Loading...
Logo TinLit
Read Story - My Dangerious Darling
MENU
About Us  

Hampir setiap hari, aku selalu jalan dengannya. Aku sudah tidak pernah lihat dia memukul atau membantai preman lagi. Dia benar-benar berlaku lembut di depanku. Bahkan aku sudah berani bermain ke gedung fakultasnya atau bengkel tempat kerjanya. Banyak yang heran padaku. Mereka yang ada di fakultas Teknik atau bengkel mengenal Reval sebagai sosok yang dingin dan penyendiri. Namun dia langsung berubah ketika bersamaku. Itu kata mereka. Aku tidak heran. Mungkin Reval belum bisa membuka hatinya ke orang lain selain diriku.

Tapi yang aku herankan adalah si Ariel. Dia menjauhiku dan tidak mau menjawab sapaanku. Sepertinya dia begitu karena aku jadian dengan Reval. Randa masih memperingatiku. Tapi aku tak peduli.

Reval selalu peduli dengan apa yang ku lakukan. Tugasku, keseharianku, kesehatanku, keluargaku, dan lainnya. Dia begitu mendukungku, bahkan ketika aku mengikuti lomba MUA. Dia sampai mentraktirku ketika aku berhasil mencapai sesuatu.

"Hai, sekali-kali aku dong yang beliin kamu. Masa kamu terus. Aku kan yang dapat hadiah duitnya," kataku lalu meminum drink lava-ku.

"Gak. Duitmu buat kamu usaha di masa depan aja. Kamu mau bikin salon sendiri kan?" katanya sambil memakan kentang goreng. "Sudah tugasku buat bahagiain kamu."

"Tapi lama-lama sebel lo! Kamu selalu sok ngasih aku apa aja, tapi aku gak pernah balas. Seakan-akan aku jadi cewek yang harus dilindungi gitu!"

"Haha. Aku kelihatan sok ya?"

"Banget! Nyebelin sampe pengen aku tonjok," ancamku.

Dia hanya tertawa. Sangat manis dan menyenangkan di mata. Semua orang salah. Laki-laki ini tidak sejahat yang seperti mereka pikirkan. Dia seperti malaikat di depanku.

Setelah dari food court, kita jalan lagi. Reval melirik salah satu stand perhiasan imitasi. Aku heran kenapa dia seperti itu. Laki-laki itu bertanya, "Kamu mau gak pake kalung imitasi?"

"Buat apaan? Emang aku peliharaan?"

"Buat kenang-kenangan," jawabnya sambil menghampiri stand pembuat kalung itu. Ternyata dia ingin membeli dua kalung dengan jenis liontin yang sama. Bedanya hanya ukiran nama dibalik liontin itu. Dia meminta pembuat itu untuk mengukir namaku dan dia di liontin itu.

"Kalung persahabatan ya?" tanya pembuat kalung itu sambil mengukir namaku dengan ramah.

"Haha. bukan," jawab Reval enteng. Aku malah yang malu. "Ini kalung pasangan."

"Hah, ba...baik...," balas pegawai itu jadi ggup, tapi tetap melanjutkan pekerjaannya.

Setelah dua kalung itu selesai dibuat, dia memintaku untuk memakaikan kalung yang bertuliskan namaku di lehernya. Sedangkan kalung yang bertuliskan namanya, dia pakaikan di leherku. Dia menyibakkan rambutku yang terurai sebahu dan terdiam sebentar.

"Hei, kok melamun?" tanyaku heran.

"Ah, gak," jawabnya sambil memakaikan kalung di leherku lalu merapikan rambutku lagi. "Aku cuma heran. Kok bisa ya lehermu putih banget. Ternyata gak dari luar aja cantiknya."

"Apa? Itu muji atau iri? Pengen ya?" tanyaku sambil meliriknya.

Wajahnya langsung merah. "Eh, hati-hati kalau ngomong!"

Hah? Aku salah ngomong ya?

