Read More >>"> Denganmu Berbeda (Epilogue) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Denganmu Berbeda
MENU
About Us  

--2021

Lampu-lampu bergemerlap di pungkur seorang gadis bersurai sepunggung nan menawan. Gadis dengan kota kelahiran Solo itu terlihat amat-sangat cantik, terbalut dalam gaun selutut berwarna merah darah. Kaki jenjangnya terlihat elok bukan main, ditambah sepatu hak tinggi berkilauan yang menyempurnakan.

Ia terus menunduk ramah pada siapapun yang melangkah masuk dan menemuinya, dalam gedung hotel yang di booking-nya khusus malam ini. Ah, tidak, lebih tepatnya oleh kekasih hatinya.

“Gilaaa, Lan! Lo cuantiikkk bangett!” pekik seorang wanodya dengan penampilan mencoloknya—yang feminin sekaligus elegan.

“Bisa aja lo, Ka—yang jauh-jauh lebih cantik!”

Dienka tersipu malu, mengedip-kedipkan kedua matanya—berlagak manis. Membuat Lana kontan memecahkan tawa cantiknya.

“Varen mana?” tanya Dienka, melonggokkan tendas ke segala arah.

“Lagi ngobrol sama temen lamanya dari Jakarta.”

“Ooh ....” Dienka manggut-manggut mengerti.

“Lo ke sana dulu, aja! Nikmatin yang ada, hehe. Maaf sederhana.”

“Sederhana dari mananya, hmm? Gue kayang, nih!”

“Mangga!”

Dienka dan Lana tergelak ke sekian kali. Keduanya jadi teringat dan rindu akan masa SMA mereka—yang sesungguhnya baru mereka selesaikan beberapa bulan lalu. Yaa, pasti masa-masa itu akan selalu terkenang-kenang dan sukar dilupakan.

“Oh, ya! Gue lupa!” Dienka membuka tas mungilnya, mengeluarkan kotak kecil dengan pita putih terang yang terlihat menggemaskan. “Buat lo.”

Lana terpaku, menatap nyalang kotak itu.

“Astaga, Kaa! Gue bilang nggak usah bawa apa-apa, ‘kan? Gue bikin acara ini buat acara tanda syukur sama Tuhan, bukannya acara penadahan!”

“Apaan, sih lo? Terima aja! Ini emang gue siapin buat lo. Ucapan selamat atas pertunangan lo. Langgeng, ya?” Lana mengangguk samar, menyambut hibah itu dengan mata berbinar. “Tapi apa pun isi kado itu, sorry, itu nggak bisa bales semua kebaikan lo selama ini.”

“Ck, apaan sih? Kan gue udah pernah bilang—selama lo tetep di sini, di sisi, di sanding gue; itu udah lebih dari cukup. Lagian gue pernah buat kebaikan apa, sih?”

Dienka tersenyum terharu, membuka lebar kedua tangannya yang Lana sambut hangat. Gadis cantik itu memeluk Dienka erat-erat.

“I love you so much, Lan.”

“I love you too!”

Lana melepas dekapan keduanya, kembali tersenyum meski kali ini terlihat berbeda. “Nggak bilang ‘itu’ ke Candra? Lo kan cintanya sama dia!”

“Ck, apaan sih?” Dienka tersipu, menunduk malu.

“AKHEM! Ciee yang bentar lagi anniversary, nih! Dua tahun!” goda Lana lagi, menyenggol pinggang Dienka. Namun wanodya bersurai hitam pekat itu hanya kembali berdecak; ia selalu tak bisa menyembunyikan seringainya di saat-saat seperti ini. Kerap kali membuatnya bera.

“Anyway, lo kenapa ke sini sendiri?”

“Ituu, Elard! Dia kesel karna gue make up lama, trus dia suruh Candra pergi gitu aja. Mereka ninggal gue!”

Meski sedikit terkejut, Lana hanya bisa terkekeh.

“Udah, udah! Gue ke sana, ya? Ngampirin Candra.” Lana menganggut. “Bye, Lan! Sukses, ya, acaranya!”

“Iya, thank you!” Lana melambai, terus tersenyum sampai Dienka menghilang dari pandangan. Tertutup dan hilang dalam kerumunan.

