari ini” ucap Anna sambil mengambil buku dan duduk di kursinya.
Semuanya bekerja dengan penuh semangat, Elly yang membuat pola pada kain dan koran sedangkah Latzier bagian memotong kain, Ibu vos yang menjahit dengan mesin jahit, Anna dan Luna yang sibuk dengan desain baju sedangkah dari arah bawah tercium bau makanan yang enak pertanda Tony mula memasak makanan pagi mereka.
“Makanan sudah jadi,” teriak Tony dari bawah memanggil para orang yang bekerja di lantai dua.
“Iiyaa,” Sontak Ibu Vos, Anna, Elly dan Luna dari atas, mereka pun segera menuju ke lantai bawah untuk menyantap makanan, mereka membantu Vos yang meletakkan makanan di meja lalu masing-masing duduk di kursinya.
“Besok tanggal satu hari lagi, mari kita bekerja keras hari ini, untuk kita!” seru Tony mengangkat gelasnya ke atas.
Anna, Ibu Vos, Vos, Elly, Luna dan Laztier mengangkat gelasnya ke atas, “Untuk kita!” lalu masing-masing meminum air dari gelas tersebut.
Setelah makan, semuanya mengangkat piring mereka bergiliran ke suatu ember lalu Anna, Ibu Vos, Elly dan Luna yang mengendong Latzier yang tertidur pun berjalan menaiki tangga.
“Elly, kau melakukannya mulai hari ini,” ucap Tony sambil melihat para wanita itu berjalan membelakanginya.
Elly berbalik ke arah Tony di bawahnya, dia melihat Anna yang memiliki tatapan bingung, awalnya dia ragu untuk berbohong ke Anna tetapi dia harus melakukannya demi keamanan Anna apalagi dia adalah iblis, melakukan dosa bukanlah kesalahan bagi para iblis.
“Anna, aku mau membeli manik-manik untuk bajumu,” ucap Elly sambil menatap Anna berusaha menyakinkan dirinya tidak berbohong.S
Anna dengan wajah bingungnya bertanya, “Kau tidak usah repot, Elly, biar aku saja yang—”
Perkataan Anna lansung dipotong oleh jawaban Elly dengan wajah berusaha sedikit sedih menunjukkan sesuatu membuat dirinya punya masalah, “Aku juga sekalian harus pergi ke dunia iblis sebentar memberi kabar tentangku.”
Anna terdiam sebentar lalu memberi jawaban, “Baiklah, berhati-hatilah, Elly,” lalu pergi melangkahi tangga disusul oleh Ibu Vos sedangkah Luna yang mengangkat Latzier hanya tersenyum kecil melihat Elly.
Setelah Anna tidak terlihat lagi, Elly turun tangga lalu berbicara pelan ke Vos dan Tony, “Aku harus ngapain?”
“Kau pastikan dulu malaikat itu sungguh ada disitu atau tidak, lalu kau selidiki tentang pangeran itu karena pagi ini entah mengapa dia tidak berkicau di pagi hari, “ ucap Tony kepada Elly pelan.
Elly mengangguk menandakan dia mengerti misi yang akan dijalaninya, dia pun melangkahkan kakinya keluar dari kedai, membuka pintu, lalu membalikkan badannya, “Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu.” lalu dia pergi meninggalkan tempat itu.
“Baiklah, Vos, sepertinya masih banyak kerjaan untuk kita,” ucap Tony sambil mengangkat sisi kanan ember, “Ayo bantu aku.”
“Iya, tanpa kau suruh pun, aku tau bagaimana membantumu,” ucap Vos sambil mengangkat sisi kiri ember itu.
Mereka berdua akhirnya bersama-sama mengangkat ember tempat piring kotor itu ke perkarangan Anna untuk dicuci, seperti biasa Tony yang mencuci dan Vos yang Menyusun piring-piring tersebut.
--------
Elly pergi ke luar, akhirnya dia menikmati udara sejuk setelah satu harian bekerja keras membuat baju Anna, bukannya dia tidak suka mengerjakan hal tersebut tetapi dia iri melihat Anna yang bisa bersantai meminta bantuan pada para iblis dan bisa menikmati cuaca indah seperti ini.
Di dunia iblis, langit hanya bewarna ungu dan biru kelam, tidak ada yang seindah dunia manusia, jarang sekali interaksi antara para iblis terutama iblis kesombongan yang sangat angkuh tidak mau berteman dengan iblis dibawahnya, dan iblis kemarahan yang selalu menggunakan kekuatannya tanpa sebab.
