Loading...
Logo TinLit
Read Story - DAMAGE
MENU
About Us  

            Cekrek-cekrek

            Suara jepretan kamera disertai flash yang menyorot mata menjadi kesibukan di siang ini. Sean bergaya di depan kamera dengan begitu luwes, mengikuti setiap arahan sang fotografer. Puluhan foto yang berhasil diambil pun tampak sempurna, menuai decak kagum dari orang-orang yang ada di sana.

            Pemotretan yang dilakukan untuk majalah Alle akhirnya usai. Mereka saling bertepuk tangan atas kerja keras hari ini, terlebih Sean yang merasa puas setelah melihat hasil fotonya. Pria jangkung itu mengucapkan terima kasih sebelum berlalu untuk mengganti pakaian.

            Sean tidak langsung pulang. Ia beristirahat sebentar di ruang make up. Nara dengan sigap memberi Sean sebotol air mineral yang langsung diminumnya.

            “Sean ….” panggil Tomi yang baru masuk ke ruang make up.

            “Iya?”

            Tomi menggeser kursi ke dekat Sean. “Pemutaran film-mu akan segera berakhir. Kamu mau ambil projek baru? Ada naskah film dan drama yang bisa kamu pertimbangkan.”

            Sean termenung. Jari tangannya tidak bisa diam saling bergesekan. Kelopak matanya berkedip lambat, seolah otaknya tengah memikirkan masalah yang berat. Akhir-akhir ini, semua hal tentang pekerjaan terasa memuakkan untuknya.

            Tomi dan Nara saling berpandangan, merasa bingung dengan aksi diam Sean.

            “Sean ….” Nara menepuk pelan pundak Sean. Pria itu tersentak, membuktikan bahwa dirinya tengah melamun.

            “Kenapa? Ada yang ganggu pikiranmu?” tanya Tomi.

            Sean menggeleng. Tentu saja itu bohong. “Kak … aku nggak pengen ambil job dulu.”

            Tidak hanya Tomi, Nara pun dibuat bingung dengan keputusan mendadak itu. Sean tidak pernah mendiskusikan masalah ini sebelumnya. Apakah keadaannya sudah di luar kendali sampai pria itu langsung mengambil keputusan sepihak?

            “Apa kamu yakin?”

            “Hm.”

            Tomi menoleh pada Nara. Ketika wanita itu mengangguk setuju, ia hanya bisa pasrah dan menelan kembali pertanyaannya. “Oke. Setelah semua schedule-mu selesai, aku nggak akan terima tawaran apa pun lagi, tapi sampai kapan?”

            “Akhir tahun.”

= DMG =

            Pekerjaan Sean hari ini selesai lebih cepat dari jadwal yang ditentukan. Ia memutuskan langsung pulang, tidak ke perusahaan dulu untuk mengunjungi kakaknya.

            “Udah pulang?”

            Langkah Sean berhenti saat melewati ruang keluarga. Ia baru menyadari presensi Arjune di sana, berbaring santai di sofa sembari memeluk bantal. Tangannya juga aktif memegang remote tv, sesekali memencet tombol untuk memindah channel siaran.

Cukup lama Sean berdiri memperhatikan kakaknya. Ia sampai lupa, kapan terakhir kali melihat pria itu sasantai ini. Tanpa setelan jas dan pantofel hitam mengkilat, hanya kaos hitam tanpa lengan juga kolor kotak-kotak selutut. Sungguh pemandangan yang sangat langka.

Sean mengurungkan niat ke kamar, memilih duduk di sofa single dekat Arjune berbaring. “Tumben jam segini udah di rumah?” Ia melirik jam dinding sekilas.

19.51

Arjune tersenyum kecil, meletakkan remote di atas meja. Ia duduk bersila, menopang sebelah tangannya pada lengan sofa, sedang tangan satunya tetap mendekap bantal. “Kita udah lama nggak duduk bareng kayak gini.”

Sean mengangguk setuju. Beberapa bulan terakhir, mereka disibukkan oleh setumpuk pekerjaan. Di rumah pun hanya saling bertegur sapa sebelum berangkat kerja, dan seringnya Arjune pulang ketika dirinya sudah tidur, lebih tepatnya berusaha untuk bisa tidur.

How was your day?” Arjune menatap lekat sang adik. Tatapan teduh itu menyiratkan banyak kekhawatiran. Entah Sean menyadarinya atau tidak.

“Kayak biasanya, nothing special.” Sean bersandar, merilekskan tubuhnya yang terasa amat pegal.

“Tomi bilang, kamu pengen rehat dulu sampai akhir tahun.”

Sean mengangguk singkat.

“Boleh tahu apa alasannya?”

Sean tidak langsung merespons. Ada jeda sebelum ia menjawab, “Lagi suntuk aja. Pengen cari suasana baru.” Ia menoleh pada Arjune. “Kakak marah?”

“Buat apa marah? Itu, ‘kan, pekerjaanmu. Kamu lebih tahu yang terbaik untuk dirimu sendiri.” Arjune mengalihkan pandangan pada layar televisi yang menampilkan acara komedi.

“Dek ….”

Hm?” Dahi Sean mengerut. Arjune tidak pernah memanggilnya adik, kecuali ketika membahas masalah yang serius.

Sean setia menunggu apa yang akan dikatakan oleh Arjune, tidak mendesak ketika pria itu tak kunjung membuka suara. Saat bola mata mereka saling beradu pandang, saat itulah Sean sadar, Arjune menatapnya penuh kekecewaan.

“Sampai kapan kamu nanggung semuanya sendiri?”

Sean bergeming. Perlahan pandangannya luruh, tidak berani melihat sang kakak.

