Kabar kedekatan ku dengan Rama akhirnya di ketahui oleh teman2ku di SMPN IV. Rama menyatakan cintanya kepadaku di akhir tahun ajaran kelas 1, setelah itu kami libur sekolah, namun beberapa kali Rama mengajak ku pergi, dan kami selalu bercakap-cakap lewat telepon. Hari-hariku menjadi hari yang penuh dengan kebahagiaan, Rama ternyata, laki-laki yang penyayang dan selalu membuat kejutan2 yang membuat hatiku berbunga-bunga.
Namun aku juga merasa, masuk kelas 2 SMP, mulai ada peristiwa2 yang tidak aku inginkan. karna hubungan ku dengan Rama, sehingga aku dan 2 sahabatku menjadi renggang. Sebenarnya, aku tidak bermaksud untuk menutupi hubungan ku dengan Rama kepada mereka.
"Tan, lu serius jadian sama Rama." serbu Ria ketika aku bertemu pagi ini di depan kelas, aku tidak menjawabnya, segera aku berjalan menuju mejaku tanpa menghiraukannya.
"Tania, koq lu sembunyi2 sih, jujur aja dong sama gue." katanya lagi dengan nada yang mulai sedikit tinggi, kali ini aku berbalik menatap matanya.
"Gue juga sebenarnya ga mau, tapi hati gue ga bisa berbohong."
"iya tapi lu ga perlu sembunyi2 kali." jawab Ria kelihatan kesal, kulihat Mawar datang dan berjalan cepat ke arah kami.
"Gue sih udah nebak, Rama tuh demen sama lu, tapi gue ga nyangka sih ternyata lu juga demen." kata Mawar dengan gayanya yang centil.
Aku mengangkat bahuku, "gue juga ga tahu, tapi dia baik dan ok koq, dan lu juga dari awal udah bilang kan, Rama tuh keren."
"Sorry, gue bukan mau sembunyi-sembunyi, tapi gue jadian nya lagi liburan sekolah, jadi yah udah gue tungu sampe kita ketemu." kataku kepada Ria dan Mawar, aku melihat Ria pura2 seolah tidak mendengar perkataan ku.
Tiba2 aku melihat Rama dan teman-temannya masuk, aku sedikit salah tingkah. aku sempat melihat dari ekor mataku, Ria dan Mawar melihat bagaimana reaksiku. Aku tersenyum ketika Rama melihatku, laki-laki itu selalu memiliki daya tariknya sendiri, he is so charming.
"Hi cantik." aku tersenyum ketika Rama dan teman2nya lewati bangku ku
"Si cantik sekarang pacar gue yah." katanya kepada teman2nya, aku tertawa dan mengibaskan tanganku, teman2nya tertawa sambil mengangguk dan berjalan melewati aku dan teman2ku. Mawar ikut tertawa, namun Ria hanya diam saja sambil melirik mereka melewati kami.
"Idih, lucu banget sih kalian." ucap Mawar
"Apanya yang lucu?" Jawab Ria
"Nyantai aja kali Ri, lu mesti support dong apa yang jadi pilihan teman lu." ucap Mawar lagi, aku memandang Ria, namun Ria hanya mengangkat tangannya tidak menjawab apapun.
Hari2ku di penuhi dengan pertemuan bersama Rama. Aku tidak lagi pulang bersama Ria dan Mawar. Rama akan menantiku di depan sekolah dan kami akan menghabiskan waktu bermotoran keliling kota, kadang ayahnya meminjamkan Rama mobil dan Rama akan membawaku ke tempat-tempat indah yang sebelumnya aku tidak ketahui. Terkadang kami akan berjalan di antara pohon2 akasia, Rama akan bercerita banyak, kadang dia hanya bercerita yang akan membuatku tertawa, dan terkadang kami akan mengejar matahari terbenam, dan di sana aku dan dia akan duduk dalam diam menghantar matahari kembali, dan kemudian kami akan berjalan bergandengan tangan di antara temarau senja, dan kami akan bersama2 kaget melihat bumi sudah gelap dan kami terlambat pulang.
"Tania, mama liat kamu sekarang sering pulang terlambat." satu kali mamaku pernah menegurku karna aku pulang menjelang malam.
"Kan banyak kegiatan, mam. Tania harus ikut basket dan juga ada pelajaran tambahan." kataku berbohong.
