Read More >>"> Sebelas Desember (10. Tak Terpisahkan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sebelas Desember
MENU
About Us  

 

“Haaaahhh capek!”

Ada kaki yang ditumpangkan di atas kaki lainnya. Ada kepala yang beristirahat di dekat kaki tersebut. Ada tubuh lengan terentang lebar seperti bintang laut di tengah-tengah lantai. Aku menyingkirkan lengan itu demi meletakkan tas, mengistirahatkan kepala di atasnya sambil merebahkan tubuh. Kama, dengan menyebalkannya kembali merentangkan tangan hingga mengenai mukaku.

“Kama!” tegurku, setengah merengek.

Kama tertawa. “Sori,” ujarnya, lalu bergerak menyamping dan meletakkan kaki di atas badan Ulfi, membuat gantian cewek itu yang menyumpah-nyumpah.

Usai lomba tarik tambang dan makan es krim di siang bolong hingga membuat kepala sakit, kami berlima memutuskan untuk pulang ke rumah Ghea, tempat yang paling sering dijadikan tongkrongan karena dua alasan; tempatnya nyaman (luas serta tidak dipenuhi pengganggu seperti di rumah Kama), dan kedua, karena nenek Ghea punya banyak simpanan camilan enak.

Masing-masing dari kami merebahkan diri di pelataran rumah Ghea, memandangi mangga-mangga muda di atas pohon yang condong ke teras. Tidak peduli apapun lagi.

“Ah, adem banget rasanya.”

“Nikmatnya rebahan...”

Aku dalam diam setuju. Setelah punggung yang pegal karena berdiri seharian ditambah berpanas-panasan tadi, beristirahat di teras yang bersih dan dingin membuat badan serasa disejukkan.

“Mau ngapain kita abis ini?” Ulfi menyangga tubuh di atas lengan, ia menatap kami semua bergantian.

“Nonton, yuk!” Kama menyahut. Jika itu rumah Ghea, kami memang seringnya menonton bersama. Terutama karena cewek itu punya koleksi DVD milik sang paman yang lumayan lengkap. “Kita belum nonton sekuel Train To Busan!”

Cepat-cepat, Ulfi menggeleng. “Enggak!  Ogah nonton horor, serem!”

“Seru, tahu! Nanti kita tutup tirai dan matiin lampu!”

“Enggak! Pokoknya enggak! Mending kita berantem aja!”

“Vote aja,” Laura menengahi. “Horor atau romance nih?”

Setengah jam kemudian, kami sudah duduk melingkar di depan TV besar di ruang tamu Ghea, gelap-gelapan. Pintu dan jendela ditutup. Tirai diturunkan. Lampu dimatikan. Dan zombi berkeliaran di layar televisi dengan suara-suara yang membuat merinding.

Namun di atas semua itu, dibanding menikmati cerita horor yang juga terselip drama, kami lebih banyak menertawakan Ulfi yang penakut mencengkeram erat siapapun yang ada di dekatnya, meski dari awal dia sudah mengklaim dua buah bantal sofa ke dalam pelukan. Dia juga akan berteriak heboh dengan adanya sedikit jumpscare atau kejutan apaun dalam scene apapun.

“Na!”

Di penghujung film, Ulfi menggamit lenganku. Aku pun menoleh padanya.

“Apa?”

“Gue mau pipis!”

“Yaudah pipis aja sana! Pake bilang! Kan lo tahu toiletnya dimana.” Itu Kama yang menyahut. Cewek itu sedang mengemil sestoples kembang goyang hingga bunyi kriuk-kriuknya sedikit mengganggu suasana horor yang coba kuresapi.

Ulfi kali ini merengek, wajahnya di letakkan di pundakku. “Gue takuuuttt!”

“Hadeh gitu aja  takut. Nggak ada apa-apa juga!”

“Beneran?” Ia berbalik menatap Ghea. “Ghe, di rumah lo biasanya ada hantu, nggak?”

“Nggak, biasanya ada Nenek gue doang,” Ghea terkekeh.