Di dunia manusia masih banyak hal yang dinikmati, Elly berjalan mengamati berbagai ekspresi orang, mulai dari seorang wanita berjualan bunga dengan wajah semangatnya, seorang ibu yang sedang memarah anaknya yang terluka, pasangan kekasih yang bergandengan tangan dengan wajah riangnya, dan masih banyak lagi berbagai ekspresi manusia yang tidak banyak ditemui di dunia iblis.
Ketika Elly asik mengobservasi ekspresi itu sambil berjalan menuju kastil Fuerst, tiba-tiba dia menyandung badan seseorang secara tidak sengaja. Elly terkejut lalu memegang pundak orang tersebut, “Astaga, apa kau baik-baik saja?”
Orang tersebut pun berbalik, dia memiliki rambut bergelombang panjang yang indah di dalam kain yang menutupi hamper seluruh wajahnya, matanya biru seindah langit biru, auranya bersinar seakan menandakan dia suci, wajahnya cantik bak keindahan surgawi,
Tangan Elly sempat terbakar, orang itu pun berkata, “Aku baik-baik saja, terima kasih, Nona,” sambil tersenyum.
Elly sangat kaget, orang itu pun segera pergi tetapi Elly menahannya, “Bisa aku tau namamu?”
Orang itu pun berbalik badan menatap Elly yang memiliki wajah sedikit panik seaan bertemu dengan hantu, “Namaku Gabriella, bagaimana denganmu, Nona?”
Elly terdiam sebentar, berusaha memilih jawaban yang tepat karena target yang seharusnya dia selidiki ternyata muncul dengan sendirinya, dia mengambil nafas lalu menjawab dengan nada tenang, “Aku Lily.”
Gabriella tersenyum manis menengar jawaban Elly, dia pun berkata, “Halo, Nona Lily, anda hendak pergi kemana?”
“Saya hendak bertemu pangeran Christopher,” sambil menunjuk ke arah kastil Fuerst.
“Oh! Setelah dari kuil, aku juga akan pergi kesana, maukah kau pergi bersama?” tanya Gabriella dengan penuh antusias sambil menatap mata Elly berusaha membuatnya berkata iya.
Elly berusaha menghindari tatapan Gabriella sambil berkata, “Baik..lah…”
Gabriella menarik tangan Elly sambil melangkah sedikit cepat seakan terburu-buru sedangkah Elly menggeleng-geleng kepalanya seakan dia menyesal dengan pilihannya.
Setelah sampai ke depan kuil itu, Elly menatap Gabriella dengan penuh kecurigaan.
“Apa yg kita lakukan disini?” tanya Elly kepada Gabriella.
Gabriella mengambil nampan yang seharusnya berisi sesajen kepada Dewa.
“Memberontak Dewa,” jawab Gabriella.
“Hah?” tanya Elly dengan wajah sedikit terkejut karena tidak mempercayai jawaban yang didengarnya dari malaikat tersebut.
Gabriella cuman membuat bunga pada nampan tersebut, bunga itu berasal dari sihirnya yang seharusnya dilarang digunakan dalam dunia manusia tetapi dia gunakan untuk memberontak pada Dewa.
"Nona, apa kau meremehkan Dewa?" tanya seorang lelaki yang sedang mengantri memberikan persembahan kepada Dewa.
"Hmm sepertinya iya,” ucap Gabriella dengan mudah.
"APA KAU BILANG?!" seru lelaki itu, “Tangkap dia!”
Gabriella dikejar, dia menarik tangan Elly untuk ikut bersamanya.
"Dasar gila! Kau berani sekali," ucap Elly yang ikut berlari kepada Gabriella.
"Memang kenapa ahahah. Ayo lari, dasar iblis!" seru Gabriella berlari sambil melihat ke belakang.
Elly terdiam lalu menjawab, "Malaikat sepertimu tidak perlu melibatkanku," Elly melepaskan tangannya, dia berubah wujud menjadi pemimpin kuil dewa ketika sudah cukup jauh dari orang yang mengejar mereka, dia mendatangi orang yang mengejar mereka lalu berkata, "Saudara-saudaraku tenanglah, berapapun yang nona ini berikan, Dewa yang melihat kesungguhan hati nona ini, bukan kita, maka marilah kita kembali menjalankan ibadah kita kepada dewa dengan cara kita masing-masing"
"Pak pemimpin! Anda berani sekali membela wanita yang jelas jelas melecehkan dewa!" ucap lelaki yang menyerukan penangkapan Gabriella bersama rombongannya.
