Read More >>"> Denganmu Berbeda (#2) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Denganmu Berbeda
MENU
About Us  

Sehari berlalu sejak kejadian aneh kala itu. Lalu kini, Lana sedang duduk di sanding sahabat lama juga terdekatnya, Irena Jasinda—yang pernah disebutnya kaum borjuis.
Irena tak kalah unik, (sedikit) sombong, tetapi pastinya cantik. Atau justru lebih cantik dari Lana. Tinggi tubuhnya setara dengan Lana, meski sedikit lebih ramping. Berkepribadian menyenangkan—sesungguhnya tergantung pada siapa yang di hadapannya.

Kendati Irena diketahui sebagai pribadi yang ramah, semua insan tetap harus waspada dengannya. Ia dikenal dapat berubah menjadi iblis dalam sekejap saat sesuatu berbeda dengan kehendaknya. Memiliki banyak ketidaksukaan yang beragam, juga terkenal akan egoisnya yang mendarah daging. Entah apa alasan mengapa Lana bisa bertahan bersamanya, karena sejauh ini mereka bahkan tak pernah bertengkar sama sekali. Rukun-rukun saja. Kalaupun marahan, bisa jadi hanya di bawah lima menit. 

Hobi mereka sama—membaca dan mengoleksi novel. Berhubung Irena kaum konglomerat, jadi tak perlu heran kala ia bisa mendapatkan apa saja yang diinginkannya. Kapan pun itu.

“Lan ... lo denger, 'kan? Kabar anak baru?” ujar Irena tiba-tiba. 

Lana yang masih membisu, terduduk di depan kelasnya pada salah satu bangku panjang itu membalikkan halaman novelnya, “Nggak tuh. Emang ada?”

“Sumpah, gak denger? Gila, ya? Padahal semuanya heboh, loh, sama tuh anak!" Irena membuka ponselnya dengan cepat. "Ini nih orangnya—” 

Lana cepat-cepat menyingkirkan ponsel Irena dari hadapannya, membuat gadis itu menautkan kedua alis tebalnya.

“Kalau gue lihat, gue enggak akan kaget, dong? Biar gue yang liat langsung,” urainya saat Irena hendak memperlihatkan wajah si Anak Baru. 

Irena sebatas mengangguk, menaruh ponselnya kembali. “Pokoknya ganteng, lah. Gue jamin 100%” 

Lana mengangguk-angguk meski atensinya masih pada buku tebal di genggamannya.
.
“Lo tau gak, anak baru tuh siapanya gue?” tanya Irena lagi dengan suara yang terdengar antusias. Lana terdiam untuk mengalihkan perhatiannya kembali, tetapi karena menolak untuk berpikir ia menggeleng. 

“Gak tahu. Gak ngerti,” ucapnya malas. 

“Dia temen gue. Orang tuanya sama orang tua gue tuh kayak sahabatan gitu ... intinya gue dekeet banget sama mereka.”

Lana menaikkan satu alisnya samar, “Oh. Gitu,” timpalnya malas. 

“Asyik anaknya, Lan. Pinter basket, tahu! Tinggi, ganteng ... hhh ... tipeku, lah.”

“Cowok basket?” Lana mendengus sesaat, “Nggak tertarik.”

Lana adalah salah satu dari ratusan ribu manusia yang membenci olahraga. Mungkin karena olahraga adalah kegiatan di mana ia akan berkeringat atau dikelilingi orang-orang yang mandi keringat. Yang pastinya tidak menyenangkan juga tidak nyaman. Entahlah, intinya Lana membenci olahraga. 


“Lo resek banget kalau diajak ngobrol!” Irena mencebik kesal. Kedua sepatunya ia hentakkan di atas keramik lantai koridor kelas sekasar mungkin, membuat suara menyebalkan.

Lana tersenyum simpul. Menurunkan buku berharganya dan beralih menatap sahabat di sebelahnya yang masih menekuk wajah. 