Tetapi, Ulfi sepertinya belum yakin. Ia kembali menatapku. “Na, pipis, yuk!”

Ouch, aku lagi ... malas. “Udah, gue,” katanya, menyengir.

Tidak berhenti, sekarang sasarannya adalah Laura. “Ra! Ayo, kita ke toilet bareng!”

Laura saat itu masih berbaring di atas karpet sembari memeluk guling. Ia berusaha bertahan di posisi itu meski Ulfi menarik-narik lengannya agar bangkit. “Ayo, Ra~ Temenin~”

“Gue males, Pi... Lo sendiri aja. Toiletnya deket ini.”

Ulfi diam, bibirnya ditekuk saat dia memandangi kami semua. “Ish, ya udah!”

Ketika cewek itu akhirnya mulai berjalan menuju dapur yang terhubung dengan kamar mandi, kakinya dihentakkan lebih dari biasanya, merajuk. Kami tidak terlalu memedulikannya.

“Awas zombi belakang lo!” celetuk Kama jahil.

Ulfi berteriak refleks. Secara bersamaan, ia berlari kembali ke arah kami dan mulai melakukan kekerasan pada Kama. “Jahat banget lo, ngagetin aja!”

Kama tertawa, pasrah saja.”Lagian lo apa-apa minta ditemenin! Penakut!”

“Emang! Bleh” Ulfi menjulurkan lidah. “Makanya, temenin!”

“Ya udah. Sini sama gue.”

“Kamaaa lo emang sahabat gue!”

Ulfi memeluk cewek bertubuh tinggi besar itu erat, yang harus kami hentikan dengan menimpuk mereka bantal, masalahnya, keduanya menghalangi kami menonton televisi. Tawa pun bergema di ruangan gelap itu.

Tawa canda yang terdengar seperti anak-anak paling bahagia di dunia. Tawa canda seakan tidak ada hari esok.

Lalu, suara penuh tawa canda itu perlahan ... memudar.

***

Minggu, 13 Desember. 22.56 WITA

Kurasa, aku pingsan. Aku terbangun di samping tempat tidur Ghea. Merasa yakin tentangnya setelah melihat parsel buah dan teko yang sama seperti yang kuletakkan di atas lemari di sisi tempat tidur Ghea tadi sore.

Aku bangkit berdiri, kemudian melongokkan kepala untuk mencarinya. Kupikir, Ghea sedang berada di toilet. Namun sekitar lima belas menit berlalu dan aku tidak kunjung melihatnya. Jadi, aku turun dari tempat tidur, mengenakan kembali sneakersku dengan asal, dengan menginjak ujungnya, lalu berjalan dengan terseret ke luar ruangan.

Jam dinding menunjukkan telah pukul sebelas malam, lorong-lorong telah sepi. Tetapi ketika aku berjalan menuju kamar tempat Kama dirawat, semuanya terasa berbeda. Aku menemukan Ghea berdiri bersama keluarga Kama di sana, di depan ruang ICU. Namun yang membuatku terkejut dan menghentikan langkah sebelum sampai di sana, bukanlah tentang pakaian rumah sakit Ghea yang kumal, bukan tentang dirinya yang bertelanjang kaki, atau rambutnya yang tidak mendapat sisiran.

Ghea sedang menangis. Ia jatuh terduduk, lalu kembali menangis tersedu-sedu sembari memeluk lutut. Sesekali, tangisnya menderas dan ia akan meneriakkan nama cewek itu. Kama. Kama. Kama.

“Kamaaa... Please, Ma....”

Mendadak, lututku lemas. Jantungku mencelus hingga ke kaki. Pikiran-pikiran terburukku bermunculan ke permukaan. Aku mulai meremas tanganku dan menggigit kukuku dengan kalut. Tidak. Kumohon... jangan berita itu... jangan lagi...

Pintu ruang rawat itu terbuka. Beberapa perawat tampak keluar. Dan mereka ... membawa sebuah ranjang dorong. Ada seseorang di atasnya. Kama ... Apakah Kama di sana? Menjadi sosok yang tertutup kain putih ... hingga kepala?

