Loading...
Logo TinLit
Read Story - Janji-Janji Masa Depan
MENU
About Us  

Semua dimulai sejak jembatan kecil dibangun di belakang rumah kami. Jembatan itu menghubungkan pekaranganku dengan halaman belakang rumah Zahwa.

Memang tak besar, hanya cukup dilalui satu mobil atau dua sepeda motor yang saling berpapasan.

Jembatan itu dibangun untuk memudahkan akses penduduk di Bukit Randu Gunting ke Kota Nara, sebuah kota kecil di pegunungan Jawa bagian pelosok yang sudah patut kami sebut kota karena listriknya yang berlimpah serta pasarnya yang sangat ramai, pusat jual beli masyarakat dari berbagai desa dan distrik tempat kami tinggal terpusat di Nara.

Jangan bayangkan Nara sebagai kota seperti Jakarta, Semarang atau Surabaya, ia tidak sebesar itu.

Tak ada gedung bertingkat ataupun pasar swalayan. Koperasi Toserba sudah merupakan yang terbaik.

Waktu itu usiaku masih enam tahun, Zahwa mungkin lima. Aku tak terlalu paham berapa usianya, yang jelas tidak jauh dariku. Jarak rumah kami tidak sampai seratus meter, namun terhalang kebun sayur dan sungai kecil.

Zahwa tinggal di tepi jalan raya ramai, akses transportasi angkutan utama dari desa-desa menuju Nara lewat depan rumahnya, sementara rumahku ada di kaki bukit, bertetangga dengan wortel dan sawi.

Pada musim tertentu keluargaku juga berdampingan dengan jagung atau ketela pohon. Tetanggaku yang paling pasti hanya pohon kopi, ia tidak pernah ditanam bergantian, cukup sekali dan berbunga sepanjang tahun.

Jembatan itu membuat Ibu jadi mudah ketika ingin membeli sabun cuci piring atau tepung tempe goreng di warung, karena di pinggir jalan raya banyak pertokoan kecil, salah satunya adalah rumah Zahwa.

Ibu Zahwa, selain menjahit, ia juga berjualan di toko yang menjual sembako serta jajan anak-anak, sementara ayahnya bernama Pak Akbar, yang mana adalah seorang kepala sekolah, yang sudah sejak kecil aku takuti.

Mengenai takut ini, entah apa alasannya, mungkin karena dahulu kalau aku ikut Ibu berkunjung ke rumah Bu Widi -Ibunya Zahwa- sering susah diajak pulang.

Alhasil Ibu sering juga bergurau tentang Pak Akbar yang galak dan tak suka anak nakal.

Ibu tak jarang dimintai tolong oleh Bu Widi untuk mengasuh Zahwa, semisal sedang ditinggal ke kota untuk berobat Pak Akbar. Zahwa tak boleh ikut karena merepotkan dan suka meminta yang tidak-tidak ketika di rumah sakit.

Melihat Zahwa yang akrab dengan ibuku, Bu Widi sangat senang. Tak hanya Zahwa, Bu Widi juga menitipkan kakak Zahwa yang bernama Dilan jika pergi di hari selain Sabtu dan Minggu. Kami sudah seperti saudara.

Zahwa adalah anak perempuan yang usianya sepantaran denganku, yang pertama aku kenal.

Biasanya aku hanya bermain dengan Laila -kakak perempuanku- atau dengan Nurdin, itu pun jarang, karena rumah kami terpisah tiga ladang yang ditanami sawi.

Di kaki bukit Randu Gunting hanya ada sembilan rumah yang letaknya saling berjauhan, sisanya ladang dan perkebunan. Cukup menyenangkan tinggal di sini, suasananya sangat tenang dan banyak hal bisa dilakukan tanpa takut akan mengganggu tetangga.

Meskipun terkadang sedih juga ketika abang tukang bakso atau siomai lewat di jalan raya sana dan aku hanya bisa mendengar suaranya, karena mau berlari sekencang apa pun jika si tukang bakso tidak sedang berhenti, aku pasti ketinggalan.

Pernah pada suatu hari, Laila menangis minta membeli es tung-tung, dinamai begitu karena memang sang penjual sengaja memakai lonceng berbunyi tung-tung untuk memanggil pembeli, tukang es hanya lewat di jalan raya sana.

Ibu sudah sekuat tenaga mengejarnya, namun memang belum rezeki, es tung-tung itu sudah pergi lebih dahulu. Berbeda denganku, dahulu Laila tak senang tinggal di sini.

Semasa kecil ibuku senang sekali mengepang rambut Zahwa dan memandikan kami bergantian.

Aku tak suka main masak-masak, namun hanya dengannya aku mau melakukan hal tersebut, bukan karena gombal, tapi rasanya gembira saja bisa bermain dengan gadis bermata seperti bulan sabit ini.

Lagi pula mana ada anak usia enam tahun di zamanku yang tahu “gombal”.

Tak jauh dari masa-masa itu, kisah lain yang aku ingat adalah tentang Zahwa yang takut dengan pohon randu alas yang tumbuh besar di kebun tetangga.

Letaknya memang jauh, namun karena ukurannya yang besar, aura gagahnya terasa hingga kemari. Katanya, jika hendak tidur ia suka membayangkan belasan Kunti bermain di dahan dan menerbangkan daun keringnya.

Aku jadi ikut membayangkan, lumayan mengerikan.

Dia juga suka mengarang cerita tentang ayam hutan yang tidak tahu apa-apa sedang mematuk tanah di sela-sela akar pohon besar itu, tiba-tiba saja salah satu belalai akar melilit kaki si ayam hutan dan menariknya dengan secepat kilat.

