Aneh.
Ada yang tidak beres disini.
Hari ini aku segera bangun pagi, tidak seperti hari biasanya yang sering kesiangan. Orang tua dan pembantuku sampai heran. Aku ingin segera melihat keadaan Reval di kamar tamu. Dia memang sudah bawa obatnya, tapi sakitnya seperti tidak berkurang tadi malam. Namun saat ku buka pintu kamar itu, dia hilang. Tempat tidurnya sudah kelihatan rapi, bahkan seperti tidak terpakai sama sekali.
Kenapa? Dimana Reval?
"Ada apa, Vick?" tanya mama yang baru saja muncul dari kamar mandi dan lewat di depan kamar tamu.
"Ma, dimana Reval?" tanyaku panik.
"Oh, tadi dia pamit pulang jam 3 tadi. Mungkin dia gak enak tidur sini."
"Tapi kan dia sakit, Ma. Kenapa mama gak nahan dia?!"
"Dia keras kepala," jawab mama sambil berjalan ke kamarnya sendiri. Sementara aku mengikutinya di belakang. Tapi mama teris mengoceh sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. "Kamu kan pacarnya. Seharusnya kamu lebih tahu lah tentang dia!"
Deg! Mama selalu begini. Kata-katanya berhasil menusuk hati seseorang. Aku berhenti mengekorinya dan beralih ke kamarku sendiri. Segera ku ambil ponselku di meja. Aku ingin segera menelponnya, tapi ada sebuah chat yang masuk. Dari Reval.
Maaf sayang, aku pulang tanpa pamit. Mamaku minta aku segera pulang. Aku takut ada apa-apa. Bye. 😘
Argh! Anak ini kenapa gak bangunin aku aja sih kalau mau pulang?!
Hah, sabar.... Aku masih bisa menemuinya di kampus kalau dia benar-benar sudah sembuh.
Aku akan mengacak-acaknya nanti.
Kakiku berjalan kembali ke kamar. Saat aku mau membuka pintu, ku dengar dua pembantuku yang sedang bergosip.
"Eh, nyonya tadi malam masuk ke kamar tamu?! Masak sih?" Katanya Bik Iyem, pembantuku yang senior dan suka bergosip.
Ku urungkan niatku untuk masuk kamar. Sepertinya ada yang tidak beres.
"Iya bu. Saya lihat sendiri. Itu kan ada pacarnya Den Vicky! Gak lama setelah itu, pacarnya Den Vicky keluar dari rumah ini!" tambah Mbak Sari, pembantuku yang lain.
"Hah? Itu pacarnya Den Vicky?! Jadi selama ini Den Vicky beneran homo??"
"Sssttt..... Jangan keras-keras!"
Aku menggertakkan gigiku. Apa-apaan ini?! Jadi maksudnya, Reval diusir mama?
***
Aku mengikuti kelasku dengan perasaan amburadul. Mama selalu bertindak seakan-akan mendukungku. Tapi beliau juga yang mengusir Reval dari rumah! Argh!
Memang sih. Kalau dilihat darimana pun, hubunganku dengan Reval itu tidak biasa. Kami sama-sama laki-laki, tapi kami memutuskan untuk saling mengikat benang merah di kelingking kami -menjalin cinta. Kalau dipikir-pikir, ini salahku yang meminta Reval untuk bertanggung jawab atas perasaanku dan dia menerimanya. Bahkan dia memperlakukanku sebagaimana seorang kekasih tanpa terlihat adanya paksaan. Perasaan kami murni dan benar-benar saling mencintai tanpa syarat. Tapi kenapa keluargaku malah menyangkalnya?
Pluk! Aku mendapat hantaman penghapus dari dosen. Ah, sial! Aku terciduk tidak memperhatikan ceramahnya. Semua orang di kelas memperhatikanku dengan aneh. Mungkin mereka berpikir, tumben anak serajin Vicky dapat teguran dosen?
"Vick, elu gak apa-apa?" tanya Claudia, temanku di belakang.
"Gapapa," jawabku sambil mengetik chat di ponselku. Aku ingin segera bertemu Reval setelah kelas usai.