Mengelilingi ranjang, adalah keluarga Kama. Ibunya yang penyabar, Ayahnya dengan rahang mengeras, juga abangnya... yang sebelumnya selalu terlihat seakan menyimpan sejuta candaan di kepala. Sekarang, tidak ada satupun di antara mereka yang tidak menangis kencang.

Kakiku mati rasa, tetapi dengan susah payah aku menyeretnya, berlari menuju sosok di balik kain putih tersebut.

“Ghe?” tanyaku.

Ghea tidak menjawab. Ia terlalu banyak menangis. Jadi aku merangsek maju. Dengan tangan yang kebas, kusingkap kain itu.

Sesosok wajah yang tenang tengah tidur di sana. Nyaris tersenyum. Meski tampak sangat pucat. Meski dengan bekas-bekas luka yang masih amat begitu nyata. Sosok yang ... di sepanjang ingatanku, tidak pernah setenang itu. Kama selalu berisik. Kama selalu aktif. Kama selalu ... tertawa.

Sekarang, kemana perginya seluruh tawa itu?

“Kama...”

Jmeariku menyentuh wajahnya. Dingin. Dingin sekali. Kama yang kukenal selalu hangat.

Seketika itu pula, kakiku goyah dan tidak lagi sanggup menopang bobot tubuh. Aku jatuh terduduk di lantai yang dingin, memandangi kain putih itu, memandangi ranjang yang perlahan didorong menjauh, yang diiringi tangisan semua orang.

“Bahkan meskipun ia selamat, ia tidak akan kembali seperti semula. Ia mungkin akan kehilangan fungsi kaki, dan akan membutuhkan operasi berbeda untuk wajahnya yang hancur,” aku masih mengingat perkataan dokter yang kucuri dengar waktu itu.

Airmataku berjatuhan di lantai. Aku menangis, keras-keras.

Mungkin ... mungkin ini yang terbaik untuknya?

Sementara di kepalaku, kalimat terakhir Kama masih terngiang-ngiang dengan begitu jelasnya.

“Sok-sokan. Ke toilet aja ditemenin. Lo kan kemana-mana nggak bisa sendiri, Upi, perlu ditemenin.”

Sekarang kamu juga melangkah pergi, Kama, menempuh jalan yang sama yang ditempuh Ulfi. Apakah ini karena kalian sangat sangat dekat? Semua orang selalu bilang Kama dan Ulfi lebih kembar dari aku dan Laura. Tidak secara fisik, tetapi dua orang itu benar-benar tidak dapat dipisahkan.

Sampai akhir hayat pun tidak dapat dipisahkan.

Ulfi, Kama telah memenuhi janjinya sekarang, untuk selalu menemani kamu kemanapun.

Kama, tolong jaga Ulfi baik-baik di sana.

