Loading...
Logo TinLit
Read Story - Janji-Janji Masa Depan
MENU
About Us  

Aku menunggu pagi meminta maaf kepadaku. Ayam baru selesai berkokok tapi mejaku sudah penuh dengan tumpukan kertas yang belum dijilid.

Anak-anak SMA rewel bukan main minta makalahnya diselesaikan paling dulu.

Mulut mereka seperti ada seribu, riuh berisik memenuhi jagad Toko Berdikari. Tak ada yang tidak berebut, alasannya klise, sudah ditunggu gurunya di kantor.

Beberapa dari mereka merengek, merasa sudah akrab denganku. Alih-alih kasihan, aku muntab dan mereka kubentak sekalian.

“Lain kali kalau bikin tugas jauh-jauh deadline! Jangan satu jam ditagih baru ingat ada tugas,” ucapku sambil mengacung-acungkan lakban dan stapler ke hidung mereka.

Aku sudah persis emak-emak yang emosi karena hutangnya tak kunjung dilunasi.

“Maaf lah, Bang. Kalau belum mepet deadline otaknya belum bisa disuruh mikir,” jawab salah satu dari mereka, kalau tidak salah namanya Gopal.

“Kalau begitu, pepet saja otakmu sendiri, jangan otakku juga kamu pepet suruh cepat-cepat menjilid makalahmu ini.” Aku mengomel seperti belum pernah jadi anak SMA saja.

Padahal zaman SMA-ku lebih parah dari ini. Dahulu, aku bahkan pernah beberapa kali meminta kawan lain untuk mengerjakan tugasku saking banyaknya tugas yang aku tumpuk. Tunda, tunda, dan tunda adalah hobiku dahulu.

Derum motor yang suara mesinnya masih halus merapat ke parkiran toko. Pengendaranya turun dan mencantolkan helm bogo bermotif jam dinding berwarna coklat di atas spion kanannya.

“Bang Nadif, sudah nge-print CV-ku yang semalam? Sudah aku kirim via e-mail.” Suara itu ibarat lagu merdu di tengah hiruk pikuk Toko Fotokopi Berdikari yang dipenuhi anak sekolah.

“Eh, Zahwa.” Aku salah tingkah, berharap ia tadi tak melihatku mengomel seperti emak-emak. “Belum sempat aku print. Toko sudah ramai bahkan sejak kami belum buka. Anak-anak inilah penyebabnya.” Aku melirik kesal ke arah pasukan putih abu-abu, yang dilirik, balas memelototiku.

Zahwa tertawa, “Aku perlu CV itu sekarang, Bang. Mau aku scan buat tes masuk PTN sama daftar beasiswa yang kemarin aku cerita itu, pendaftarannya ditutup nanti malam, sepuluh jam lagi. Masih banyak berkas yang harus aku lengkapi.”

“Waduh, kalau begitu biar aku print-kan sekarang.” Pasukan anak SMA protes tidak terima, mereka sudah menunggu sejak jam enam pagi dengan harap-harap cemas tidak diomeli Ibu guru di sekolah karena telat mengumpulkan makalah.

Dari selidik-selidik yang kerap mereka ceritakan, guru bahasa yang bernama Bu Sumi itu memang mengerikan bukan main. Aku membayangkan beliau tidak lain seperti Profesor Dolores Umbridge di Film Harry Potter. Bedanya beliau tidak bisa sihir.

“Makalah kami dulu, Bang. Mbak ini kan baru saja datang.” Sorak-sorai membuntut di belakangnya, setuju.

“Hust! Mbak ini sudah kirim e-mailnya sejak semalam. Berarti dia duluan, lagi pula keperluannya lebih penting. Dia mau daftar sekolah universitas di kota besar sana. Kalian kalau lulus nanti mau juga kan?”

Mereka mengangguk.

“Nah, ya sudah. Biar aku melayani Mbak ini dulu,” kata mbak ini membuatku sedikit geli, tidak pernah sekalipun aku memanggilnya demikian.

“Baaaang, jangan begitu. Bu Sumi sudah pasang tanduk, kami ndak boleh telat lebih lama lagi,” protes mereka lagi.

Zahwa tertawa, “Aku print sendiri saja boleh tidak, Bang? Biar Bang Nadif selesaikan makalah anak-anak.”

Pasukan anak SMA berteriak setuju. Setelah berpikir sejenak, aku mengangguk. Sepakat. Cukup adil. Mau bagaimana lagi.

Tangan Zahwa segera lincah mengotak-atik tikus elektronik yang tersambung dengan CPU. Mata sayunya menatap tajam pada layar monitor mencari pesan singkat yang katanya sudah ia kirim semalam.

Salah satu anak SMA berbisik padaku. “Abang suka sama perempuan itu ya?” Sambil tertawa cekikikan.

“Mana ada! Tidak. Kami hanya tetangga.”

“Oooooo,” jawab mereka meledek, sambil tertawa-tawa.

“Sungguh!” Aku merasa mereka tak percaya dengan perkataanku tadi.

“Kalau cuma tetangga, kenapa dari tadi Abang tidak berhenti melirik-lirik?”

“Kata siapa aku melirik? Aku hanya memastikan tombol yang ia klik di komputer benar.” Aku melotot, sebenarnya jelas aku berbohong, aku memang ingin melihatnya, tapi mana mungkin aku bisa terus terang dengan hal bodoh ini di depan anak-anak SMA yang senang sekali membuat emosiku naik turun. “Kalau kalian tidak diam, aku buang semua kertas ini, bila perlu aku sobek-sobek.”