"Kau yakin dia melecehkan Dewa? Bukan dirimu?" tanya Elly.
"Melecehkan Dewa sama dengan melecehkan pengikutnya!" seru salah satu pengikut dari lelaki itu.
"Darimana kau mengetahui ini melecehkan Tuhan? Apa ada peraturan khusus bahwa memberi kepada dewa tidak boleh hanya bunga?" tanya Elly kepada rombongan itu.
Orang-orang itu tidak bisa menjawab pertanyaan Elly.
"Kau boleh mengingatkan orang tetapi dewa mengajarkan kita untuk tetap berbuat kasih, mungkin yang dipunya nona ini hanyalah bunga, tanda bunga juga bermakna indah bagi dewa, menghakimi orang sembarangan seperti ini tidak akan membawamu lebih dekat pada Tuhan," kata Elly, "kalian juga pergilah, renungi lagi kesalahan kalian ini1"
"Baik, Pak!" seru rombongan itu lalu mereka semua pergi kembali ke kuil.
"Oh~ ada yang bisa berceramah," ucap Gabriella.
"Apa maumu, nona malaikat?" tanya Elly
"Kau cepat tanggap sekali,” kata Gabriella.
"Sudah sampai mana kau mengetahuiku?" tanya Elly.
"Sejak...nona pemilik kedai meminta bantuan pada kalian?" jawab Gabriella.
"Kau jangan berani-beraninya mencelakai dia" ucap Elly
"Eeh? Kenapa? Kurasa tujuan kami sama, menghancurkan harga diri dewa ahahah," jawab Gabriella sambil tertawa seperti iblis.
Elly sempat takut menghadapi malaikat yang tidak berperilaku semestinya ini, dia bertanya, "Lalu kenapa kau tidak datang saja muncul ke sisinya?"
"Hmmm...pertama pangeran itu yang memohon pertolongan dewa, kedua..." Gabriella menatap Elly, "Ada orang di rumahmu yang menjauhi masalah dariku."
"Hah! Aku tidak tau apa masalah kalian tetapi tidak mungkin seorang malaikat muncul begitu saja hanya karena permohonan pangeran yang penuh roh kudus itu"
"Justru mereka para iblis bodoh yang membantuku masuk ahahah! Sudah ya aku harus menghadap tuanku" dia menjentikan jarinya lalu menghilang
Elly sempat kesal karena Gabriella hilang secara tiba-tiba, dia juga lansung menyadaribahwa misinya hari ini belum selesai, "Gawat, aku harus menyelidiki lebih jauh" ucap Elly
Elly pun bergegas ke kastil Fuerst. Sesampainya di kastil Fuerst itu, Elly menyamar di balik pepohonan di dekat kastil itu menjadi Vanniette ketika memasuki gerbang kastil.
"Biarkan aku masuk ucap Elly dengan nada lembut khas Nona Vanniette Avicenna.
Tumben anda tidak didampingi pelayan anda"ditambah prajurit lainnya berbicara
"Dia akan menyusul, aku akan masuk, jangan mengikutiku,"
"Umm? Tapi tidak sopan membiarkan nona sendirian dan lagi kami tidak tau apa yang akan anda lakukan"
Gerbang terbuka, disitu Elly melihat wajah Christopher dengan pakaian mewahnya layaknya anggota kerajaan.
"Ada apa ini?" ucap Christopher
"Kekasihkuu"ucap Elly sambil memeluk Christopher, "Aku butuh ruang privasi."
"Baik aku akan mengantarnya, permisi ya" Christopher memegang tangan Elly kuat lalu mereka memasuki ruangan dimana penjaganya hanya berada di ruangan luar. Mereka duduk.
"Ada apa ini? Kau tau aku tidak menikah karena cinta"
Elly berubah wujud menjadi Elly yang sebenarnya, "Sekarang kau mau berbicara denganku kan?"
Christopher terkejut melihat perubahan tersebut, dia pun juga tidak asing dengan wajah Elly. Dia tau kalau Elly adalah rekan Anna jadi dia heran ada urusan apa seorang rekan Anna datang ke kastilnya.
"Apa ada yang terjadi pada Anna sampai-sampai kau seperti ini?"
"Bukan pada Anna tapi padamu.S"
"Apa maksudmu?"
"Apa hubunganmu dengan malaikat itu?"
"Yaampun kau mengira aku akan mencelakai Anna dengan menggunakan malaikat? Kau tau sendiri malaikat tidak ada kekuatan penghancur selain menghancurkan kalian para iblis"
"Berarti kau mau melawan kami kan, Tuan?"
