Laila kelas empat sekolah dasar ketika saat aku masuk taman kanak-kanak. Ibu mengantar kami berdua setiap pagi.
Zahwa juga sesekali ikut jika Bu Widi sedang sibuk dengan banyaknya pesanan baju. Ibuku yang mengajari Zahwa supaya memanggilku dengan sebutan “Bang”, awalnya aku tak suka, kami seumuran, aku hanya lebih tua setahun darinya.
Namun, Zahwa tetap memanggilku Bang Nadif, mau tak mau, lama kelamaan terbiasa hingga kami besar.
Hal lain yang aku ingat tentangnya adalah ia tak suka rasa dan bau bawang putih, entah apa alasannya. Aku pikir itu hanya gurauan, Ibu masak dengan bumbu itu setiap hari.
Zahwa pernah muntah gara-gara aku goda dia dengan bawang yang diiris kecil-kecil dan aku dekatkan ke hidungnya. Kami berkejaran dan ia bersembunyi sekenanya.
Awalnya ia tertawa-tawa sambil berlari dan aku terus mengejarnya. Lama kelamaan raut wajahnya berubah.
Belum paham apa yang terjadi, dan saat kudekatkan potongan bawang itu sekali lagi ke hidungnya, seluruh isi perut Zahwa keluar.
Ia gumoh tumpah-ruah tepat di telapak tanganku hingga membasahi lengan, pergelangan, dan baju yang kupakai.
Ia menangis dan aku kebingungan, aku kira tidak akan seserius ini.
Sebenarnya lumayan jijik dengan cairan putih kekuningan kental yang becek di kakiku, semuanya berasal dari mulut Zahwa, namun perasaan terlanjur panik membuatku cepat melepas baju dan mengelapnya.
Zahwa masih menangis dan Ibu memarahiku.
Aku hanya menunduk dengan sedikit pembelaan bahwa tak sedikit pun terbersit di kepalaku soal Zahwa yang tidak suka bawang adalah sungguhan, kukira itu hanya bentuk lain dari imajinasinya yang kusebut luar biasa tadi.
Zahwa masih menangis, sampai sekarang tidak suka bau bawang.
I wish I can meet Nadif & Pak Bah in real life :'
Comment on chapter Epilog