“Ampun, Bang. Kenapa jadi sensi sekali.”

Aku diam, sambil sesekali melirik Zahwa dan kembali fokus pada lakban dan stapler. Anak-anak SMA masih berkerumun di depan etalase toko menunggu giliran.

Semakin siang toko bertambah ramai, mereka menyerbu toko membuat kewalahan para pegawainya.

“Sudah, Bang. Semuanya dua lembar. Harganya berapa?” Zahwa mengemas kertasnya untuk dimasukkan ke dalam tas.

“Eh cepat sekali. Sudah gratis saja.”

“Jangan begitu, Bang. Aku jadi tidak enak.”

“Cuma dua lembar, di-print sendiri. Tidak apa. Berdikari tidak akan rugi hanya karena itu,” jawabku sambil tersenyum.

“Tidak mau.” Zahwa meninggalkan dua lembar uang seribuan di etalase toko. “Terima kasih banyak, Bang Nadif.” Sambil berlari ke sepeda motornya, takut uangnya kukembalikan.

Aku tersenyum menatapnya yang tersenyum padaku. Dia memang menggemaskan sekali, membuat siangku jadi tidak terlalu penat, lumayan bisa untuk refreshing dari seharian meneriaki anak-anak SMA.

Zahwa melambaikan tangannya padaku dan mengangguk berpamitan. Aku balas mengangguk, tentu saja dengan memasang senyum terbaik yang aku punya, meskipun tetap jelek.

“Bang, aku gratis juga ya?” celetuk Gopal si anak SMA. Ingin sekali aku piting kepalanya.

How do you feel about this chapter?

1 3 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • mesainin

    I wish I can meet Nadif & Pak Bah in real life :'

    Comment on chapter Epilog
  • cimol

    ayoo !!!

    Comment on chapter Prolog
  • wfaaa_

    next chapter!

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Peri Untuk Ale
5681      2329     1     
Romance
Semakin nyaman rumah lo semakin lo paham kalau tempat terbaik itu pulang
Just For You
6235      2048     1     
Romance
Terima kasih karena kamu sudah membuat hidupku menjadi lebih berarti. (Revaldo) *** Mendapatkan hal yang kita inginkan memang tidak semudah membalik telapak tangan, mungkin itu yang dirasakan Valdo saat ingin mendapatkan hati seorang gadis cantik bernama Vero. Namun karena sesuatu membuatnya harus merelakan apa yang selama ini dia usahakan dan berhasil dia dapatkan dengan tidak mudah. karen...
EFEMERAL
143      130     0     
Romance
kita semua berada di atas bentala yang sama. Mengisahkan tentang askara amertha dengan segala kehidupan nya yang cukup rumit, namun dia di pertemukan oleh lelaki bajingan dengan nama aksara nabastala yang membuat nya tergila gila setengah mati, padahal sebelumnya tertarik untuk melirik pun enggan. Namun semua nya menjadi semakin rumit saat terbongkar nya penyebab kematian Kakak kedua nya yang j...
Langkah yang Tak Diizinkan
195      163     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
Untitled
507      290     0     
Romance
This story has deleted.
RANIA
2452      885     1     
Romance
"Aku hanya membiarkan hati ini jatuh, tapi kenapa semua terasa salah?" Rania Laila jatuh cinta kepada William Herodes. Sebanarnya hal yang lumrah seorang wanita menjatuhkan hati kepada seorang pria. Namun perihal perasaan itu menjadi rumit karena kenyataan Liam adalah kekasih kakaknya, Kana. Saat Rania mati-matian membunuh perasaan cinta telarangnya, tiba-tiba Liam seakan membukak...
Surat untuk Tahun 2001
5463      2199     2     
Romance
Seorang anak perempuan pertama bernama Salli, bermaksud ingin mengubah masa depan yang terjadi pada keluarganya. Untuk itu ia berupaya mengirimkan surat-surat menembus waktu menuju masa lalu melalui sebuah kotak pos merah. Sesuai rumor yang ia dengar surat-surat itu akan menuju tahun yang diinginkan pengirim surat. Isi surat berisi tentang perjalanan hidup dan harapannya. Salli tak meng...
Premium
Cinta si Kembar Ganteng
12335      1213     0     
Romance
Teuku Rafky Kurniawan belum ingin menikah di usia 27 tahun. Ika Rizkya Keumala memaksa segera melamarnya karena teman-teman sudah menikah. Keumala pun punya sebuah nazar bersama teman-temannya untuk menikah di usia 27 tahun. Nazar itu terucap begitu saja saat awal masuk kuliah di Fakultas Ekonomi. Rafky belum terpikirkan menikah karena sedang mengejar karir sebagai pengusaha sukses, dan sudah men...
SEPATU BUTUT KERAMAT: Antara Kebenaran & Kebetulan
7093      2156     13     
Romance
Hidup Yoga berubah total setelah membeli sepatu butut dari seorang pengemis. Sepatu yang tak bisa dibuang dan selalu membawa sial. Bersama Hendi, teman sekosnya, Yoga terjebak dalam kekacauan: jadi intel, menyusup ke jaringan narkoba, hingga menghadapi gembong kelas kakap. Di tengah dunia gelap dan penuh tipu daya, sepatu misterius itu justru jadi kunci penyelamatan. Tapi apakah semua ini nyata,...
Today, After Sunshine
1822      770     2     
Romance
Perjalanan ini terlalu sakit untuk dibagi Tidak aku, tidak kamu, tidak siapa pun, tidak akan bisa memahami Baiknya kusimpan saja sendiri Kamu cukup tahu, bahwa aku adalah sosok yang tangguh!