"Dengar, aku khawatir pada Anna, kalian adalah iblis, apapun yang berhubungan dengan iblis hasilnya tidak baik dan aku hanya mau menjaga Anna"
"Kau gila, kau tidak takut aku akan melaporkan hal ini pada rekan-rekan iblisku?"
"Oh ya? Coba saja, pada saat itu juga kurasa kau akan meminta pengampunan"
"Kau sombong sekali. Kau pikir kami ingin mencelakai Anna, hah?"
"Kalian dipenuhi hal-hal buruk, tentu saja kalian juga akan berpikiran buruk kan, kalian hebat sekali bisa bertahan, Anna tidak boleh buruk seperti kalian”
“Kau berbicara melindungi Anna seakan dia adalah gadismu yang selalu kau jaga, lihatlah posisimu, Tuan. Anna tidak menyukai anda.”
“Aku tidak perlu izinnya kalau mau melindungi.”
“Kenapa tidak kau putuskan saja pertunanganmu dan menikah dengannya hah kalau kau cukup berani berbuat sesukanya.”
“Karena kerajaan membutuhkan seorang Fuerst tidak menolak Avicenna.”
“Banyak alasan! Kau hanya takut untuk memilih!” lalu segera pergi dari ruangan itu.
“Penjaga! Cegah dia pergi!” perintah Christopher.
Pintu ditahan oleh penjaga, Elly mulai marah.
Hah, kau pikir kau bisa menahanku?” Elly berubah wujud menjadi elang, dia menabrak jendela ruangan itu, “TRING!” lalu setelahnya terbang ke langit.
“Suara apa itu?” para prajurit masuk dengan pedang dan perisai bersiap-siap untuk melawan.
“Hah…dia sudah pergi,”ucap Christopher sambil tersenyum.
“Siapa?” ucap salah satu penajaga, dia kemudian meneliti seluruh ruangan tersebut dan tidak mendapati nyona Avicenna di dalamnya, “Tuan, dimana Nona Avicenna”
“Dia pergi, tidak tahan padaku” ucap Christopher
“Temukan dia!”
Christopher mengangkat tanganya dengan jari telunjuk dan tengah bergandengan, “Tenanglah, biarkan saja dia begitu, ini hanya urusan keluarga”
“Baiklah jika tuan berkata seperti itu, semuanya kembali ke posisi!” ucap salah satu penjaga itu.
“Baik, Komandan!” seru kelima penjaga lalu berbisik-berbisik, “Ada apa ya?” disusul oleh komandan mereka itu, “Baiklah, Tuan, aku harus pergi berjaga, kau tau cara memanggil kami dalam waktu darurat, kan?”
“Iya, tenanglah, aku bisa mengatasi masalahku,” ucap Christopher mengusir komandan penjaganya itu sambil mendorongnya.
Komandan itu menutup intu ruangan itu, setelah ditutup, tiba-tiba saja Gabriella muncul di hadapan Christopher, “Halo, tuanku, apa kau menikmati harimu?” sambil menggalunkan lenganya ke leher Christopher.
“Gabby, hentikan tindakanmu yang seperti iblis ini, kau akan membuat orang lain salah paham” ucap Christopher mengangkat tangan Gabrielle dari kalungannya.
Gabriel tersenyum melihat serpihan kaca yang jatuh, dia pun menggunakan sihir membereskan serpihan itu menjadi kaca seperti semula, dengan menggunakan sihirnya saja pun Gabrielle tau apa yang terjadi di ruangan ini.
“Ternyata kau bertemu dengan iblis itu” ucap Gabrielle sambil duduk di kursinya menghadap Christopher.
“Dia itu siapa? Sepertinya banyak sekali jenis dari mereka”tanya Christopher sambil duduk.
“Iblis memiliki tujuh jenis dosa besar:
Pertama, Erica, dosa kesombongan, dia memiliki rambut yang panjang berwarna krim, pakaian yang mewah seperti tuan putri, aku masih belum tau kekuatannya tetapi konon katanya apapun yang dia katakan sama seperti senjata sama seperti dewa.
Kedua, Elly, dosa iri hati, rambutnya pendek bewarna cokelat, wajahnya biasa saja, kulitnya tidak gelap dan tidak putih, seperti yang kau lihat dia bisa menjadi dan meniru siapapun, jadi hindarilah dia .
Ketiga, Rathy ,dosa kemarahan, rambutnya pendek acak-acakan bewarna merah, kulitnya gelap, kekuatannya hanya bisa melukai orang karena tenaganya dahsyat sekali.