“Yaah ... Irena-nya ngamuk,” lirih Lana sembari menarik beberapa helai rambut sahabatnya dengan lembut. Salah satu cara super ampuh untuk membuat suasana hati Irena membaik kembali. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, Irena memang unik.

“Jahat lo,” rengek Irena berlagak sok marah. Padahal ia telah memaafkan Lana ketika gadis itu mulai memainkan helai-helai rambutnya selembut mungkin. 

“Jahat dari mana?”

“Ya, pokoknya jahat!”

“Enggak, ah!”

Irena mendelik tajam, mencebik. “Jadi lo mau membenarkan kalau kacangin sahabat itu perbuatan terpuji?!”

“Ck, Irena apaan, sih?” Lana sedikit menjaga jarak dari sahabatnya.

“Gak, ‘kan?”

“Ya siapa juga yang kacangin? Bukannya udah gue jawab?”

Keduanya meneruskan percekcokan tanpa arti dan seperti abai akan kenyataan bahwa ada yang menatap keduanya dari jauh. Bukan mereka lebih tepatnya, hanya Lana. 

Di tengah keributan dari Lana dan Irena, Candra Arkatama—sahabat mereka juga—, duduk begitu saja di tengah keduanya tanpa mengucapkan apa pun. Maksudnya melerai, tetapi Candra malar-malar membuat keduanya kian kesal. 

“Can! Tangan gue kenapa kudu di tindihin gini, heh! Sakit!” pekik Irena, mendorong rampus Candra menjauh. Lana yang pendiam masih membisu, walau Candra tahu gadis itu tak kalah kesalnya. Yaaa, namanya juga pendiam. Lana lebih memilih memandang novelnya kembali.

“Lan, temenin gue ngantin, ya?” pinta Candra dengan suara netral.

Candra adalah salah satu teman terdekat Lana. Belum lama saling mengenal, memang. Namun, setiap saat selalu lengket dengannya. Keduanya bak sepaket. Sama halnya dengan Lana, Candra juga bukan dari keluarga berada. Dia dari keluarga sederhana seperti Lana yang selalu apa adanya. Kendati begitu, jangan salah! Candra ini termasuk good boy most wanted di sekolahnya. Gelar itu sangat didukung oleh parasnya yang sungguh tampan. 

Sayangnya, karena beberapa alasan sampai kini ia tak memiliki pacar. Salah satu alasan utamanya, lantaran ia yang masih setia menanti Lana.

“Gak, ah. Penuh.”

Candra hendak meraih dan menarik novel yang dipegang erat Lana, tapi gadis itu sudah siap siaga jika Candra akan menariknya seperti saat ini. Maka Lana menarik buku di tangannya menjauh dari Candra dengan gerakan yang cekat. 

“Kan! Resek lo emang. Nih novel gue cicil sebulan, astagaa! Sobek, ganti lo!" desis Lana kesal. 

Candra paham, Lana sedang dalam suasana hati yang buruk. Maka, ia harus menggunakan cara lain yang halus. 

“Temenin.” Candra masih menatapnya. Pokoknya kali ini pemuda tersebut berambisi untuk membuat Lana mau menemaninya lagi setelah sekian lama.

“Enggak,” ketus Lana. 

“Besok-besok gak gue jajakin mie ayam ini ...?” Lana langsung mendelik. Gadis itu berdehem sebentar dan segera berdiri, menepuk-nepuk pelan roknya sebagai pengalihan. 

“Ehemm ... kuy kantin,” lirihnya yang tahu-tahu berdiri lalu berjalan mendahului Candra. 

Wajar saja, wanodya berambut sebahu itu sangat tergila-gila oleh mie ayam. Terlebih, ia adalah oknum yang bulan-bulanan menjadi langganan traktiran Candra. Dua sejoli itu sungguh dekat sehingga tak sedikit yang mengira hubungan mereka ini lebih dari pertemanan. Gadis itu kurang peduli dengan perkiraan banyak orang. Bagi dia, 'Toh, yang asli gue gak.'

