Loading...
Logo TinLit
Read Story - Janji-Janji Masa Depan
MENU
About Us  

Ganti shift, Yayuk dan Jupri sudah pulang. Matahari juga sudah tidak sabar ingin sampai di peraduannya.

Printer segera kupasang, sudah banyak antrean file. Mungkin akan dilembur oleh karyawan yang dapat bagian kerja malam.

Rupanya Laras menungguku, ia masih bertengger di sepeda motornya saat aku hendak pulang berjalan kaki.

Jam segini pasti Nurdin sudah sampai rumah, atau mungkin lembur dan baru pulang selepas isya.

“Kamu belum pulang, Ras?” Sedikit basa-basi, ia terlihat mengamatiku sejak dari tangga.

“Belum, Bang.” Suasana agak sedikit canggung, antara aku yang harus bertanya atau dia yang akan menawarkan lebih dahulu. “Abang mau pulang juga, kan?”

Aku sedikit menghembuskan napas, tidak usah bertanya hanya tinggal menjawab. “Iya.”

“Sekalian pulang sama Laras saja kalau begitu.”

“Tidak apa? Aku sudah biasa jalan kaki, Ras.”

Laras menggeleng, tidak keberatan. “Rumah kita kan dekat, Bang.”

Tidak banyak yang aku pikirkan, aku anggap kejadian ini tentu hal yang biasa. Kami tetangga dekat, sekaligus teman. Pulang bersama jadilah wajar saja.

Sepanjang jalan Laras bertanya macam-macam, ia adalah gadis yang pendiam namun akan banyak bicara dengan orang yang sudah ia kenal.

Seperti saat ini contohnya, ia menanyakan tentang printer, perjalananku menuju tempat reparasi, ia juga bertanya tentang Pak Leo, ia juga menanyakan bakso yang aku makan sepulang dari tempat reparasi, kuberi sambal atau tidak.

Perjalanan dari toko ke rumah tidak lama, tapi mungkin karena sambil mengobrol jadilah waktu yang ditempuh jadi dua kali lipat dari biasanya.

“Bang, apa benar Bang Nurdin itu meminta bantuan Abang supaya dijodohkan dengan Mba Laila?”

Belum sempat aku menjawab pertanyaannya, begitu sampai di persimpangan jalan aku melihat gadis mengenakan syal abu-abu yang dilingkarkan di lehernya, ia tengah berdiri di sisi jembatan dan melihat kembali ke arahku, arah kami lebih tepatnya.

Tidak salah lagi, itu pasti Zahwa.

Tapi saat sepeda motor yang kunaiki bersama Laras mendekat, sejenak raut wajahnya berubah yang tadinya cerah kini tidak lagi.

Tanpa menungguku, dia langsung menyeberang ke sisi lain jembatan dan lari ke halaman belakang rumahnya memunculkan raut sedih dan marah.

Aku tak mengerti.

Laras segera meminta diri setelah aku turun dari motor, tepat di depan rumahku. Sempat aku basa-basi menawarkannya untuk mampir, tapi dia menolak.

Sudah sore. Aku sampai di rumah bersamaan dengan hari yang mulai gelap.

“Tadi Zahwa ke sini, Nang.” Aku mencium tangan Ibu.

“Kenapa dia kemari, Bu?”

“Entah, sepertinya mencarimu. Tapi kamu pulangnya telat sekali, jadi dia pulang duluan.”

Kupingku berdiri mendengarnya. “Zahwa di sininya lama, Bu?”

Ibu mengangguk. “Dari habis asar.”

Ya ampun! Tak biasanya Zahwa seperti itu. “Zahwa ngapain saja di sini selama itu?”

“Cuma cerita-cerita sama ibu.”

“Tentang?”

“Dia cerita, katanya dia ditolak masuk perguruan tinggi di ibu kota, tapi dia lolos beasiswa apa itu, ibu lupa namanya, susah diingat.”

Aku segera memegang gagang pintu, menghambur keluar berlari ke rumah Zahwa.

“Mau ke mana, Nang? Magriban dulu.” Belum tunai gagang pintu aku dorong, Ibu melanjutkan. “Oh iya, tadi Zahwa berpesan, dia tidak bisa mengirim pesan untuk beberapa hari karena ponselnya dipegang ayahnya, dia cuma meninggalkan surat di atas meja. Ia bilang itu untukmu, malu kalau ibu yang sampaikan.”

Bersama surat itu kuambil langkah seribu berlari menuju rumah Zahwa. Ibu berteriak, menyuruhku bertamu nanti saja. Tapi perasaanku tak mau menunggu.

Sesampainya di sana, mobil dengan nomor plat R 7742 JM milik Pak Akbar-ayah Zahwa-sudah penuh dengan penumpang, akan melakukan perjalanan.

Salah satu penumpang yang ada di dalam adalah Zahwa. Mobil itu berjalan melewatiku tapi Zahwa tidak melihatku.

Pertanyaanku saat ini, mau ke mana keluarga ini di waktu orang-orang seharusnya pulang?