Keempat, Vos, dosa kerakusan, pria ganteng dengan rambut yang rapi dengan kulit gelap, yang tidak lagi punya kekuatan tetapi konon dosa ini bisa mencuri apapun bahkan dalam jarak apapun bahkan membuat orang lain menjadi emas.
Kelima, Latzier, dosa kemalasan, anak laki-laki imut yang pintar bermain game, rambutnya acak-acakan berwarna biru, kekuatannya sampai kini kuketahui adalah muncul di mimpi orang tetapi dia memiliki kekuatan tersembunyi lainnya.
Keenam, Tony, dosa kerakusan, lelaki pintar dan rapi dengan rambut berwarna putih perak, kekuatannya bisa merakit barang ataupun memunculkan barang tetapi dia juga memiliki kekuatan tersembunyi lainnya.
Ketujuh, Luna, dosa hawa nafsu, wanita bertubuh menggoda dengan rambut pink, kekuatannya mengendalikan pikiran orang lain dalam jarak tertentu.”
“Kau yakin bisa mengalahkan mereka?” tanya Christopher setelah mencerna informasi itu satu persatu.
“Tentu saja kalau sendirian, kurang, kan?” Ucap Gabrielle sambil membunyikan lonceng di meja memanggil pelayan.
Seseorang mengetuk pintu berkata, “Ini teh anda.”
Gabrielle menjawab, “Masuk.”
Pelayan tersebut membuka pintu, memasuki ruangan dengan nampan yang menampilkan gelas yang berisi the dan tekonya, “Ini teh anda, tuan dan nyonya.” Sambil menghidangkannya di meja.
“Terima kasih, nona sudah boleh kembali,” ucap Gabrielle sambil tersenyum.
Setelah pelayan itu pergi, Christopher menatap Gabrielle lalu bertanya, “Aku harus bagaimana?”
“Tuan, gadis yang anda sukai itu sudah siap jatuh ke dalam neraka, apa tuan siap ikut bersamanya?” tanya Gabrielle sambil mengangkat gelasnya lalu meminum tehnya.
Christopher hanya terdiam berusaha berpikir tenang, dia pun juga ikutan meminum the yang tersedia di depannya.
“Tuan tidak usah ambil pusing, dia tidak seharusnya ada di dunia ini,” ucap Gabrielle
“Apa maksudmu itu?” tanya Christopher.
“Tuan harus tau bahwa dunia ini diciptakan oleh dewa tetapi di dunia lain dunia ini hanyalah dunia ciptaan seorang manusia lain,” jawab Gabrielle.
“Maksudmu Anna adalah alien?” tanya Christopher.
“Bisa dibilang seperti itu,” ucap Gabrielle sambil menghabiskan minumannya.
“Apa kau berbohong padaku?” tanya Christopher dengan mata penuh kecurigaan.
“Apalah untungnya itu bagiku? Ini benar adanya, tuan, terimalah kenyataanya,” ucap Gabriele
Christopher sibuk menyimpulkan informasi tersebut.
-----
Hari sudah mau gelap, Elly akhirnya pulang ke kedai Anna dengan selamat dengan badan memiliki luka karena menerjang kaca rumah Christopher sebelumnya, dia membuka pintu lalu Tony dan Vos terkejut melihatnya.
“Duduk, Elly, biarkan aku mengobatimu,” ucap Tony sambil mengucapkan sihir untuk membuat perlengkapan medis.
Sementara Tony merawat luka Elly, Vos bertanya, “Apa pangeran itu yang melakukannya?”
Elly hanya berdiam diri, dia menunggu Tony mengobati lukanya. Tony pun juga hanya diam karena dari dulu Elly selalu seperti ini, dia menyimpan perasaanya dan tidak pernah menceritakannya seseorang, gaya yang sangat khas dari iblis iri hati.
Vos yang melihat keheingan itu pun berusaha mencairkan suasana, dia berpikir apa yang harus dia lakukan. Dia membuka lemari, mengambil daging ayam mentah, meletakkanya ke dalam suatu mangkuk, mencuci ayam tersebut, menyalakan kompor, lalu lansung memasukkan daging ayam yang berair sehingga api yang dihasilkan sangat besar.
“WAHHH!” Vos terkejut melihat api itu, dia sendiri tidak menyangka kompor tanah itu bisa menghasilkan api sebesar itu.
Setelah mendengar suara Vos, Tony berbalik arah dan terkejut, “VOS! APA YANG KAU LAKUKAN?! YA AMPUN!”
“TOLONG!” teriak Vos sambil menyemburkan api tetapi apinya semakin besar.