Saking cepatnya, si ayam hutan sampai tak sempat berkokok ataupun meminta tolong ayam lain. Ayam itu tak pernah terdengar rimbanya lagi.

Daripada mempercayainya, aku lebih memilih untuk mengiyakan saja meskipun aku tahu ia berbohong. Namun, kuakui imajinasi gadis itu memang sungguh luar biasa. Ucapannya juga, di balik bibir yang tipis, terdapat lisan yang menarik meski kadang tak realistis.

Semasa sekolah dasar saja ia sering menjuarai lomba mengarang bebas dan mendongeng. Mungkin karena semenjak kecil ia suka berimajinasi yang tidak-tidak.

How do you feel about this chapter?

0 1 0 0 1 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • mesainin

    I wish I can meet Nadif & Pak Bah in real life :'

    Comment on chapter Epilog
  • cimol

    ayoo !!!

    Comment on chapter Prolog
  • wfaaa_

    next chapter!

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
MANGKU BUMI
158      148     2     
Horror
Setelah kehilangan Ibu nya, Aruna dan Gayatri pergi menemui ayahnya di kampung halaman. Namun sayangnya, sang ayah bersikap tidak baik saat mereka datang ke kampung halamannya. Aruna dan adiknya juga mengalami kejadian-kejadian horor dan sampai Aruna tahu kenapa ayahnya bersikap begitu kasar padanya. Ada sebuah rahasia di keluarga besar ayahnya. Rahasia yang membawa Aruna sebagai korban...
Coretan Rindu Dari Ayah
666      473     1     
Short Story
...sebab tidak ada cinta yang lebih besar dari cinta yang diberikan oleh keluarga.
Semu, Nawasena
9900      3124     4     
Romance
"Kita sama-sama mendambakan nawasena, masa depan yang cerah bagaikan senyuman mentari di hamparan bagasfora. Namun, si semu datang bak gerbang besar berduri, dan menjadi penghalang kebahagiaan di antara kita." Manusia adalah makhluk keji, bahkan lebih mengerikan daripada iblis. Memakan bangkai saudaranya sendiri bukanlah hal asing lagi bagi mereka. Mungkin sudah menjadi makanan favoritnya? ...
In Her Place
1000      657     21     
Mystery
Rei hanya ingin menyampaikan kebenaran—bahwa Ema, gadis yang wajahnya sangat mirip dengannya, telah dibunuh. Namun, niat baiknya disalahartikan. Keluarga Ema mengira Rei mengalami trauma dan membawanya pulang, yakin bahwa dia adalah Ema yang hilang. Terjebak dalam kesalahpahaman dan godaan kehidupan mewah, Rei memilih untuk tetap diam dan menjalani peran barunya sebagai putri keluarga konglomer...
Tasbih Cinta dari Anatolia
8      8     0     
Romance
Di antara doa dan takdir, ada perjalanan hati yang tak terduga Ayra Safiyyah, seorang akademisi muda dari Indonesia, datang ke Turki bukan hanya untuk penelitian, tetapi juga untuk menemukan jawaban atas kegelisahan hatinya. Di Kayseri, ia bertemu dengan Mustafa Ghaziy, seorang pengrajin tasbih yang menjalani hidup dengan kesederhanaan dan ketulusan. Di balik butiran tasbih yang diukirnya, ...
Kepada Jarak, Maaf!
351      210     1     
Short Story
Bagi Rea, cinta itu gelap. Cukup menjadi alasan untuk dirinya selalu memakai emotikon hati berwarna hitam saat menulis chat. Namun Rea tidak cukup mampu memaknai setiap jenis emotikon hati yang dikirimkan Ardan kepadanya. Untuk dua orang yang menjalin hubungan jarak jauh yang sama sekali tidak pernah bertemu, berbagai jenis emotikon hati memiliki maknanya sendiri. Demikian juga untuk Arealisa...
Aku Bahagia, Sungguh..!
468      337     2     
Short Story
Aku yakin pilihanku adalah bahagiaku mungkin aku hanya perlu bersabar tapi mengapa ingatanku tidak bisa lepas darinya --Dara--
Surat untuk Tahun 2001
5476      2200     2     
Romance
Seorang anak perempuan pertama bernama Salli, bermaksud ingin mengubah masa depan yang terjadi pada keluarganya. Untuk itu ia berupaya mengirimkan surat-surat menembus waktu menuju masa lalu melalui sebuah kotak pos merah. Sesuai rumor yang ia dengar surat-surat itu akan menuju tahun yang diinginkan pengirim surat. Isi surat berisi tentang perjalanan hidup dan harapannya. Salli tak meng...
Premium
Cinta si Kembar Ganteng
12336      1214     0     
Romance
Teuku Rafky Kurniawan belum ingin menikah di usia 27 tahun. Ika Rizkya Keumala memaksa segera melamarnya karena teman-teman sudah menikah. Keumala pun punya sebuah nazar bersama teman-temannya untuk menikah di usia 27 tahun. Nazar itu terucap begitu saja saat awal masuk kuliah di Fakultas Ekonomi. Rafky belum terpikirkan menikah karena sedang mengejar karir sebagai pengusaha sukses, dan sudah men...
Love is Possible
167      154     0     
Romance
Pancaroka Divyan Atmajaya, cowok angkuh, tak taat aturan, suka membangkang. Hobinya membuat Alisya kesal. Cukup untuk menggambarkan sosok yang satu ini. Rayleight Daryan Atmajaya, sosok tampan yang merupakan anak tengah yang paling penurut, pintar, dan sosok kakak yang baik untuk adik kembarnya. Ryansa Alisya Atmajaya, tuan putri satu ini hidupnya sangat sempurna melebihi hidup dua kakaknya. Su...