Terduduk aku di pinggir jalan, perlahan membuka surat Zahwa yang ditulis di kertas dan pensil milikku. Di sana tertulis tegas dan jelas, berderet huruf berbunyi

“Bang, katamu mimpi punya jiwa. Tapi apakah jika ia mati, ia bisa hidup kembali?”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • mesainin

    I wish I can meet Nadif & Pak Bah in real life :'

    Comment on chapter Epilog
  • cimol

    ayoo !!!

    Comment on chapter Prolog
  • wfaaa_

    next chapter!

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Reandra
1928      1137     67     
Inspirational
Rendra Rangga Wirabhumi Terbuang. Tertolak. Terluka. Reandra tak pernah merasa benar-benar dimiliki oleh siapa pun. Tidak oleh sang Ayah, tidak juga oleh ibunya. Ketika keluarga mereka terpecah Cakka dan Cikka dibagi, namun Reandra dibiarkan seolah keberadaanya hanya membawa repot. Dipaksa dewasa terlalu cepat, Reandra menjalani hidup yang keras. Dari memikul beras demi biaya sekolah, hi...
REASON
9490      2296     10     
Romance
Gantari Hassya Kasyara, seorang perempuan yang berprofesi sebagai seorang dokter di New York dan tidak pernah memiliki hubungan serius dengan seorang lelaki selama dua puluh lima tahun dia hidup di dunia karena masa lalu yang pernah dialaminya. Hingga pada akhirnya ada seorang lelaki yang mampu membuka sedikit demi sedikit pintu hati Hassya. Lelaki yang ditemuinya sangat khawatir dengan kondi...
Di Antara Mereka
6825      2168     3     
Romance
Mengisahkan seorang cewek dan cowok yang telah lama bersahabat. Mereka bernana Gio dan Mita Persahabatan mereka di tahun ke dua tidaklah mudah. Banyak likaliku yang terjadi hingga menyakiti hati Keduanya sempat saling menjauh karena suatu keterpaksaan Gio terpaksa menjauhi Mita karena sang Ibu telah memilihkan kekasih untuknya. Karena itu Mita pun menjauhi Gio. Gio tak dapat menerima kenyataan it...
Sosok Ayah
914      508     3     
Short Story
Luisa sayang Ayah. Tapi kenapa Ayah seakan-akan tidak mengindahkan keberadaanku? Ayah, cobalah bicara dan menatap Luisa. (Cerpen)
Anak Coklat
336      215     0     
Short Story
Alkisah seorang anak yang lahir dari sebatang coklat.
Yang Terindah Itu Kamu
12515      3588     44     
Romance
Cinta pertama Aditya Samuel jatuh pada Ranti Adinda. Gadis yang dia kenal saat usia belasan. Semua suka duka dan gundah gulana hati Aditya saat merasakan cinta dikemas dengan manis di sini. Berbagai kesempatan juga menjadi momen yang tak terlupakan bagi Aditya. Aditya pikir cinta monyet itu akan mati seiring berjalannya waktu. Sayangnya Aditya salah, dia malah jatuh semakin dalam dan tak bisa mel...
GAUNG SANGKARA
1696      784     0     
Action
Gaung Sangkara, mendapatkan perhatian khusus mengenai pengalamannya menjadi mahasiswa Teknik paling brutal di kampusnya. Dimana kampusnya adalah sebuah universitas paling top di Indonesia, ia mendapatkan banyak tekanan akan nama-nama besar yang berusaha menindas bahkan membunuh dia dan keluarganya. Hal tersebut berpengaruh terhadap kondisi sosial dan psikologis-nya. Lahir dari kalangan keluarga d...
Dialog Tanpa Kata
16852      4403     19     
Romance
Rasi mencintai Sea dalam diam Hingga suatu hari Sea malah dinikahi oleh Nolan kakak dari Rasi Namun pernikahan Sea dan Nolan yang terlihat aneh Membuat Rasi bebas masuk ke kehidupan Sea Bahkan selalu menjadi orang pertama saat Sea membutuhkan bantuan Akankah Sea berpaling pada Rasi atau lagilagi perasaan Rasi hanya sebuah dialog dalam hati yang tak akan pernah terucap lewat kata Sea pada Rasi Ras...
Antropolovegi
132      117     0     
Romance
"Ada satu hubungan yang lebih indah dari hubungan sepasang Kekasih Kak, Hubungan itu bernama Kerabat. Tapi kak, boleh aku tetap menaruh hati walau tau akhirnya akan sakit hati?" -Dahayu Jagat Raya. __________________________ Sebagai seseorang yang berada di dalam lingkup yang sama, tentu hal wajar jika terjadi yang namanya jatuh cinta. Kebiasaan selalu berada di sisi masing-masing sepanjang...
Ruang Suara
205      144     1     
Inspirational
Mereka yang merasa diciptakan sempurna, dengan semua kebahagiaan yang menyelimutinya, mengatakan bahwa ‘bahagia itu sederhana’. Se-sederhana apa bahagia itu? Kenapa kalau sederhana aku merasa sulit untuk memilikinya? Apa tak sedikitpun aku pantas menyandang gelar sederhana itu? Suara-suara itu terdengar berisik. Lambat laun memenuhi ruang pikirku seolah tak menyisakan sedikitpun ruang untukk...