Setelah itu, aku mengajaknya naik bianglala. Dia berusaha menolaknya, tapi tetap ku tarik naik. Pasti romantis kalau berada di tempat itu berdua saja, di tempat tertinggi. Aku duduk tepat disampingnya dan menatap pemandangan luar lewat jendela bianglala. Melihat bagaimana orang-orang menjadi kecil. Kenangan sewaktu di gunung pun terlintas. Saat melihat pemandangan dari puncak, atau saat kami tidur berdua di tenda. "Rasanya kita punya dunia sendiri disini," ucapku. "Semuanya jadi menjauh. Dan cuma aku dan kamu disini."

"Mungkin menyenangkan jika memang cuma tinggal kita di dunia ini," ucapnya seram.

"Hei, kamu jangan aneh-aneh," kataku sambil mencubit pipinya. Tangannya berusaha melepas tanganku. Aku terkejut. Tangannya ada bekas luka. "Ini kenapa?"

"Aku pernah benahin mesin, eh malah meledak. Makanya tanganku gini. Gapapa lah, bekas luka ini tanda kalau aku orang rajin."

"Haha. Emang orang akan percaya soal tanda itu?"

"Soalnya aku pernah dengar dari orang, kalau punya bekas luka itu keren. Itu tandanya, dia berhasil melewati bencana yang melewatinya dan terlahir kembali jadi orang kuat," terangnya sambil memandangi bekas luka di tangannya itu. "Aku ingin terlihat keren dan kuat seperti kata orang itu."

Tunggu, sepertinya aku pernah mendengar kata-kata itu. Rasanya seperti de javu. Aku pun menambahkan, "Oh ya, wanita pedalaman Afrika malah menjadikan bekas luka sebagai aksesoris mereka untuk memikat cowok. Sadis, tapi menarik."

Reval tersenyum manis didepanku, membuatku merinding. "Orang juga menggunakan bekas luka sebagai tanda berhasil melewati sesuatu. Seperti bekas luka cacar, sebagai tanda bahwa dia pernah sakit cacar. Bekas luka di perut sebagai ciri khas bahwa dia pernah operasi. Bekas luka di leher biasanya untuk tanda punya pacar. Lalu bekas...."

Tunggu bentar! Bekas luka di leher? Tanda pacar? Maksudnya 'cupang'?

Oh iya, tadi bilang kalau leherku putih banget?! Maksudnya itu ya?

"Anu, Val. Kamu pengen kasih tanda di leherku ya?" tanyaku agak gugup.

"Kan sudah!" katanya.

"Kapan kamu cium leherku?"

Dia pun kaget. "Kamu ngomong apa sih? Aku sudah kasih kalung pake namaku kan?!"

"Ah...." Oh, itu gantinya cupang ya?

"Kamu pengen ya?"

"Gak!"

Dia berangsut dan berbaring di pangkuanku. "Aku bisa ngelakuin apa yang kamu mau, tapi aku gak bisa hancurin masa depanmu. Kamu harus terus jaga penampilan kan biar bisa menarik banyak orang."

Lagi-lagi, dia hanya memikirkanku. Saat dia terbaring di pahaku, aku memeluknya erat. Aku nyaman sekali ketika melakukannya, walaupun jantungku seperti mau meledak.

Aku bahagia dengan orang ini.

Padahal aku berharap bisa berciuman dengannya disini. Tapi tak apa. Cukup bisa bersamanya aja aku bersyukur. Orang-orang yang membuatnya jadi jahatlah yang merugi.

Tak terasa waktu begitu cepat. Bianglala pun berhenti. Aku memberitahu Reval bahwa waktunya kita turun. Tapi....

"Lah, dia tidur!" Keluhku.

***

"Sorry, sayang. Aku kemarin begadang karena tugasku banyak. Di bengkel juga banyak client," katanya dengan kepala disandarkan ke bahuku.

"Kamu tuh ya! Makanya pintar bagi waktu dong! Emang kamu kemana aja kok tugas bisa sampe numpuk gitu? Hah?!" omelku.

"Jalan sama kamu."

Sial. Dia benar.

Sekarang sudah malam. Dia kelihatan sangat mengantuk. Aku tidak tahu rumahnya, jadi aku tak bisa mengantarnya. Apa ku taruh dia ke kos harian? Atau ke rumahku saja?

Oh ya, rumahku dekat sini. Dia bisa tidur denganku. Aku segera memesan taksi daring menuju ke rumahku.