Kuharap kalian ... bisa tertawa bersama hingga aku iri. Aku sangat iri. Kuharap kalian ... bahagia, sangat bahagia di sana.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Werewolf, Human, Vampire
3590      1100     1     
Fan Fiction
WATTPAD PUBLISHED STORY!(username: msjung0414) 700 tahun lalu, terdapat seorang laki-laki tampan bernama Cho Kyuhyun. Ia awalnya merupakan seorang manusia yang jatuh cinta dengan seorang gadis vampire cantik bernama Shaneen Lee. Tapi sayangnya mereka tidak bisa bersatu dikarenakan perbedaan klan mereka yang tidak bisa diterima oleh kerajaan vampire. Lalu dikehidupan berikutnya, Kyuhyun berub...
IMAGINATIVE GIRL
2238      1159     2     
Romance
Rose Sri Ningsih, perempuan keturunan Indonesia Jerman ini merupakan perempuan yang memiliki kebiasaan ber-imajinasi setiap saat. Ia selalu ber-imajinasi jika ia akan menikahi seorang pangeran tampan yang selalu ada di imajinasinya itu. Tapi apa mungkin ia akan menikah dengan pangeran imajinasinya itu? Atau dia akan menemukan pangeran di kehidupan nyatanya?
Lost In Auto
1215      440     1     
Romance
Vrinda Vanita, adalah seorang remaja putri yang bersekolah di SMK Loka Karya jurusan Mekanik Otomotif bersama sahabatnya Alexa. Di sekolah yang mayoritas muridnya laki-laki, mereka justru suka pada cowok yang sama.
ARMY or ENEMY?
10336      3217     142     
Fan Fiction
Menyukai idol sudah biasa bagi kita sebagai fans. Lantas bagaimana jika idol yang menyukai kita sebagai fansnya? Itulah yang saat ini terjadi di posisi Azel, anak tunggal kaya raya berdarah Melayu dan Aceh, memiliki kecantikan dan keberuntungan yang membawa dunia iri kepadanya. Khususnya para ARMY di seluruh dunia yang merupakan fandom terbesar dari grup boyband Korea yaitu BTS. Azel merupakan s...
Behind Friendship
4108      1155     9     
Romance
Lo harus siap kalau rasa sahabat ini bermetamorfosis jadi cinta. "Kalau gue cinta sama lo? Gue salah? Mencintai seseorang itu kan hak masing masing orang. Termasuk gue yang sekarang cinta sama lo," Tiga cowok most wanted dan dua cewek receh yang tergabung dalam sebuah squad bernama Squad Delight. Sudah menjadi hal biasa jika kakak kelas atau teman seangkatannya meminta nomor pon...
Kamu, Histeria, & Logika
54637      5542     58     
Romance
Isabel adalah gadis paling sinis, unik, misterius sekaligus memesona yang pernah ditemui Abriel, remaja idealis yang bercita-cita jadi seorang komikus. Kadang, Isabel bisa berpenampilan layaknya seorang balerina, model nan modis hingga pelayat yang paling berduka. Adakalanya, ia tampak begitu sensitif, tapi di lain waktu ia bisa begitu kejam. Berkat perkenalannya dengan gadis itu, hidup Abriel...
Our Different Way
3605      1517     0     
Romance
Novel ini mengisahkan tokoh utama bernama Haira, seorang siswa SMA berusia tujuh belas tahun yang baru saja rujuk kembali dengan pacarnya, Gian. Mereka berdua tentu senang karena bisa kembali merajut kasih setelah tidak pernah bertemu lebih dari setahun akibat putus. Namun, di tengah hubungan yang sedang hangat-hangatnya, mereka diterpa oleh permasalahan pelik yang tidak pernah mereka bayangk...
AKSARA
4307      1684     3     
Romance
"Aksa, hidupmu masih panjang. Jangan terpaku pada duka yang menyakitkan. Tetaplah melangkah meski itu sulit. Tetaplah menjadi Aksa yang begitu aku cintai. Meski tempat kita nanti berbeda, aku tetap mencintai dan berdoa untukmu. Jangan bersedih, Aksa, ingatlah cintaku di atas sana tak akan pernah habis untukmu. Sebab, kamu adalah seseorang yang pertama dan terakhir yang menduduki singgasana hatiku...
Kisah Kemarin
4092      1342     2     
Romance
Ini kisah tentang Alfred dan Zoe. Kemarin Alfred baru putus dengan pacarnya, kemarin juga Zoe tidak tertarik dengan yang namanya pacaran. Tidak butuh waktu lama untuk Alfred dan Zoe bersama. Sampai suatu waktu, karena impian, jarak membentang di antara keduanya. Di sana, ada lelaki yang lebih perhatian kepada Zoe. Di sini, ada perempuan yang selalu hadir untuk Alfred. Zoe berpikir, kemarin wak...
Sebuah Kisah Tentang Dirinya
856      494     0     
Romance
Setiap orang pernah jatuh cinta dan mempunya ekspetasi tinggi akan kisah percintaannya. Namun, ini adalah kehidupan, tak selalu berjalan terus seperti yang di mau