“LANAA! DAMNN, YOU'RE SO LIT! YOU LOOK SO FREAKING PERFECT!” jerit Oyu seheboh-hebohnya, segera berhamburan ke pelukan Lana.

“Thank youu! But, just so you know ... you more than a perfect!”

“Ck, don't tease me!”

Oyu dan Lana tertawa ringan, menciptakan kerutan dalam pada kening Septhian. “Humor yang aneh,” cibirnya.

“Congratss, ya, Lan! Gue janji bakal susul lo. Soon! Just waiting for it.”

Lana mengangguk perlahan, mengamini ucapan Oyu barusan.

“Selamat, Lan! Lo yang baik-baik sama Varen, ya? Gue harap lo bersabar sama sikap sinting dia,” ujar Septhian yang lagi-lagi diangguki oleh Lana.

“Kalian gabung sama yang lain aja. Mereka udah ada di sana,” tunjuk Lana.

“Okey dokey!” Oyu tersenyum selebar-lebarnya. “Geez, i almost forgot ... here for you!” Gadis borjuis itu menyodorkan benda persegi yang ukurannya jauh lebih mungil, tetapi terlihat sangat cantik juga menarik.

“Eh, tapi ini—”

“Kalau lo tolak, gue pingsan, nih!” ancam Oyu secepat kilat.

“Nggak ada yang peduli, Yu,” desis Septhian; yang segera Oyu balas dengan satu pukulan. Interaksi dua insan itu melantarkan Lana rindu masa-masa remaja, kendati banyak kenangan pahit di sana.

“OH, Lan ... gue maksa lo buka kadonya sekarang.”

“Sekarang?”

“IYA!”

Lana menggaruk pipinya singkat, tetapi karena diminta ia cepat-cepat membuka objek pada lengannya. Kemudian—

“Taraaa! Itu kunci rumah di perumahan elit! Gue nabung seminggu buat itu, hehe. Hargai gue, ya?”

“HAH?! OYU IN—“

“Ashh, shush! Terserah gue, ‘kan, mau kado apa?—” Lana membuka mulutnya, hendak menyanggah. “—kalau lo nolak, lo sakitin hati gue! Lo nggak mau itu terjadi, ‘kan?”

“Sekali lagi, bae ... nggak ada yang peduli!” Oyu mendengkus, menghantam paha Septhian dengan tas Hermes keluaran perdana. 

 

“Gue duluan, ya, Lan? Gue mau kumpul sama yang lainnya.” 

 

Lana mengangguk cepat. 

 

“Anyway, i kinda like the decoration. So glamour!” bisik Oyu. 

Gadis itu melenggang pergi dengan tangan yang bertaut pada lengan sang lelaki. Septhian yang tersenyum manis pun ikut terseret Oyu untuk angkat kaki.

Dengan senyum berlebihan, Lana meletakkan hadiah Oyu pada meja yang berdekatan. Ia bersenandung riang, sangat senang acaranya berjalan dengan lancar; meski kalau bisa jujur—ia tak menyukai outfit yang ia kenakan.

“Lana ... itu lo?!”

Mengenali suara familier itu, Lana kunjung memalingkan muka dengan netra berkaca-kaca. Lekas saja Lana berlari, menghampiri Irena yang terpaku di atas karpet merah nan terbentang sempurna—membuat acara ber-dresscode merah-hitam tersebut kian paripurna.

“Lo apa kabar? Pulang kapan dari Korea? Sama siapa?” berondong Lana. Karena pikirnya, hari itu ia tak akan melihat sahabatnya.

“Baru tadi pagi, gue pulang bareng Yeeshai. Habis, gue nggak mau ngelewatin acara terpenting lo.”

Lana tersedan-sedan, sementara Irena mencubit hidung peseknya dengan geregetan.

“Serius, Lan, lo cantik banget hari ini. Lihat, tuh, Yeeshai sampe melotot.”

“E—apaan, sih, Ren?” Yeeshai jadi salah tingkah sampai menggaruk pantat singkat. “Eh, tapi bener, sih,” imbuhnya.

Mengabaikan sang pemuda, dua gadis itu hanya tersenyum dan saling menatap muka. Hingga kesudahannya, Irena—yang mengenakan gaun mewah berona hitam pegam—mengusap air mata yang jatuh di pipi tirus Lana.

“Kenapa lo nangis di acara besar ini, hm?”