“Agh! Kalian semua menyusahkan saja!” ucap Tony kesal, dia merapal matra sihir.
Dari arah bawah terdapat sebuah lingkaran sihir yang menghasilkan selang air, Tony pun tanpa ragu memencet tombol pada selang air itu ke arah kompor. dan air itu mampu menghilangkan api tadi tetapi Tony lupa bahwa Vos masih ada di dekat kompor itu sehingga Vos kebasahan.
“Kau sengaja, ya?” tanya Vos dengan wajah kesal.
Tony mengangkat tangannya. Selang air itu pun hilang dimakan oleh lingkaran sihir, dia menepuk pundak Vos lalu dia segera berlari ke lantai dua karena menghindari Vos yang kesal.
“Hey, jangan lari!” teriak Vos sambil mengejar Tony yang berlari ke lantai dua.
Elly tertawa girang, dia berdiri dari kursinya lalu menyusul Vos dan Tony ke lantai dua.
Sesampainya di lantai dua, Tony bersembunyi di dekat ibu Vos lalu berkata, “Dia hamoir membakar dapur,” sambil menunjuk ke arah Vos yang juga sampai di lantai dua.
Vos semakin kesal melihat tingkah laku Tony yang seperti seorang bocah padahal mereka sama-sama orang dewasa yang sudah berumur. Ibu Vos melihat mata Vos dengan tatapan tidak membolehkan Vos untuk marah.
“Ya ampun kalian berdua ini sudah besar masih saja seperti anak-anak,” ucap Ibu Vos sambil menjahit dengan mesinnya.
“Ibuuu, kenapa ibu tidak membelaku? Dia membuatku kebasahan!”ucap Vos sambil menggaruk kepalanya karena dia kesal melihat ibunya sendiri tidak bisa membelanya.
“Daripada berantam, kalian berdu kesinilah sebentar,”ucap Anna melihat ke arah Vos dan Tony dengan tangan masih memegang pensil untuk melanjutkan desain bajunya.
Vos menatap Tony kesal, dia mengambil nafas lalu menuju ke arah Anna yang sedang mengerjakan desain bajunya bersama Luna di mejanya, begitu juga Tony menyusul sambil berjalan pelan karena takut Vos akan mengamuk lagi sedangkah Elly hanya tersenyum saja, dia melihat meja bekas kerjaanya lalu melanjutkan pekerjaanya.
“Vos akan ikut denganku di pesta teh nanti,” ucap Anna serius sambil menatap Vos.
“Eh? Aku?” tanya Vos kebingungan
“Iya, kau” ucap Anna sambil mengambil tali pengukur dari mejanya, dia berdiri lalu mengukur badan Vos.
Ketika sedang mengukur badan Vos, Anna tersipu malu karena dia berada di dekat Vos.Badan Vos sangat atletis, ukuran bahunya lebar, otot perutnya terlihat jelas, otot lengannya yang cukup besar, dia adalah definisi dari lelaki kekar sehingga Anna sedikit kesusahan untuk berpaling dari nafsu tidak memegang badannya.
Vos merasa geli dan malu ketika Anna berada di dekatnya, dia merasakan tali yang mengitari badannya, pinggangnya, lengannya, apalagi melihat Anna yang lembut dan tenang ketika mengukur badannya seolah sudah sering melakukannya, Vos memalingkan wajahnya supaya tidak kelihatan malu.
“Aduh, pasangan ini cocok sekali,” ucap Luna dengan nada mengejek melihat kedekatan pasangan itu.
Tony yang melihat ruangan yang lagi-lagi isinya tentang kedua pasangan itu hanya bisa tersenyum dan berusaha menghindar dari tempat tersebut, dia mengaruk lehernya lalu berkata, “Sepertinya aku harus membereskan dapur terlebih dahulu, aku pergi dulu ya,” sambil tersenyum.
Tony berjalan meninggalkan ruangan itu, Elly yang melihat tingkah Tony yang tidak biasa itu bisa mencium aroma khas dari arah Tony, aroma yang sangat disukai Elly tetatpi Elly bersusaha menghiraukan Tony karena dia tidak mau mengacaukan pikiran Tony.
Setelah mengukur-ngukur badan Vos, Anna mencatat setiap ukuran badan tersebut di bukunya, “Baiklah, malam ini sudah selesai.”
“Terima kasih, apa aku sudah menganti bajuku dengan baju lain?” tanya Vos.
“Ah…aku ragu aku punya baju lain untukmu…,” ucap Anna dengan nada ragu sambil melihat ke arah lain.