Tunggu, di rumahku kan kosong? Ayah, ibu, dan adikku pergi ke rumah saudaraku di luar kota. Pembantuku pulang kampung. Jadi aku bisa berdua saja dengan Reval di rumah.

Kalau aku berdua saja dengan Reval, aku....

Status kami kan sudah pacaran.

Gak mungkin gak ngapa-ngapain kan?

Gawat, ini keberuntungan atau musibah?

***

Di sepanjang perjalanan, Reval terus tidur dengan kepala yang tersandar di bahuku. Sesekali dia terlihat mengernyitkan dahi, seperti menahan sakit. Saat ku tanya, dia hanya menggelengkan kepala. Sampai di rumah, aku segera membaringkan tubuhnya di kasur kamarku.

Ini benar benar tak apa kan? Tanyaku dalam hati.

"Maaf, sayang. Aku ngerepotin," katanya lemah.

"Gapapa, darling. Kamu sakit?" tanyaku cemas.

Dia mengangguk. "Tolong ambilin obat di tasku."

Aku segera melakukannya. Ku ambil obat dan ku bantu dia meminumnya. Dia pun berbaring lagi. Aku ikut berbaring disampingnya.

Ya ampun, apa yang ku pikirkan? Dari tadi aku berpikir aneh, padahal ternyata dia kesakitan begini.

Aku egois ya?

"Makasih, sayang," ucapnya lemah.

"Sama-sama." Ku bentangkan selimut untuk menutupinya dan ku peluk dia. Dia tidak bereaksi sama sekali. Seperti sudah pingsan. Lama-lama aku juga jadi ikutan pingsan karena kecapekan.

***

"Dasar bocah brengsek!" bentak ayah tiba-tiba memekakkan telinga. Tangan besarnya menjambak rambutku setelah menonjokku hingga lebam. Tidak peduli sekarang sudah malam atau mengganggu tetangga. Orang itu mencengkeram kerah bajuku. "Aku sudah mendidikmu jadi laki-laki! Kenapa kamu berbuat seperti ini saat rumah kosong?!"

"Ini gak seperti yang ayah pikirkan," kataku lemah, "Ayah kira...."

"Ada apa ini?" tanya Reval lemah. Pasti dia terbangun karena suara berisik yang ku buat dengan ayah. Dia terlihat kaget setelah melihat wajahku yang lebam dan ayah yang mencengkram kerah bajuku. Tubuhnya segera bergerak ke arah ayah. Sial, mata dinginnya kembali! Aku berusaha menghentikan bakal aksi gilanya. Tapi sebelum itu, dia sudah ambruk duluan. Badannya tidak menurut pada pemiliknya. Lemah tidak berdaya. Tangannya meremas perutnya. Namun dia masih mengancam ayahku dengan tatapan dingin, "Apa yang kamu lakukan dengan pacarku?"

Whatss??!! Si Reval malah keceplosan.

Tentu saja ayah langsung murka. Beliau melepaskan tubuhku dan beralih ingin memojokkan Reval ke tembok. "Kamu bilang apa tadi?"

Reval yang kesakitan menjawab dengan terbata-bata, "Ja.. ngan... Gang... Gu..."

"Apa-apaan ini?" tanya mama yang tiba-tiba masuk kamarku. Semuanya terdiam.

Beberapa waktu kemudian aku, Reval, dan ayah duduk berdampingan di sofa ruang keluarga dengan aku di tengahnya. Sementara mama yang bertugas sebagai hakim masalah ini. Ini yang terbaik, karena mama selalu adil dan ayah takut pada mamaku. Sementara Nicky hanya berani mengintip dari balik pintu kamar.

"Jadi kenapa ayah menghajar putramu sendiri?" tanya mama dengan tatapan kejam pada ayah.

Ayah menciut dan kaku dalam menjawab, "Vicky sudah berani bawa pacar laki-lakinya ke rumah pas kita semua pergi dan tidur dengannya. Untung kita pulang cepat."

Mama gantian melotot pada Reval. "Apa benar kamu pacar Vicky?"

Reval menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dia masih memegangi perutnya. "Iya," jawabnya singkat.

"Kamu sakit?"