“Kakak masih ada, Dek. Masih di sini, di depanmu. Kamu udah nggak anggap kakak keluarga lagi?”

Perkataan Arjune memang lembut, tetapi tusukannya terasa sampai ulu hati Sean.

“Jangan kira selama ini kakak diam, kakak nggak tahu apa yang terjadi sama kamu. Kakak nunggu kamu jujur, Dek, tapi sampai sekarang pun kamu tetap nggak mau buka mulut. Kalau sakit itu bilang, jangan dipendam sendiri. Kakak merasa nggak berguna tahu nggak?”

Sampai di dalam kamar pun perkataan Arjune terus menghantuinya. Bagaimana pria itu tahu akan trauma yang perlahan kembali menguasai dirinya? Selain aduan dari Tomi, apa yang menyebabkan pria itu bertindak tegas, seperti tadi?

            Otaknya berpikir keras, detail kecil apa yang ia lewatkan?

            “Sial,” umpat Sean kala netranya fokus pada nakas. Ia bangkit, membuka tiga laci itu satu per satu, mencari benda yang selama beberapa bulan ini menemani malamnya.

            Sean berhenti mengacak-acak isi laci, membiarkan barang-barang kecil lainnya tergeletak mengenaskan di lantai. Ia tertawa pelan, merutuki kebodohannya.

            Dugaannya benar. Pil-pil putih itu tidak ada di tempatnya. Semalam, Sean lupa meletakkannya lagi dalam laci. Saat Arjune masuk, tentu saja pria itu langsung membawanya pergi.

            Kakak lega, kamu memutuskan buat berhenti sebentar. Demi kebaikanmu, konsultasi lagi, ya, Dek. Kakak nggak akan sanggup lihat kamu hancur untuk kedua kalinya. Kamu harus tetap bahagia …

tanpa rasa takut.

= DMG =

“Ketakutan hanya akan menjadikanmu lemah. Katakan saja apa yang membuatmu gundah. Kamu berhak berbicara tanpa disanggah .”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The Maiden from Doomsday
10468      2310     600     
Fantasy
Hal yang seorang buruh kasar mendapati pesawat kertas yang terus mengikutinya. Setiap kali ia mengambil pesawat kertas itu isinya selalu sama. Sebuah tulisan entah dari siapa yang berisi kata-kata rindu padanya. Ia yakin itu hanya keisengan orang. Sampai ia menemukan tulisan tetangganya yang persis dengan yang ada di surat. Tetangganya, Milly, malah menyalahkan dirinya yang mengirimi surat cin...
Premium
Dunia Tanpa Gadget
10678      2813     32     
True Story
Muridmurid SMA 2 atau biasa disebut SMADA menjunjung tinggi toleransi meskipun mereka terdiri dari suku agama dan ras yang berbedabeda Perselisihan di antara mereka tidak pernah dipicu oleh perbedaan suku agama dan ras tetapi lebih kepada kepentingan dan perasaan pribadi Mereka tidak pernah melecehkan teman mereka dari golongan minoritas Bersama mereka menjalani hidup masa remaja mereka dengan ko...
ALTHEA
95      76     0     
Romance
Ini adalah kisah seorang perempuan riang yang memiliki perasaan lebih ke manusia es batu, manusia cuek yang telah menyukai seorang perempuan lain di sekolahnya. Walaupun ia tahu bahwa laki laki itu bukan menyukai dirinya, tetap saja ia tak akan kunjung lelah untuk mendapatkan perhatian dan hati laki laki itu. Akankah ia berhasil mendapatkan yang dia mau? "Dasar jamet, bales chat nya si...
Under The Moonlight
1971      1002     2     
Romance
Ini kisah tentang Yul dan Hyori. Dua sahabat yang tak terpisahkan. Dua sahabat yang selalu berbagi mimpi dan tawa. Hingga keduanya tak sadar ‘ada perasaan lain’ yang tumbuh diantara mereka. Hingga keduanya lupa dengan ungkapan ‘there is no real friendship between girl and boy’ Akankah keduanya mampu melewati batas sahabat yang selama ini membelenggu keduanya? Bagaimana bisa aku m...
ALMOND
939      554     1     
Fan Fiction
"Kamu tahu kenapa aku suka almond?" Anara Azalea menikmati potongan kacang almond ditangannya. "Almond itu bagian penting dalam tubuh kita. Bukan kacang almondnya, tapi bagian di otak kita yang berbentuk mirip almond." lanjut Nara. "itu amygdala, Ra." Ucap Cio. "Aku lebih suka panggilnya Almond." Nara tersenyum. "Biar aku bisa inget kalau Almond adalah rasa yang paling aku suka di dunia." Nara ...
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
2276      1190     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Rembulan
1046      586     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...
Niscala
328      216     14     
Short Story
Namanya Hasita. Bayi yang mirna lahirkan Bulan Mei lalu. Hasita artinya tertawa, Mirna ingin ia tumbuh menjadi anak yang bahagia meskipun tidak memiliki orang tua yang lengkap. Terima kasih, bu! Sudah memberi kekuatan mirna untuk menjadi seorang ibu. Dan maaf, karena belum bisa menjadi siswa dan anak kebanggaan ibu.
Tumpuan Tanpa Tepi
9627      2915     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...
Orange Haze
443      316     0     
Mystery
Raksa begitu membenci Senja. Namun, sebuah perjanjian tak tertulis menghubungkan keduanya. Semua bermula di hutan pinus saat menjelang petang. Saat itu hujan. Terdengar gelakan tawa saat riak air berhasil membasahi jas hujan keduanya. Raksa menutup mata, berharap bahwa itu hanyalah sebuah mimpi. "Mata itu, bukan milik kamu."