"Mama lihat kamu sekarang jarang pulang sama Ria, siapa laki2 yang sering anter kamu?" tanya mamaku seolah mencercaku.
"Ria kadang ga ikut basket, mam. dan laki2 itu namanya Rama, teman Tania. jangan takut, mam, dia anak baik kooq." kataku sambil memeluk mama. Aku dan mama sangat dekat, kami tinggal hanya bertiga, mama, aku dan adik perempuanku. Mama seorang hebat, meskipun dia single parents membesarkan kami, mama berhasil dalam karier nya sebagai salah satu direktur di perusahaan bir. Ayahku sendiri, sudah lama tidak hadir dalam kehidupan kami. Ayahku pergi ketika aku masih duduk di bangku SD kelas 4.
"Ya sudah, kamu harus jaga diri baik2, Tania. belajar yang benar." kata mamaku dengan lembutnya.
"Pasti mama." kataku mencium pipinya
'Tania mandi dulu yah, mam." kataku sambil masuk ke dalam kamarku.
Aku merebahkan diriku sejenak di tempat tidurku sambil membayangkan apa yang telah terjadi. Wajah Rama yang lembut namun perkasa seolah dekat dengan wajahku. Aku tersenyum, ketika ku ingat tadi sore, Rama membawaku ke kebun teh puncak pas, dan di sana dia meminta ijin, untuk memberikan ciuman sayang kepadaku.
1 tahun kebersamaan aku dan Rama merupakan rentetan waktu yang selalu ku tunggu-tunggu. Perjalanan kisah kasih di sekolah yang penuh dengan tawa dan kebahagiaan. Rama selalu mampu memoles hari-hari kebersamaan dengan ceria. Setiap momen yang kami nikmati, dia mampu tawarkan tanpa cacat. Dia lah yang selalu mampu membuat ku tertawa dengan guyon nya yang lucu. Jarang sekali dia membuatku marah, Rama selalu tahu ketika ada perubahan dalam sikapku, bahkan jika aku diam ketika kami sedang bersama, dia akan segera bertanya mengapa aku diam. Tidak ada penyesalan dalam diriku memiliki Rama dalam hari2ku, bahkan sekarang aku membawanya ke rumah dan mengenalkannya pada mamaku dan adikku. Ria dan Mawar akhirnya memberikan support kepadaku dan Rama. Meskipun sekarang aku jarang menghabiskan waktu dengan mereka sehabis sekolah.
"Hi my cantik." aku tahu, itu pasti Rama, karna dia selalu memanggilku dengan sebutan itu, Aku nengok kearahnya dan memberikan senyum ku yang terbaik.
"Aku ada kejutan, happy 1 year anniversary." ucapnya sambil memberikan setangkai mawar merah, aku tersipu malu karna dia melakukannya di sekolah di hadapan teman2nya.
"Apaan sih." aku menarik tangannya menjauh dari teman2nya. Aku menerima bunga Mawar cantik kesukaanku.
"Thank u so much, tapi malu tahu, ngapain juga ngasih nya di sekolah." kataku pada Rama, Rama hanya mengangkat bahunya dan tertawa.
"Satu lagi, Tan..aku mau ajak kamu camping sekalian kita rayain 1 tahun kita." ucapnya bersemngat.
"Camping? kemana? Siapa aja? mana mungkin aku boleh sama mama?."
"Campingnya ke gunung gede, terus sama teman2 ku lah, kamu ajak teman kamu juga yah, ajakin aja Ria dan Mawar." ucap nya semangat
"Aku tanya mama dulu yah, aku juga tanya Mawar dan Ria."
Aku tidak pernah camping, jadi ketika mama akhirnya mengijinkan aku pergi camping, perasaan ku campur aduk antara senang namun ragu juga. Mawar dan Ria akhirnya mengiyakan ajakan ku untuk camping.
Kami memulai pendakian kami dari Kebun Raya Cibodas, hamparan padang rumput yang hijau yang begitu menyejukkan. Rama bersama 5 orang teman2nya, aku Ria dan Mawar.
"Kamu pasti bisa dan kamu pasti akan terkagum dengan pemandangan selama kita lakukan pendakian." Rama menggenggam tangan dan menyakinkan aku, aku hanya mengangguk saja. Aku tahu pasti Rama telah menebak hatiku, dan dia selalu berhasil mengetahui apa yang sedang terjadi dalam hatiku.