“Hah…?” tanya Vos dengan wajah heran.
Elly membuka laci baju Anna lalu menemukan terusan baju tidur berwarna biru yang kainnya selembut sutra sehingga, “Maksudmu ini?”
“I…iya,” ucap Anna sambil melipat tangannya seperti gaya memohon.
Vos melihat ke arah Elly dan menemukan baju yang seperti ibunya pakai tiap hari, itu adalah terusan baju wanita, mata Vos membesar melihat ke arah Anna seperti siap menelan Anna dengan tatapannya itu.
Anna menghindar dari tatapan Vos yang besar itu, dia menghela nafas lalu berkata,”Aku tau kau tidak suka tetapi pilihan ada padamu, apa kau mau tetap kebasahan seperti ini?”
Vos kesal, dia duduk di lantai kayu dekat Anna sambil menyilangkan legannya, “Tidak, apa kalian sudah gila?”
“Baiklah, aku yang bilang kho, ya,” ucap Anna sambil meneruskan pekerjaanya bersama Luna yang daritadi berkosentrasi dengan desain bajunya.
Elly pun memasukkan kembali baju tersebut ke dalam laci lemari Anna lalu segera melanjutkan pekerjaanya yang sempat tertunda tadi, “Bajunya masih ada di laci ya.”
Setelah beberapa jam berlalu, baju Vos memang kering tetapi dia tetap tidak nyaman mengguanakannya, dia melihat semua orang di ruangan itu selain Latzier yang tidur, mereka bekerja tanpa mempedulikan keadaan Vos.
Vos pun tidak punya pilihan, dia menarik laci lemari baju tersebut lalu mengeluarkan terusan baju yang sempat diekluarkan Elly tadi, “Hanya hari ini saja, seharusnya kalian juga mengerjakan baju untuk kita dong, ya ampun,”
Vos melepaskan bajunya, dia memasukkann baju itu. Semua orang di ruangan itu yang awalnya sibuk bekerja termasuk Latzier yang tertidur tiba-tiba melihat ke arah Vos dengan penuh antusia.
“HAHAHAHAHAH!” ruangan dipenuhi dengan tawa riang menertawakan Vos yang memiliki badan kekar malah terlihat seperti laki-laki yang bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Mendengar keceriaan dari lantai dua pun, Tony yang sudah siap membersihkan ruangan lantai satu menaiki lantai dua karena penasaran. Dia mellihat Vos yang terlihat mengemaskan dengan pakaiannya yang seperti ibu Vos kenakan saat ini.
“HUAHAHAHAHAH, YAAMPUN AKU HARUS MENGABDIKAN MOMEN INI!” Tony merapalkan sihir lalu dari tangannya muncul suatu kamera, dia lansung memfoto Vos dengan lampu terang kameranya.
Terang lampu itu membuat mata Vos sakit, dia bingung benda apa yang kali inii diciptakan oleh Tony, “Benda gila apa itu?”
Tony yang mendengar benda ciptaanya dikatakan gila menyembunyikan kamera itu ke dalam lingkaran sihir di dalam tangannya, “Enak saja kau menamainya gila, ini namanya kamera.”
“Hah? Kamera?” tanya Vos
Sementara yang lain sibuk menertawai Vos dengan bajunya, Anna teringat suatu ingatan putih hitam tentang kamera dang mengabadikan momen, di dalam ingatan itu terdapat seorang pasangan yang sedang berfoto, ingatan itu membuat air mata jatuh memasahi pipi Anna.
“Astaga, Anna, kau kenapa menangis?” tanya Tony khawatir.
“Tidak, aku hanya teringat masa lalu saja,” jawab Anna menyeka air matanya dengan tangannya.
Tony berjalan ke arah Anna sambil memunculkan sapu tangan dari lingkaran sihir di tangannya, dia menyeka wajah Anna dengan sapu tanganya lembut lalu menatap Anna tulus.
“Jika kau mau menceritakannya, cerita saja pada kami, oke?” ucap Tony sambil menepuk pundak Anna untuk menenangkan Anna.
“Terima kasih, Tony” ucap Anna, dia juga melihat ke orang-orang disekitarnya, “Terima kasih kalian semua, mungkin aku hanya capek.”
“Istirahatlah, Anna, sisanya serahkan saja pada kami!” ucap Luna sambil memegang punggung tangan Anna.
“Baiklah, kalian, jangan lupa untuk beristirahat ya,” ucap Anna berdiri.