Reval mengangguk lemah. Mama memperhatikan ekspresi Reval yang seperti menyembunyikan sesuatu, tapi beliau paham. Sakitnya memang fakta. Beliau menyuruh Reval untuk berbaring di kamar tamu. Aku ingin ikut mengantarnya, tapi beliau melarangku dengan tatapan ganas.

"Sekarang, Vicky," panggilnya garang. "Kenapa kamu bawa pacarmu sakit kesini? Bukan ke dokter?!"

"Yah, dia nya gak mau ke dokter. Katanya juga ada obat," kataku dengan malu.

"Lalu kenapa dia satu kamar denganmu?!"

"Lah, kan dia cowok. Wajar kan kalo cowok tidur sama cowok. Lagipula kita gak ngapa-ngapain! Dia sakit, Ma!"

Mama menatapku tajam. Seperti sedang menelanjangi isi hatiku. Tapi percuma. Aku bicara apa adanya. Akhirnya beliau menyuruhku dan ayah untuk segera tidur. Sementara itu, mama malah pergi.

***

Pukul tiga dini hari. Seorang wanita itu masuk ke kamar tamu, padahal ada seorang laki-laki yang mengaku pacar putranya disana. Beliau menatap tajam orang yang sedang terbaring lemah di ranjang itu. Karena sadar dengan kedatangan orang lain di ruangannya, Reval terbangun dan duduk. Di wajahnya yang pucat, dia berusaha tersenyum. "Apa kabar, Bu?" sapanya.

"Sudahlah. Tidak perlu basa-basi. Ada banyak hal yang ingin ku tanyakan padamu," omel wanita itu sambil menutup pintu dengan pelan dan rapat. "Apa yang kamu lakukan pada putraku?" 

Reval menunduk, seperti menyembunyikan rasa malu. "Saya tidak pernah melakukan apa-apa. Kami berdua saling mencintai, lalu menjalin hubungan." 

"Lalu kenapa harus putraku? Apa yang telah dilakukannya?"

"Tidak ada." Reval tetap menunduk sambil berterus terang, "Anda pernah bilang bahwa saya harus mencari kebahagiaan saya sendiri. Saya selalu berpikir, dengan keadaan saya seperti ini, rasanya tidak mungkin kalau saya mendapat kebahagiaan yang seperti anda katakan. Tapi semenjak saya bertemu putra anda, saya merasa telah menemukan kebahagiaan saya. Karena itulah, saya ingin memilikinya." 

Wanita itu menghela napas panjang. Beliau menarik kursi agar mengarah ke Reval dan duduk disana. "Sebenarnya aku tidak melarangmu mencintai siapapun, bahkan anakku sendiri. Lagipula anakku juga kelihatan tergila-gila padamu. Tapi apakah hanya saling mencintai bisa saling membahagiakan?"

"Mungkin bisa kalau kita mencoba...."

"Bagaimana kamu bisa membahagiakan anakku? Mencintai diri sendiri saja tidak bisa, apalagi mencintai anakku! Bahkan kamu juga membohongi putraku kan?"

Deg!