Selain dingin, Lana ini orangnya sungguh santai. Anti nething-nething club. Makannya, banyak orang yang nyaman dengannya meski bagi anak-anak Glare High School, Irena lebih sempurna darinya—padahal tidak juga.
Kekurangan Irena? Tentunya ada. Ia tak begitu unggul dalam pendidikan. Juga terkadang mulutnya tidak sadar ketika mengata-ngatai orang dengan ucapan menyakitkan.

“Can? Lan?! Kok gue ditinggal? Kebiasaan kalian berdua, yee?” pekik Irena dengan kedua netra mengerjap tak percaya. Bibirnya mengerucut kembali.

“Udah sih, Ren. Mending sama gue,” celetuk Satya seraya menaik-turunkan kedua alisnya dengan wajah menyebalkan. Sangat halal untuk ditampar. Lelaki bertubuh berisi itu merupakan salah satu fans berat Irena, selalu ada untuknya meski Irena sekala kasar menghadapinya.

“Sama lo?!” Irena mendelik, “mending hari ini lo gak usik gue kalau lo gak mau berakhir di liang lahat hari ini juga!” Setelah menyerukan itu, Irena berlalu ke kelas dengan perasaan dongkol.

🌻

Kini Candra dan Lana berjalan beriringan dengan suasana super hening. Karena begitulah ketika mereka bersama; Candra yang dingin dan kaku bingung harus memulai percakapan dengan bagaimana, kalau Lana ... ya kurang peduli. Ketika diam, gadis itu akan betah berdiam diri sampai empat puluh hari empat puluh malam sekalipun. Sampai di titik ada yang mengajaknya bicara.

Namun, beda kasus lagi kala dirinya bersama Candra. Lana mengerti bingung-setengah-matinya Candra mencari topik, maka ia pasti selalu memulai percakapan. 

“Gimana basket?” tanya Lana yang memulai basa-basi khas dirinya. Yang memang sangatlah BASI.

Dengan tangan yang sibuk membelai tengkuknya, Candra menjawab, “Biasa.” 

Lana mengangguk kaku lalu menatap depan, di mana kantin berada tak jauh dari mereka. Lantas, setelah mendapati kantin yang amat ramai juga berdesakan, Lana buru-buru melesat dan berdiri di belakang tubuh Candra seperti telah melihat penampakan sebelumnya. 

Selain benci lingkungan kotor, Lana membenci keramaian. Dia mengidap fobia lainnya, enoclophobia.

Mengerti apa yang tengah terjadi, Candra hanya menghela napas. Dia tak bisa memaksa Lana masuk ke sana karena yang ada nantinya mereka berdua justru berada di UKS, bukannya kantin. Meskipun penyakitnya tidak separah itu, tetapi menghindari tempat ramai sedikit efektif baginya, bukan? Maka dari itu ia kerap menyendiri dan berkutat pada dunia fantasinya.

“Tunggu di taman, ya, kayak biasa. Lo mau apa? Mie ayam?” ujar Candra yang memang dingin-dingin peka. Super peka, serius. 

Lana menggeleng, tersenyum tipis, “Gue jadi gak mood makan mie ayam. Makanan ringan aja, Can. Makasih.”

“Ya udah gue ke kantin dulu, ya?” pamit Candra yang masih melonggok ke belakang, di mana Lana masih berdiri di sana. Lana menyengguk cepat lantas membalikkan badan, meninggalkan area kantin. 

Aneh. Kendati telah lima belas menit terlewat selepas bel, kantin masih penuh. Biasanya kantin akan lengang atau sepi sehingga ia bisa leluasa ke sana, membeli beberapa mangkok mie ayam.