"Kamu cape?" tanya Rama dalam perjalanan, aku memegang tangannya dan hanya menghela napas panjang.
"Lu pake nanya, yah cape kali bro." serbu Mawar yang berjalan di samping ku bersama Ria.
"Emang, lu nanya basi amat sih." celetuk Ria sambil terengah-engah mencoba untuk mengatur napas.
"Ya ampun, nyantai kali, sampe nyeruduk gitu li berdua." jawab Rama sambil tertawa.
"Bentar lagi, kita sampe di satu tempat, namanya Telaga Biru. lu berdua pasti kaga nyesel ngikut sama gue." Kata Rama lagi, Mawar dan Ria hanya memainkan matanya dan mengangkat tangan mereka dan melanjutkan perjalanan mereka.
Kami semua terdiam kagum berdiri di spot pertama perjalanan pendakian ke gunung Gede. Namanya Telaga biru. Lokasi nya berada di antara hutan yang rimbun. Suasana sunyi dan damai milik Telaga seolah menyihir para pendaki yang datang. Semua mengambil tempat untuk duduk sejenak, melepaskan lelah kami, memandang telaga tenang yang seolah memeluk napas keletihan setiap pendaki. Beberapa pendaki bermain dengan air miliki telaga yang memberikan kesegaran.
"Oi, lu semua mau ngerasain kesejukan air telaga biru ga?" tanya Anton, teman Rama. Rama langsung menghampiri Anton yang diikuti oleh teman-temannya yang lain.
"Trus ngapain kita cuma duduk doang?ayo kita juga ikutin mereka." ucap Mawar menarik tanganku dan Ria.
Setelah melepas lelah sejenak, kami melanjutkan perjalanan kami. Rama selalu berjalan di sebelahku, menanyakan keadaan ku, mengeluarkan handuk kecilnya untuk menyeka keringat ku atau terkadang dia akan menyuruhku untuk berhenti dan menemaniku untuk melepaskan keletihanku.
"Nah yang di depan kita, sebentar lagi Curug Cibeurem, namanya. ayo semangat yah." kata Rama lagi.
" Oi, kita mandi aja dulu bentar di curugnya."teriak Rama kepada teman-temannya.
"Kita berendam di pos air panas aja, Ram." teriak temannya di depan.
"Apaan sih, gue ga ngerti." Kata Ria
"Bentar lagi kita sampe di curug Cibeureum, kita bisa nyebur sih, tapi dingin airnya. setelah itu kita jalan bentar, ada sumber air panas, ada kolamnya sih tempat orang berendam air panas. Terserah lu, mau air dingin atau air panas." terang Rama kepada Ria.
"Halo...pastinya air panas kali yah, gila air dingin, gue bisa masuk angin kali." celetuk Mawar
"Nyantai aja kali, terserah lu mau yang mana." kata Rama yang dikuti oleh tawa kami semua.
Teman-teman Rama sudah tiba terlebih dahulu di curug Cibeureum. Air terjun yang tinggi nya mungkin sekitar 40 meter terlihat gagah di antara pelukan hutan rimbun di sekitarnya. Debur airnya begitu menggetarkan, menghantam deras kolam yang terbentuk di dalamnya. Tawa ria dari para pendaki terdengar diantara deburan air yang melompat keras dari ketinggian menimpa tubuh mereka.
"Ayo, kita main-main aja di pinggir kolamnya." ajak Rama memberikan tangannya kepadaku.
"Ayo Ria, Mawar." ajak ku kepada teman-temanku. Kami berjalan mendekati deburan air yang terjun deras. Percikannya mengenai wajah kami dan cukup memberikan kesegaran.
"Gila, cakep banget yah." ucap Mawar sambil memandang kagum ke arah curug Cibeurem yang mengalir jernih.
"Menurut mitos, curug ini memudahkan untuk mendapatkan pasangan juga lho." kata Rama sambil tertawa dan di ikuti oleh tawa teman2nya.
"Sapa juga yang mau cari jodoh." suara Ria terdengar seperti ngedumel di belakang Mawar yang pura-pura melihat pemandangan curug, kemudian ku dengar mereka tertawa berdua.