"Eh, gue boleh tanya gak?" tanyanya dengan nada gak enak hati.
"Apa. Langsung aja."
"Elu beneran pacaran dengan anak Teknik yang pernah jadi kriminal itu?"
"Iya. Itu cowok gue. Kenapa?"
"Hei, elu gila apa?! Bukannya selama ini elu selalu bilang kalau elu normal ke para fans gelap lo! Kenapa malah beneran pacaran sama cowok sih? Anak itu lagi!"
"Kenapa? Gue sayang dia, dia sayang gue. Jelas kan?"
"Yah elu mikir-mikir dong! Elu kan pengen jadi MUA profesional! Kalau elu berhubungan dengan kriminal, apalagi pacaran, masa depan elu bakal suram! Apalagi keluarga elu!"
Aku teringat yang selalu dikatakan Reval. Dia rela dianggap apa saja oleh orang lain, tapi dia tak ingin masa depanku hancur dengan mengumbar hubungan kami. Tapi aku memilih sebaliknya. Aku benar-benar ingin bersama Reval. Jadi aku memilih untuk tak merahasiakannya. Entah orang tuaku atau teman-temanku.
Jadi kali ini aku menjawab, "Berhenti menjelek-jelekkan orang lain. Dia pacarku, bukan pacarmu. Aku yang paling tahu tentangnya."
Setelah kelas berakhir, aku segera membereskan tasku dan keluar dari kelas. Tak ku pedulikan teman-teman sekelasku yang berusaha menasehatiku. Aku hanya fokus pada ponselku. Reval tidak bisa dihubungi. Hanya centang satu. Ditelpon juga tidak bisa. Ponselnya mungkin mati.
Biasanya setelah aku keluar dari kelas, dia menungguku di gerbang.
Tapi sekarang tidak.
***
"Reval? Elu cari anak bermasalah itu?!" tanya seorang cewek sinis yang sejurusan dengan Reval. "Ada apa sih?!"
Aku tidak suka gadis ini. Aku ke datang ke gedung fakultas Reval dan mencarinya, lalu bertanya baik-baik pada cewek ini, malah ditanggapi seperti ini. "Sorry, kak. Gue punya urusan sama dia. Penting banget. Jadi tahu gak dimana dia?"
Dia menghela napas dengan kesal. "Udah kena DO kali sekarang."
"HAH?! Yang bener elu! Jangan sembarangan fitnah orang!" ucapku marah. Bisa-bisanya dia bilang kaya gitu.
"Eh, gue udah bilang jujur ya. Tadi dia masuk kelas pake mood gak jelas. Seisi kelas jadi serem tahu! Dia juga berantem dengan anak jurusan lain di kelas. Pake bilang 'Kamu seharusnya ikut mati! Berani banget kamu muncul di depanku!' Akhirnya dia disuruh keluar kelas. Kemungkinan paling ringan, dia bakal digugurin mata kuliahnya. Yang berat ya DO itu."
Badanku lemas. Reval.... "Itu beneran?" tanyaku lemah dan merasa tidak percaya.
"Iya! Tadi aku satu kelas dengannya!"
Ya Tuhan....
Reval, kamu jadi bad mood karena diusir mamaku?
Aku harus segera bertemu dengannya!
***
Setelah dari kampus, aku langsung meluncur ke tempat kerja Reval. Aku ingin melihat apakah dia sudah bekerja disana. Tapi yang ku dapat.....
"Dia baru saja berhenti bekerja disini. Tadi pagi sebelum dia kuliah, dia pamit dan tidak akan kesini lagi," kata pemilik bengkel itu.
"Apa?"
Aku terkejut. Badanku terasa lemas. Aneh. Reval menghilang dari kampus atau tempat kerjanya.
Ada apa? Kenapa dia seperti ini?
"Pak, boleh minta alamat rumahnya tidak?" tanyaku panik. Jalan terakhir aku harus ke rumahnya.
"Maaf, bapak sendiri juga gak tahu dia tinggal dimana. Dulu dia datang kesini lalu langsung kerja. Anak itu gak pernah ngobrol sama siapapun disini. Mungkin sama mas doang malah! Jadi gak ada yang tahu rumahnya," jawabnya setelah bertanya ke beberapa bawahannya.