Lana memang tak tahu kalau-kalau di dalam kantin ada laki-laki kala itu. Si anak baru yang jadi buah bibir seluruh murid Glare High School. Anak baru sekaligus sosok yang menatapnya aneh saat itu tanpa alasan yang jelas. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dream of Being a Villainess
866      485     2     
Fantasy
Bintang adalah siswa SMA yang tertekan dengan masa depannya. Orang tua Bintang menutut pertanggungjawaban atas cita-citanya semasa kecil, ingin menjadi Dokter. Namun semakin dewasa, Bintang semakin sadar jika minat dan kemampuannya tidak memenuhi syarat untuk kuliah Kedokteran. DI samping itu, Bintang sangat suka menulis dan membaca novel sebagai hobinya. Sampai suatu ketika Bintang mendapatkan ...
Aditya
1161      473     5     
Romance
Matahari yang tak ternilai. Begitulah Aditya Anarghya mengartikan namanya dan mengenalkannya pada Ayunda Wulandari, Rembulan yang Cantik. Saking tak ternilainya sampai Ayunda ingin sekali menghempaskan Aditya si kerdus itu. Tapi berbagai alasan menguatkan niat Aditya untuk berada di samping Ayunda. "Bulan memantulkan cahaya dari matahari, jadi kalau matahari ngga ada bulan ngga akan bersi...
Salju yang Memeluk Awan [PUBLISHING IN PROCESS]
12211      1916     4     
Romance
Cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan. Di saat aku hampir menyerah, laki-laki itu datang ke dalam kehidupanku. Laki-laki itu memberikan warna di hari-hariku yang monokromatik. Warna merah, kuning, hijau, dan bahkan hitam. Ya, hitam. Karena ternyata laki-laki itu menyimpan rahasia yang kelam. Sebegitu kelamnya hingga merubah nasib banyak orang.
Ghea
418      268     1     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...
The Secret
335      217     1     
Short Story
Aku senang bisa masuk ke asrama bintang, menyusul Dylan, dan menghabiskan waktu bersama di taman. Kupikir semua akan indah, namun kenyataannya lain. Tragedi bunuh diri seorang siswi mencurigai Dylan terlibat di dalam kasus tersebut. Kemudian Sarah, teman sekamarku, mengungkap sebuah rahasia besar Dylan. Aku dihadapkan oleh dua pilihan, membunuh kekasihku atau mengabaikan kematian para penghuni as...
KataKu Dalam Hati Season 1
3536      1070     0     
Romance
Terkadang dalam hidup memang tidak dapat di prediksi, bahkan perasaan yang begitu nyata. Bagaikan permainan yang hanya dilakukan untuk kesenangan sesaat dan berakhir dengan tidak bisa melupakan semua itu pada satu pihak. Namun entah mengapa dalam hal permainan ini aku merasa benar-benar kalah telak dengan keadaan, bahkan aku menyimpannya secara diam-diam dan berakhir dengan aku sendirian, berjuan...
A Day With Sergio
1080      523     2     
Romance
Nightmare
391      264     2     
Short Story
Malam itu adalah malam yang kuinginkan. Kami mengadakan pesta kecil-kecilan dan bernyanyi bersama di taman belakang rumahku. Namun semua berrubah menjadi mimpi buruk. Kebenaran telah terungkap, aku terluka, tetesan darah berceceran di atas lantai. Aku tidak bisa berlari. Andai waktu bisa diputar, aku tidak ingin mengadakan pesta malam itu.
Kesempatan
16794      2707     5     
Romance
Bagi Emilia, Alvaro adalah segalanya. Kekasih yang sangat memahaminya, yang ingin ia buat bahagia. Bagi Alvaro, Emilia adalah pasangan terbaiknya. Cewek itu hangat dan tak pernah menghakiminya. Lantas, bagaimana jika kehadiran orang baru dan berbagai peristiwa merenggangkan hubungan mereka? Masih adakah kesempatan bagi keduanya untuk tetap bersama?
Lazy Boy
4192      1114     0     
Romance
Kinan merutuki nasibnya akibat dieliminasi oleh sekolah dari perwakilan olimpiade sains. Ini semua akibat kesalahan yang dilakukannya di tahun lalu. Ah, Kinan jadi gagal mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri! Padahal kalau dia berhasil membawa pulang medali emas, dia bisa meraih impiannya kuliah gratis di luar negeri melalui program Russelia GTC (Goes to Campus). Namun di saat keputusasaa...