Kami melanjutkan perjalanan kami yang mungkin baru setengah perjalanan. Kakiku rasanya panas dan letih. Untungnya Rama dan teman-temannya seringkali bercanda dan saling melemparkan percakapan2 yang lucu sehingga seringkali aku, Ria dan Mawar jadi terhibur dan kami tertawa-tawa. Terkadang mereka memberikan kami semangat, atau mendorong kami dari bawah ketika kami merasa tidak sanggup ketika bertemu dengan tanjakan.
"Ayo semangat, sebentar lagi kita sampai di kolam air panas. kita bisa berendam, dan kaki yang pegal-pegal bisa langsung hilang." ucap Anton memberikan semangat kepada kami, yang rasanya sudah kehilangan semangat untuk melanjutkan perjalanan.
Perjalanan menuju kolam air panas, bukanlah perjalanan mudah seperti akan ke kolam renang Ciater, namun perjalanan ini perlu perjuangan, namun ketika tiba di tempatnya, semuanya terbayar dan worth it. Tanpa banyak pikir panjang, kami semua langsung merendam kaki kami.
"Gue camping di sini aja deh." seru Mawar bahagia, dan lansung menenggelamkan kakinya.
"Ga ada tempatnya di sini, ini cuma persinggahan."sergap Rama serius.
"Walah, gue cape banget, tahu." jawab Mawar tak mau kalah.
"Udah, enjoy this moment please." kataku menengahi, sambil duduk di antara bebatuan dan menenggelamkan kakiku. Kehangatan air panas yang mengalir terasa menyerbu ke saraf-saraf kakiku dan otot kakiku yang terasa letih setelah melakukan pendakian yang merupkan hal yang baru bagiku.
Setelah kami cukup beristirahat di antara kehangatan air di alam pegunungan yang eksotik, kami melanjutkan pendakian kami untuk membuka tenda kami di spot lanjutan, Lembah Mandalawangi yang menurut banyak orang, adalah tempat yang paling berkesan, lembah yang terdapat di ketinggian yang di tutupi oleh bunga abadi yaitu bunga Eldeweis. Hatiku rasanya ingin segera tiba di lembah Mandalawangi. Mendengar namanya saja, sudah membuat aku ingin tiba di tempat itu, di tambah lagi, kalau sudah buka tenda rasanya aku bisa baringkan tubuhku.
"Koq ngelamun, kenapa ?"tanya Rama mendekati ku dan menaruh tanganya di pundakku.
"Bukan ngelamun, tapi pengen buru2 sampe di lembah Mandalawangi." kataku sambil terus berjalan.
"oh... memang iya, lembah Mandalawangi, adalah tempat yang paling romantis." ucapnya seolah berbisik di telingaku.
"Maksudnya.?" tanya ku
"Kamu tahu kan, di sana ada banyak bungaEdelweis, bunga abadi. Biasa nya para pendaki akan bersembunyi bawa bunga Edelweis untuk pacarnya, tapi mesti sembunyi karna di larang." jawab Rama sambil menggandeng tanganku berjalan di jalan setapak, aku mengangguk saja dan memperhatikan pohon2 sekitar, dan langit yang mulai meredup pertanda senja mulai turun.
Halimun milik Gunung Gede Pangrango seolah menyambut hadir kami di lembah Mendalawangi. Halimun nya turun tipis di antara lembayung di batas cakrawala. Kurasakan kesunyian dan ketenangan yang memeluk jiwa. Kepenatan dan keresahan tersingkir seketika oleh diamnya Mandalawangi. Tiupan angin dingin menyentuh hamparan bunga-bunga Eldeweis, bunga abadi yang tidak tersentuh oleh jemari manusia.
"Kamu secantik apa yang sedang kau lihat." tiba2 Rama melingkarkan tangannya di bahuku dan berbisik. Aku hanya menatapnya sesaat dan mengangguk.
"Kamu bahagia?" tanya nya, aku kembali mengangguk saja, tak berucap tersihir oleh diamnya lembah Mandalangi yang begitu eksotik dan indah.
"Oi, kita buka tenda dulu, dan buruan taruh semua ransel2 kita." teriak Tommy, teman Rama memecahkan kesunyian dan merusak suasana indah menurutku. Rama segera membantu membuat tenda untuk kami tidur. Aku, Mawar dan Ria segera turun menghampiri mereka dan membantu untuk mempersiapkan makanan kami.