“Tersentuh ...,” cicit Lana, menganjurkan bibirnya.

“Udah, ya? Malu, ih, kalau dilihat. Lo udah gede! Udah mau kuliah!”

Lana mengangguk, memejamkan matanya kuat-kuat. Menitikkan air mata terakhir lantas menyekanya dengan pesat. Irena mengembangkan senyumannya, mengusap rambut Lana sekilas saja.

“AHH! Sorry gue belum sempet beli kado! Nanti gue pikirin lagi, ya, mau kado lo a—”

“Nggak! Nggak ada kado-kadoan. Lo di sini aja seharian, itu apa yang gue harapkan.” Irena membuka mulutnya, hendak menyanggah ucapan Lana—tetapi ia buru-buru menggeleng tegas. “Oke?”

Irena merengut tidak suka, tetapi Yeeshai segera merangkul pinggulnya—memberi kode bahwa lebih baik mengiyakan. Raut Lana kentara sekali akan antipati pada pertentangan.

“Y-yaudah, deh. Gue duluan, ya?”

Lana mengangguk. Memeluk Irena sekali lagi, arkian membiarkan gadis beserta kekasihnya beranjak pergi.

🌻

“Wuihh, Candra ... makin ganteng aja semenjak pacaran sama Dienka!”

“Makasih,” jawab Candra datar, tetapi tetap menjabat tangan yang Varen ulurkan.

“Congrats. Langgeng. Jangan sampe lo sakitin Lana!”

“Iyaaa!”

“Berani janji?”

“Siapa takut?!”

“HEH, HEH! Kumat lagi, ‘kan?” Septhian mendorong Varen untuk menjauh dari Candra. Melerai keduanya yang hanya sebatas bercanda. Ketiganya beralih tertawa. Tawa yang absurd dan terlihat gila.

“Rencana lo kuliah di mana?” tanya Varen, membuka pembicaraan.

“Melbourne. Ikut Dienka,” jawab Candra.

“Gue, sih, pasti ke UI ... nggak tahu kalau Oyu. Mungkin dia malah nggak kuliah ...?” Septhian mengendikan bahu, kurang tertarik dengan tema yang mereka angkat kali ini.

“Lo tanya sama gue, nggak?” tanya Kaya antusias. Wanodya itu jauh lebih ceria akibat menjalin asmara dengan Wikan yang berhasil mewarnai hidupnya.

“Egh ... lo jawab aja,” ujar Varen dengan senang hati.

“Gue mau ke Havard! Havard, iya Havard!” beber Kaya, sedikit besar kepala. Namun tentu, semuanya orang tak mempermasalahkan, kepintaran gadis satu itu memang tak perlu diragukan.

“Wahh, alig! HAVARD GILAA! Mantap, mantap!” seru Elard, sok asyik.

“Lo, Ris?” tanya Varen pada Iris yang masih terus tersenyum; merasa puas dengan lancarnya pesta. Perempuan itu terlihat banyak berubah, bahkan dia merupakan oknum di balik dekorasi apik acara megah yang tengah terlaksana. Secara sukarela—setelah memaksa Lana untuk mengatakan iya.

“Gue ke Stanford. Sayangnya, gue harus LDR sama Elard—dia milih temenin Papa Han,” jawab Iris.

“Gilaaa, temen gue keren-keren semua. Gue terharu! Sumpah!”

Varen menepuk-nepukkan kedua telempapnya dengan riang.

“Halah, nggak usah sok muji-muji kita, lo! Lo sama Lana mau ke Amrik, ‘kan? MIT?” gerutu Septhian, merasa ialah insan terbodoh di sana.

“HAH?! LO MAU DI MIT, REN?! MASSACHUSETTS INSTITUTE OF TECHNOLOGY?!” seru Areum yang jelas terkejut.

“GILAAA GUE NGGAK NGIRA LO SEKEREN INI.” Wanda menggeleng-geleng dramatis.

“Cih, pinter juga Candra! Dia cuma bucin sama Dienka jadi milih ke Universitas Melbourne. Padahal untuk ke Havard atau MIT, halah ... kechil!” desis Sabina.

“SETUJU!” sahut Lupi heboh.

Segenap manusia di sana serempak tertawa. Sungguh, mereka merindukan masa remaja—lebih tepatnya dua tahun silam—di mana puncaknya keseruan SMA mereka. Tahun yang penuh peristiwa dan rasa.