Reval....
Reval, kamu dimana?
Kenapa kamu tiba-tiba menghilang dari kehidupanku?
Ku genggam kalung yang dia belikan kemarin dan ku cium. Hanya ini yang ku punya darinya.
***
Reval benar-benar hilang. Tidak ada yang tahu dia dimana. Setiap orang yang ku datangi pasti menggelengkan kepala ketika aku bertanya tentangnya. Alasannya sama. Reval adalah orang anti sosial, tidak pernah berinteraksi dengan orang lain. Kalaupun iya, kata mereka, Reval hanya terlihat akrab denganku. Nomor ponselnya tidak bisa dihubungi. Apakah nomorku diblokir?
Oh ya, aku juga bertanya pada Ariel. Tapi dia tidak menjawabku dan mengabaikanku. Aku tidak tahu kenapa, tapi dia seperti memusuhiku, tanpa ku tahu salahku apa. Padahal hanya dia jalan terakhir aku bisa bertemu Reval.
Dia tidak punya sosial media seperti Facebook atau Instagram. Biasanya setelah dia memotretku, dia hanya menyimpannya di ponsel. Status WhatsApp nya tidak pernah muncul sama sekali.
Dia menghilang di dunia nyata dan maya.
Dan aku merasa kehilangan semangat untuk hidup.
Biasanya aku selalu bersemangat dan aktif di kelas. Atau ketika ada lomba MUA. Tapi sekarang aku tidak bergairah. Aku lebih sering bolos untuk tidur di kamar atau jalan-jalan di kota secara tidak jelas. Aku juga melewati gang tempat aku bertemu Reval pertama kali. Aku berharap bertemu dia disana. Tapi tidak. Dia tidak datang di tempat itu. Sekarang tempat itu benar-benar sepi. Preman disana pun dikabarkan telah bubar setelah dibantai Reval.
Mungkin aneh, tapi aku kangen melihatnya mengamuk lagi. Mengamuk karena melindungi seseorang.
Aku ingin pelukannya lagi.
Beberapa terakhir ini, aku mencoba rokok dengan merk yang disukai Reval. Aku ingin merasakan sensasi yang disukainya. Tapi percuma, mencoba sekali saja aku langsung batuk. Jadi aku langsung membuangnya setelahku beli. Reval pasti ngomel kalau tahu hal ini. Aku juga mencoba mendatangi tempat-tempat yang kami datangi. Siapa tahu dia disana. Tapi tidak ada. Dia tidak datang.
Ku genggam erat kalung yang dia pakaikan di leherku.
Sial! Kenapa kamu, Val? Kenapa kamu tega meninggalkan aku sendiri?!
***
Orang tuaku tahu perubahan yang ada padaku. Biar ku tebak, pasti mereka bingung. Setengah hati, mereka bersyukur Reval meninggalkanku. Tapi setengah hati mereka sedih melihatku yang kehilangan motivasi. Aku sering bolos kuliah dan mengurung diri di kamar sambil mendengarkan musik keras-keras. Aku juga jarang makan di rumah, dan lebih sering makan di luar. Itu pun dua hari sekali. Mereka selalu mengetuk pintu kamarku dan menegurku. Ku abaikan saja mereka. Ini semua karena salah mereka yang mengusir Reval. Pasti mereka mengancam Reval agar dia tidak mau menemuiku lagi.
Aku hanya keluar kamar saat mereka tidak ada di rumah. Biasanya pembantuku menyapaku dan memintaku untuk makan. Tapi selalu ku tolak. Bagiku mereka seperti udara yang tidak bisa ku lihat.
Kalau dilihat dari kalender, Reval sudah menghilang selama satu bulan. Dan selama satu bulan ini juga hidupku seperti ini.
Hari ini aku merasa lapar. Aku ingin jalan-jalan di mall tempat biasa Reval mengajakku pergi. Biasanya saat aku bersamanya, aku selalu menata rambutku dan penampilan bajuku. Dan dia akan selalu memujiku. Tapi sekarang, tidak akan ada yang memujiku. Aku hanya mengikat rambutku yang berminyak karena sudah lama tidak ku keramasi lalu ditutupi topi dan mengenakan jaket hoodie. Sangat asal-asalan seperti nolep. Tidak seperti Vicky yang biasanya.