Reval menunduk dengan dalam. Dia tidak bisa menjawab lagi.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Janjiku
607      434     3     
Short Story
Tentang cinta dan benci. Aku terus maju, tak akan mundur, apalagi berbalik. Terima kasih telah membenciku. Hari ini terbayarkan, janjiku.
Chrisola
1047      618     3     
Romance
Ola dan piala. Sebenarnya sudah tidak asing. Tapi untuk kali ini mungkin akan sedikit berbeda. Piala umum Olimpiade Sains Nasional bidang Matematika. Piala pertama yang diraih sekolah. Sebenarnya dari awal Viola terpilih mewakili SMA Nusa Cendekia, warga sekolah sudah dibuat geger duluan. Pasalnya, ia berhasil menyingkirkan seorang Etma. "Semua karena Papa!" Ola mencuci tangannya lalu membasuh...
Our Different Way
5236      2024     0     
Romance
Novel ini mengisahkan tokoh utama bernama Haira, seorang siswa SMA berusia tujuh belas tahun yang baru saja rujuk kembali dengan pacarnya, Gian. Mereka berdua tentu senang karena bisa kembali merajut kasih setelah tidak pernah bertemu lebih dari setahun akibat putus. Namun, di tengah hubungan yang sedang hangat-hangatnya, mereka diterpa oleh permasalahan pelik yang tidak pernah mereka bayangk...
Hamufield
30219      3357     13     
Fantasy
Kim Junsu: seorang pecundang, tidak memiliki teman, dan membenci hidupnya di dunia 'nyata', diam-diam memiliki kehidupan di dalam mimpinya setiap malam; di mana Junsu berubah menjadi seorang yang populer dan memiliki kehidupan yang sempurna. Shim Changmin adalah satu-satunya yang membuat kehidupan Junsu di dunia nyata berangsur membaik, tetapi Changmin juga yang membuat kehidupannya di dunia ...
Hey, I Love You!
1176      506     7     
Romance
Daru kalau ketemu Sunny itu amit-amit. Tapi Sunny kalau ketemu Daru itu senang banget. Sunny menyukai Daru. Sedangkan Daru ogah banget dekat-dekat sama Sunny. Masalahnya Sunny itu cewek yang nggak tahu malu. Hobinya bilang 'I Love You' tanpa tahu tempat. Belum lagi gayanya nyentrik banget dengan aksesoris berwarna kuning. Terus Sunny juga nggak ada kapok-kapoknya dekatin Daru walaupun sudah d...
Too Late
7976      2066     42     
Romance
"Jika aku datang terlebih dahulu, apakah kau akan menyukaiku sama seperti ketika kau menyukainya?" -James Yang Emily Zhang Xiao adalah seorang gadis berusia 22 tahun yang bekerja sebagai fashionist di Tencent Group. Pertemuannya dengan James Yang Fei bermula ketika pria tersebut membeli saham kecil di bidang entertainment milik Tencent. Dan seketika itu juga, kehidupan Emily yang aw...
Diary Ingin Cerita
3396      1603     558     
Fantasy
Nilam mengalami amnesia saat menjalani diklat pencinta alam. Begitu kondisi fisiknya pulih, memorinya pun kembali membaik. Namun, saat menemukan buku harian, Nilam menyadari masih ada sebagian ingatannya yang belum kembali. Tentang seorang lelaki spesial yang dia tidak ketahui siapa. Nilam pun mulai menelusuri petunjuk dari dalam buku harian, dan bertanya pada teman-teman terdekat untuk mendap...
Hello, Kapten!
1440      728     1     
Romance
Desa Yambe adalah desa terpencil di lereng Gunung Yambe yang merupakan zona merah di daerah perbatasan negara. Di Desa Yambe, Edel pada akhirnya bertemu dengan pria yang sejak lama ia incar, yang tidak lain adalah Komandan Pos Yambe, Kapten Adit. Perjuangan Edel dalam penugasan ini tidak hanya soal melindungi masyarakat dari kelompok separatis bersenjata, tetapi juga menarik hati Kapten Adit yan...
Tsurune: Kazemai Koukou Kyuudoubu - Masaki dan Misaki dan Luka Masa Lalu-
3551      1164     1     
Fan Fiction
Klub Kyudo Kazemai kembali mengadakan camp pelatihan. Dan lagi-lagi anggota putra kembali menjadi 'Budak' dalam camp kali ini. Yang menjadi masalah adalah apa yang akan dilakukan kakak Masaki, Ren, yang ingin meliput mereka selama 3 hari kedepan. Setelah menjadi juara dalam kompetisi, tentu saja Klub Kyudo Kazemai banyak menjadi sorotan. Dan tanpa diketahui oleh Masaki, Ren ternyata mengundang...
SI IKAN PAUS YANG MENYIMPAN SAMPAH DALAM PERUTNYA (Sudah Terbit / Open PO)
5507      1878     8     
Inspirational
(Keluarga/romansa) Ibuk menyuruhku selalu mengalah demi si Bungsu, menentang usaha makananku, sampai memaksaku melepas kisah percintaan pertamaku demi Kak Mala. Lama-lama, aku menjelma menjadi ikan paus yang meraup semua sampah uneg-uneg tanpa bisa aku keluarkan dengan bebas. Aku khawatir, semua sampah itu bakal meledak, bak perut ikan paus mati yang pecah di tengah laut. Apa aku ma...