Banyak kata menjelma bisik riuh dalam kepala sendiri.
Ia bilang, mendung telah meninggalkan barisan lembah yang berbatasan dengan jajaran bukit, musim kering sudah waktunya datang, jangan biarkan hatimu basah terus-menerus.
Kujaga baik-baik dua koper milik gadis manis yang duduk tenang di kursi depan. Aku tidak berbicara sepatah kata pun. Bukan tidak mau, melainkan tidak bisa. Ada sekat besar di antara kami berdua. Sesekali aku melirik ke arah cermin di dalam mobil, mencuri pandang kepada si gadis, dan buru-buru kutarik kembali ketika mata bulan sabitnya gantian melirikku. Tak apa, aku sudah cukup senang menatap wajahnya selama tiga jam perjalanan, mengingat akan ada ratusan hari di mana aku tidak akan bisa menatap wajahnya yang sendu ini.
Aku sepenuhnya menyadari bahwa gadis yang telah aku damba selama belasan tahun ini, akan meninggalkanku ke tempat di mana aku tak bisa mengejarnya. Tempat itu amat jauh dan asing.
Kata Ibu, pergi tidak selalu tentang meninggalkan. Namun aku ragu, ia terlalu lincah dari seekor merpati dalam hal kebaikan. Ia akan senang menemukan hal baru, tempat baru, dan orang-orang baru. Ia pasti sangat bersemangat dengan kehidupan barunya esok. Aku dapat membayangkan pipinya yang kemerahan karena senang saat nanti ia tiba.
Lamunanku menerawang jauh menembus hutan pinus dan randu alas yang tengah kami lalui. Jalannya yang berkelok namun mulus membuat perjalanan terasa nyaman. Tidak ada satu jam lagi waktuku bersama dengan gadis bermata coklat ini habis, tetapi aku masih belum menemukan rangkaian kalimat yang kira-kira bisa kuucapkan padanya sebelum ia pergi.
Hingga kemudian mobil berhenti dan semua barang diturunkan. Ia berpamitan pada ibu, kakak, dan ayahnya yang kusebut sebagai sopir galak. Ia mengangguk sopan kepadaku dan mengucapkan terima kasih. Aku tetap diam, rasanya kepalaku kosong dan tidak sanggup memproduksi kata-kata.
Aku membalas anggukan yang sama dan menatap sayap raksasa membawanya terbang menuju langit jingga yang merekah megah di garis cakrawala.
Tak kutemui gadis lain sepertinya. Inilah mengapa aku telah sanggup menunggunya dalam waktu yang lama, dan akan kembali menunggunya lebih lama lagi.
I wish I can meet Nadif & Pak Bah in real life :'
Comment on chapter Epilog