"Datanglah kemari kalau akhir pekan, aku senang sekali jika Abang berkunjung." Sena melambaikan tangannya padaku.
Kami semakin akrab saja.
Tapi, perasaanku masih tetap pada pendiriannya. Aku kan sudah berjanji pada diriku sendiri untuk selalu menunggu.
Hingga ia selesai dengan studinya kini. Siapa saja yang tahu, pasti tahu siapa sosok yang aku maksud.
Aku balas melambai pada gadis yang senang sekali mengenakan topi baret dengan warna-warna cerah.
Jika Zahwa dengan syalnya, maka Sena dengan topi baretnya.
Mereka memiliki banyak kemiripan, cara mereka menyukai anak-anak, cara mereka berjalan dan berinteraksi dengan orang, cara mereka berbicara, tapi Zahwa tetap si sendu yang tidak kutemukan di tempat lain.
Auranya yang cerdas, ceria, dan misterius tetap tak bisa hilang meski kini ia sedang tidak bersamaku.
Entah bagaimana mulanya, tapi kini aku sudah punya jadwal harian yang tetap.
Aku sudah punya pekerjaan baru, menjadi kurir pengantar barang. Aku iseng-iseng berhadiah menghubungi Mr. Arief Budiman dari kartu nama yang Pak Bah berikan.
Mr. Arief menerimaku dengan senang hati. Aku bekerja sebagai pengantar barang dari Senin hingga Kamis untuk wilayah kota kecamatan Nara.
Jumat dan Sabtu aku menjaga toko milik Ibu Elis, lalu setiap minggu aku pergi ke rumah Pak Bah.
Kebetulan sekali, Sena selalu berada di sana pada hari yang sama.
Sebenarnya aku selalu mengunjungi rumah Pak Bah lebih dari sekali dalam seminggu, karena pekerjaanku yang berada di atas kendaraan dan mampir ke desa-desa.
Jika setiap kali alamat rumah penerima barang sejalur dengan arah rumah Pak Bah, aku akan mampir.
Keterampilanku dalam membetulkan barang menjadi meningkat, setidaknya sudah ada dua CPU yang berhasil aku obati. Tentu saja dengan arahan dari Pak Bah si dokter mesin.
I wish I can meet Nadif & Pak Bah in real life :'
Comment on chapter Epilog