Aku memang lapar, tapi aku tidak beli makanan. Aku malah membeli es boba di tempat Reval pernah membelikanku. Aku sangat tidak nafsu makan. Aku hanya ingin merasakan kehangatan dari setiap tempat yang ditinggalkannya.
Aku rindu padanya.
"Ya ampun! Cantik banget!"
Iya, seperti itu suara Revalku. Suara dia ketika memujiku.
"Kamu gak mau coba?"
"Gila lo! Jijik ah."
Haha. Itu suara Reval pas diminta Ariel untuk ku dandani. Aku malu jika mengingat hal itu. Aku kira dia jijik padaku yang suka memperhatikan penampilan.
"Ayolah! Kita foto pakai filter yang ini! Dijamin cakep deh!"
"Sudah ku bilang, aku gak ikut kalau pakai filter itu! Cantik buat kalian, jijik buat aku!"
Tunggu! Aku gak gila kan? Kenapa dari tadi aku seperti mendengar suaranya? Ku lepas mulutku dari sedotan dan ku tengok sekitar. Ku harap pendengaranku tidak salah ataupun otakku yang tidak berhalusinasi suara. Aku harap suara itu nyata. Dan aku tidak gila!
"Ih, deketan sini dong! Jadi gak kelihatan di layar nih!" keluh seorang cewek di tengah kerumunan food court. Terlihat ada beberapa cewek yang berfoto ria dengan memeluk seorang cowok di tengah mereka. Cowok itu tersenyum lebar menghadap kamera, dibarengi senyum nakal dan centil para cewek disekelilingnya.
Bola mataku melebar. Duniaku seakan berhenti berputar. Ku genggam erat es boba yang ada di tanganku. Cowok itu adalah....
"Sayang, aku ganti pose lagi!" kata salah seorang cewek itu dengan centil.
Byur! Ku siram mereka beserta ponsel yang digunakan untuk berswafoto dengan es boba yang ku pegang. Semua korban yang terkena pun kaget dan menatap marah padaku. Tapi aku tidak peduli. Rasa kecewaku lebih dalam dari amarah mereka.
Cowok itu kaget dan melepas pelukan para cewek itu. "Vicky, kamu...."
"Reval! Apa maksudnya ini?!" tanyaku dengan emosional. Emosi yang bertumpuk selama satu bulan ini pecah sekarang, dan berubah menjadi air mata yang tergenang di sudut mataku. Aku berusaha untuk tidak mengalirkannya di depannya. Ku kuatkan diriku untuk membentak. "Selama ini kamu kemana, hah?! Aku udah cari kamu kemana-mana, tapi kamu gak ada! Kamu tiba-tiba hilang ninggalin aku! Sebulan ini aku nyari kamu tahu! Tapi ternyata kamu malah enak-enakan main sama cewek disini!"
Reval yang berada di tengah cewek itu datang menghampiriku. "Vicky, ini gak kaya yang kamu pikirkan...."
Plak! Aku segera menamparnya ketika dia mendekatiku. Walaupun dia kriminal atau psikopat, aku tidak peduli. Aku berani menghajarnya. Para cewek dibelakangnya langsung membela Reval dan memakiku. Oh, ya ampun! Jadi selama ini aku cuma dijadikan mainan saja. Setelah bosan main dengan cowok, dia kembali normal dan main sama cewek lagi.
Orang ini betul-betul memuakkan.
"Vicky.... Plis....! Dengarkan...."
"Kita putus, Val! Jangan temui aku lagi," ucapku yang menyakitkan hatiku sendiri. Aku berbalik dan pergi meninggalkan mereka. Para ceweknya Reval tetap mengomeliku, tapi aku tak peduli. Reval hanya bisa diam saja, setelah omongannya selalu kupotong. Bajunya basah dan lengket karena es bobaku. Tapi dia tetap dipeluk cewek-cewek disana dengan alasan untuk menenangkannya.
Kampret! Brengsek!
Aku benci Reval!
***