“Wuahh ... semuanya penuh keceriaan, ya?” seru satu perempuan dengan rambut pixie hair cut yang tampak sangat ceria—yang mengajukan diri untuk menjadi MC acara terbesar dalam hidup Varen ataupun Lana. “Saya Tania Gianisa dan Fiat Elenio, pasangan termanis dua tahun silam, haha—karena sekarang sudah tergantikan oleh Varen-Lana—akan menjadi MC dalam pertunangan pasangan ini,” imbuhnya.

“Sebelum memulai acara inti, kami ucapkan selamat, ya? Atas diterimanya kalian di Universitas bergengsi itu! MIT.” Fiat tertawa hangat. “Lalu karena semuanya sudah siap siaga, mari kita mulai acaranya saat ini juga!”

Melihat kedatangan Lana, Varen lekas merangkul pundak bunga hatinya hangat. Tersenyum dan memeluk kepala Lana penuh hibat.

🌻

“Inilah saat tunangan pria dan wanita saling bertukar cincin diiringi dengan doa!”

Semua mata memandang Lana yang berdiri tegap di tengah aula—bersama Varen disandingnya. Ketika Varen membuka kotak cincin penuh kemilau itu, seruan-seruan nakal terdengar. Mayoritasnya dari Edo yang tampak sangat heboh, tetapi tentu saja; senang.

Sang lelaki memasangkan cincin bertaburan berlian putih itu seperlahan mungkin pada jari manis Lana. Setelah berhasil ia sematkan, Varen tergelak bahagia. Memandang netra Lana yang menitikkan air mata.

Dengan tangan gemetaran, gadis itu melakukan hal yang sama. Bersamaan dengan memori juga ingatan yang terputar cepat dalam otaknya, memenuhinya dan membuat suasana bahagia menguar di udara. Dari awal mula pertemuan mereka, kebencian yang tercipta lantas berubah dari cinta, bahkan sampai tak bisa hidup tanpa sang pemuda.

Lantas tanpa ia sadar sepenuhnya, ia telah berhasil menyematkannya.

“Ah, syukurlah! Acara benar-benar terlaksana dengan sangat baik!” ujar Fiat. “Kami semua selaku tamu undangan, mengucapkan selamat yang mendalam atas pertunangan kalian!”

“Semoga hubungan kalian kekal!” sahut Tania berbunga-bunga.

“Ah, ya ... setelah pertukaran cincin tadi, Varen—selaku tunangan laki-laki; hendaknya menyampaikan satu, dua kata untuk kita semua, keluarganya, atau bahkan tunangannya. SATU, DUA KATA, ya?” Tania menjeda ucapannya. “Mari, saya persilahkan, saudara Varen Michiavelly!”

Tania merekahkan senyuman, memberi kode agar Varen lekas menaiki panggung pada tengah ruangan. Manggut-manggut, Varen lekas menaiki tangga dengan seringai manisnya. Menatap Vena dan Demian; Olena dan Sena dengan penuh kebanggaan.

“Hari ini, tepat tanggal 20 Mei, yang kebetulan adalah tanggal di mana Budi Utomo dibentuk alias Hari Kebangkitan Nasional—aku telah mengikat Callia Lana Galatea—perempuan tercantik yang pernah aku temui, untuk menjadi tunangan pertama dan tentunya terakhir kalinya.

“Pertama, tentunya aku berterima kasih pada Sang Maha Kuasa, yang secara tidak langsung menyetujui acara ini karena kegiatan ini berjalan lancar sampai akhir. Nyatanya, dunia ini nggak hancur saat kita bersama.”

Lana terkekeh, sedang orang lain hanya kalang-kabut akibat tak memahami apa yang disampaikan Varen pada akhir kalimatnya.

“Kedua, aku berterima kasih pada Orang tuaku—Vena dan Demian—, terutama Papa Demian yang rela pulang dari Kanada untuk menghadiri acara ini. Mereka juga yang telah berhasil membuatku menjadi pribadi seperti sekarang ini, mereka mendidikku dengan sangat-sangat baik.

“Ketiga, aku berterima kasih pada Orang tua Lana yang telah menciptakan manusia terindah yang ditakdirkan untukku, ahaha. Aku juga berterima kasih karena kalian sudi menerimaku menjadi menantu kalian kelak. Aku sangat berterima kasih.