Perlahan dingin semakin turun, matahari turun hendak berpulang dan kegelapan mulai merayap di lembah Mandalawangi, beberapa api unggun mulai terlihat dari para pandaki yang mulai membuat api unggun. Kami mengelilingi api unggun yang telah di buat dan dengan lahapnya menyantai indomie yang telah kami siapkan.
"Indomie makin enak di makan di tempat ini yah. ini the best Indomie yang pernah gue makan." ujar Mawar sambil menyeruput indomie bawang kesukaannya.
"Lha iyalah, kita lagi kelaparan, trus kaga ada lagi makanan." jawab Ria di ikuti tawa dari kami sambil sibuk menghabiskan indomie milik kami masing-masing.
Malam semakin dingin, api unggun mulai di tinggalkan oleh beberapa pendaki yang masuk dalam kemah mereka masing-masing. Aku merapatkan tubuhku, mendekati Rama untuk mencoba menghalau dingin. Ria berulang kali menguap terlihat dari balik api unggun, mungkin dia lelah sekali, karna dia tidak pernah melakukan hal seperti ini.
"Mawar, tidur yuk." Akhirnya Ria menyerah juga.
"Ya udah, gue juga cape, besok bangun liat sunrise kan kita." Jawab Mawar berdiri mengikuti Ria.
"Good nite, semua." ucap mereka sambil lalu.
"Ntar gue nyusul yah." kataku pada mereka
"Jangan malem-malem." teriak Ria sambil menengok ke arahku, aku hanya mengangkat tangan ku sambil tertawa. Ria, sahabatku yang judes tapi yang begitu perhatian dan sayang padaku.
"Ya udah, gue juga mau tiduran yah." ucap Anton, yang diikuti oleh teman2nya.
"Parah lu, jam segini udah tidur. Tumben lu, jam segini udah pada tidur." kata Rama.
"Besok kan kita mau lihat Sunrise, bro."
Keheningan Mandalawangi terasa semakin mencekam. Hamparan Edelweis terlihat samar diantara kelam yang memekat. Kini tinggal aku dan Rama. Kami tidak mau berpisah malam itu. Seolah tersihir oleh alam yang membawa cinta yang terlarang terjadi. Nafsu tak terkendali merusak damai dan keheningan Mandalwangi. Hati dan perbuatan seolah saling tarik menarik, tubuh dan daging tak kuasa melawan, meski hati berkata tidak. Hamparan Eldeweis putih tertunduk layu, menjadi saksi kisah kasih yang seharusnya polos dan penuh ceria menjadi kisah kasih yang matang sebelum waktunya. Seharusnya tidak terjadi di sini, seharusnya tidak terjadi saat ini. Lembah Mandalawangi terlalu suci untuk merekam apa yang terjadi malam ini, perbuatan aku dan Rama telah mencoret keagungan alam ciptaan Sang Ilahi dengan perbuatan yang tidak di ijinkanNya.
Perlahan aku masuk ke dalam kemah, dengan tubuh gemetar, tidak mengerti apa yang kurasakan saat ini. Tiba-tiba rasa damai yang pertama kurasakan ketika tiba di tempat ini, tiba-tiba hilang, berganti dengan keresahan dan kegelisah.
"Jam berapa sekarang? lu baru balik?" Ria terbangun sebentar.
"Masih malem, lu tidur lagi aja. gue uda balik dari tadi." jawabku berbohong. Kemudian Ria berbalik badan, dan mendengkur lagi. Semoga dia hanya mengingau, harapku dalam hati dan besok dia tidak sadar bahwa aku masuk tengah malam. Aku baringkan diri dan mencoba pejamkan mata, namun semua bayangan apa yang telah terjadi bermain berulang kali di pelupuk mataku, perasaan bahagia datang namun berubah menjadi jengkel, merubah menjadi kemarahan, berubah menjadi rasa tidak layak. aku mencoba menghalau semua peristiwa itu dan berharap itu hanyalah mimpi namun bukannya pergi, malah semakin jelas sehingga aku harus bantingkan diriku ke samping, ke arah teman2 ku yang tertidur nyenyak. Aku memandang iri kepada Ria dan Mawar yang tengah tertidur pulas. Mataku belum terpejam, ada rasa bersalah yang merayap kencang dalam batinku, namun semua sudah terjadi. Mataku terpejam dalam lelah pada akhirnya.