”Iya, kau istirahtlah, Anna,” ucap Ibu Vos sambil menatap Anna dari meja mesin jahitnya.
Anna menatap kembali ibu Vos, mengangguk, lalu mengambil futon miliknya. Dia menelatangkannya, berbaring, lalu menyelimuti dirinya.
“Selamat malam semuanya,” ucap Anna sambil menutup matanya.
“Malam, Anna,” sahut satu ruangan itu.
Setelah hari sudah sangat gelap disertai suara burung hantu, semuanya mengambil futon mereka masing-masing lalu mengistirahatkan badan mereka, semua orang tertidur kecuali Elly yang kesusahan tidur karena memikirkan sesuatu.
“Sepertinya itu cuman main-main saja, tidak usah dipikirkan. Aku tidur saja” ucap Elly dalam hatinya.
Keesokan harinya ketika matahari ditemani kicauan burung, lagi-lagi Luna dan Ibu Vos ingin membuat keisengan pada Vos dan Anna tetapi hal tersebut lansung dicegah oleh Tony yang memegang bahu mereka berdua.
“Kalian ini, bukan begitu caranya membangungkan orang,” ucap Vos, dia merapalkan sihir lalu sebuah toak pengeras suara keluar dari tangannya.
“Bangun!” sahut Vos dengan toaknya.
Anna, Vos, bahkan Latzier juga terbangun karena begitu kerasnya suara toak tersebut, kali ini Anna dan Vos sama-sama sadar bahwa mereka tidak lagi dijahili oleh Luna dan Ibu Vos tetapi diganggu oleh Tony.
“Tony…kau juga ikutan menganggu kami?” ucap Vos lalu berdiri menghadap Tony.
“Kau salah paham, aku membantumu, tau,” ucap Tony sambil mengalihkan padangannya dari Vos.
“Kau ini kekanakan sekali,” gerutu Vos sambil menepuk dahinya berusaha menenangkan pikirannya bahwa orang di hadapannya ini dari kemarin terus saja menganggu Vos.
Tony yang melihat Gerakan Vos yang menahan dirinya marah itu menarik tangan Vos keluar dari ruangan itu, “Ayo, Ibu. Kita masih harus memasak untuk anak-anak.”
Vos yang ditarik tangannya semakin kesal mendengar dia dipanggil dengan sebutan ibu, “Dasar kau, jika kekuatanku kembali, ayo kita bertarung lagi di dunia iblis.”
“Ya, ya, cepatlah jalan,” ucap Tony cuek sambil terus menarik tangan Vos menuruni tangga.
“Baiklah, kita juga harus bekerja keras hari ini, ayo bersemangat!” ucap Anna sambil bangkit dari futonnya.
“Ay, ay, kapten~!” seru Luna sambil mengangkat tangannya.
Mereka masing-masing bekerja di bidang mereka. Vos dan Tony yang sedang memasak, Anna, Luna, Elly, dan Ibu Vos yang mengerjakan bagian baju sedangkah latier lagi-lagi hanya tidur.
Seperti biasa ketika makanan sudah siap disajikan, semuanya menunda pekerjaan mereka, mereka makan bersama lagi merayakan hari ini adalah sehari sebelum pesta, mereka menyantap makanan mereka dengan nikmat hingga tidak tersisa.
“Seperti biasa, masakanmu enak sekali, Tony!” ucap Anna mengacungkan jempl ke Tony.
“Terima kasih, Anna,” ucap Tonny sambil meletakn piringnya ke dalam ember.
Semuanya juga meletakkan piring mereka ke dalam ember lalu setelahnya ketika ingin kemabli ke pekerjaan masing-masing, Elly berkata, “Urusanku belum selesai, Anna. Aku masih harus melapor.”
“Oh? belum? Apa ada masalah?” tanya Anna menatap Elly dengan wajah khawatir.
“Tidak apa, aku bisa membereskannya,” ucap Elly sambil berjalan berusaha meninggalkan ruangan tersebut.
“Kalau begitu berhati-hatilah,” ucap Anna melambaikan tangannya.
Elly melihat ke belakang mendapati wajah Vos dan Tony yang tersenyum palsu, dia tau mereka hanya khawatir padanya, dia hanya tersenyum lalu melambaikan tangan juga, “Iya, kalian juga semangat ya.”
“Iya,” jawab para lelaki melambaikan tangannya juga, Elly kembali menghadap pintu, membukannya lalu pergi dari kedai tersebut.
Selagi berjalan di jalan, Elly mendapati selebaran kertas, dia terkejut melihat isi dari selebaran itu.
---BAB 5 (END)---f