“Keempat, tentu aku ucapkan terima kasih pada semua tamu yang berkenan hadir. Candra, Dienka ... Irena, Septhian, Oyu, dan semuanya yang tak bisa kusebut satu-persatu—termasuk keluarga besarku ... aku sungguh merasa terhormat. Kalian meriahkan acara, menghangatkan suasana, dan membuatku kian semangat meneruskan hidup—yang tentunya tidak akan pernah sama.

“At last but not least, untuk perempuan berzodiak Virgo—yang rela menjadi seorang yang mungkin nantinya akan menjadi teman hidupku—, aku mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya karna rela hadir dihidupku; menghadapi keteguhan, kegigihan, dan segala kekeraskepalaanku.

“Teruntuk dia, aku hanya ingin mengakui semuanya. Menyatakan apa adanya. Berbeda dengan Katerina Stratford yang menulis puisi 10 Things I Hate About You, saya justru menuliskan 6 Things I Love About You. Izinkanlah saya untuk mengatakan apa yang saya rasa:

“First of all, Nama; Ya. Nama. Nama dia lah yang membuatku jatuh cinta. Bahkan di kali pertama mendengarnya.

“Second of all, Rajinnya dia; Yaaaa, meski itu semua karna adanya misofobia—tapi kupikir itu hebat. Pertemuan pertama kami adalah saat kulihat dia menyapu halaman rumahnya. Di pagi hari yang benar-benar masih gelap! Aku tak tahu lagi. Dia sungguh cocok menjadi sosok Ibu di masa depan bagi anakku nanti. Hahaha.

“Third of all, Kelemahannya; Seperti yang kalian mungkin ketahui ... dia sangat lemah dan payah dalam olahraga. Tapi aku suka itu, aku jadi bisa selalu melindunginya hingga dia sangat bisa mengandalkanku. Meski jujur, aku teramat benci dengan yang namanya kekerasan. Semoga tak ada hal buruk yang akan menimpa kami.”

Varen berhenti sejenak, mengatur napasnya. Sementara segenap tamu kompak berseru, “AMIIN!”

Gedung terpenuhi dengan suara gelak tawa, tak terkecuali pada Varen yang menyugar surainya.

“Fourth of all, Cantik; Pastinya! Jujur, dia orang pertama yang berhasil membuatku 'membodohi' diri, mempermalukan diri, melakukan dan menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkannya. Sungguh, tak ada yang bisa menandingi kecantikannya.

“Oh, tentu—Mama Vena, haha.”

Tawa-tawa kembali terdengar di udara. Lana pun terlena akannya, akan memandang sang kekasih yang berdiri tegap di sana—membicarakan segala hal tentangnya.

“Fifth of all, Sifat: Aku selalu suka perempuan yang tegas, lugas, dan berkepribadian teguh. Sangat jarang aku melihat dia labil atau plin-plan—meski sangat susah untuk bisa membaca pikirannya.

“Sixth of all—and latter, Karena dia Lana.”

Keheningan menyapa. Entah kenapa Varen pun tak kunjung melanjutkan ucapannya. Pandangannya malah berpusat pada Lana yang melakukan hal serupa.

“Iya. Aku mencintainya karena dia seorang Lana. Aku mencintainya karena tak ada satu pun yang bisa menggantikannya. Aku tahu ... aku tahu banyak yang memandangnya sebelah mata. Menganggapnya tidak menarik, membosankan, terlalu jual mahal, besar kepala—tapi, hey!

“Mereka bahkan tak pernah tahu keistimewaannya! Mereka tak pernah mengerti sesempurna apa dia! Mereka tak pernah paham sebeda apa dia dengan perempuan lainnya. Karenanya aku bisa menjadi teguh. Pantang menyerah. Menerima banyak luka sekaligus cinta. Mengerti sepenting apa keseriusan seseorang sebenarnya, cara mencintai diri sendiri dengan sempurna, cara melihat ketulusan dengan cara yang berbeda.”

Lana menyeka air matanya. Kedua manik mata pasangan itu kembali bertemu, saling sapa berlama-lama. Lana sampai kehabisan kata-kata. Ia tak tahu harus berbuat apa selain mengusap air mata kebahagiaannya.

“Dan Lana .... 

Denganmu, Berbeda.”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dream of Being a Villainess
866      485     2     
Fantasy
Bintang adalah siswa SMA yang tertekan dengan masa depannya. Orang tua Bintang menutut pertanggungjawaban atas cita-citanya semasa kecil, ingin menjadi Dokter. Namun semakin dewasa, Bintang semakin sadar jika minat dan kemampuannya tidak memenuhi syarat untuk kuliah Kedokteran. DI samping itu, Bintang sangat suka menulis dan membaca novel sebagai hobinya. Sampai suatu ketika Bintang mendapatkan ...
Aditya
1161      473     5     
Romance
Matahari yang tak ternilai. Begitulah Aditya Anarghya mengartikan namanya dan mengenalkannya pada Ayunda Wulandari, Rembulan yang Cantik. Saking tak ternilainya sampai Ayunda ingin sekali menghempaskan Aditya si kerdus itu. Tapi berbagai alasan menguatkan niat Aditya untuk berada di samping Ayunda. "Bulan memantulkan cahaya dari matahari, jadi kalau matahari ngga ada bulan ngga akan bersi...
Salju yang Memeluk Awan [PUBLISHING IN PROCESS]
12211      1916     4     
Romance
Cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan. Di saat aku hampir menyerah, laki-laki itu datang ke dalam kehidupanku. Laki-laki itu memberikan warna di hari-hariku yang monokromatik. Warna merah, kuning, hijau, dan bahkan hitam. Ya, hitam. Karena ternyata laki-laki itu menyimpan rahasia yang kelam. Sebegitu kelamnya hingga merubah nasib banyak orang.
Ghea
418      268     1     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...
The Secret
335      217     1     
Short Story
Aku senang bisa masuk ke asrama bintang, menyusul Dylan, dan menghabiskan waktu bersama di taman. Kupikir semua akan indah, namun kenyataannya lain. Tragedi bunuh diri seorang siswi mencurigai Dylan terlibat di dalam kasus tersebut. Kemudian Sarah, teman sekamarku, mengungkap sebuah rahasia besar Dylan. Aku dihadapkan oleh dua pilihan, membunuh kekasihku atau mengabaikan kematian para penghuni as...
KataKu Dalam Hati Season 1
3536      1070     0     
Romance
Terkadang dalam hidup memang tidak dapat di prediksi, bahkan perasaan yang begitu nyata. Bagaikan permainan yang hanya dilakukan untuk kesenangan sesaat dan berakhir dengan tidak bisa melupakan semua itu pada satu pihak. Namun entah mengapa dalam hal permainan ini aku merasa benar-benar kalah telak dengan keadaan, bahkan aku menyimpannya secara diam-diam dan berakhir dengan aku sendirian, berjuan...
A Day With Sergio
1080      523     2     
Romance
Nightmare
391      264     2     
Short Story
Malam itu adalah malam yang kuinginkan. Kami mengadakan pesta kecil-kecilan dan bernyanyi bersama di taman belakang rumahku. Namun semua berrubah menjadi mimpi buruk. Kebenaran telah terungkap, aku terluka, tetesan darah berceceran di atas lantai. Aku tidak bisa berlari. Andai waktu bisa diputar, aku tidak ingin mengadakan pesta malam itu.
Kesempatan
16788      2702     5     
Romance
Bagi Emilia, Alvaro adalah segalanya. Kekasih yang sangat memahaminya, yang ingin ia buat bahagia. Bagi Alvaro, Emilia adalah pasangan terbaiknya. Cewek itu hangat dan tak pernah menghakiminya. Lantas, bagaimana jika kehadiran orang baru dan berbagai peristiwa merenggangkan hubungan mereka? Masih adakah kesempatan bagi keduanya untuk tetap bersama?
Lazy Boy
4192      1114     0     
Romance
Kinan merutuki nasibnya akibat dieliminasi oleh sekolah dari perwakilan olimpiade sains. Ini semua akibat kesalahan yang dilakukannya di tahun lalu. Ah, Kinan jadi gagal mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri! Padahal kalau dia berhasil membawa pulang medali emas, dia bisa meraih impiannya kuliah gratis di luar negeri melalui program Russelia GTC (Goes to Campus). Namun di saat keputusasaa...