Read More >>"> Fix You (Bandung) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Fix You
MENU
About Us  

Nyatanya semua keinginan Dean tak segampang dirinya ketika berharap. Keadaan Rena semakin parah. Walau gadis itu berkata ia baik-baik saja setiap kali Suri dan dirinya bertanya, mata Rena tak bisa berbohong. Ia datang ke kafe dengan keadaan yang kusam, semakin kurus dan terlihat tak memiliki semangat.

Kenyataan itu sangat disadari oleh Suri. Ia yang hampir setiap hari bekerja dengan Rena tentu melihat bagaimana stres mulai menggerogoti diri adiknya. Dan hal ini sudah mencapai pada taraf yang tak bisa berikan maklum.

“Gue udah ngga bisa liat Rena kaya gini. Kita harus paksa tuh agensi buat buka suara!” Begitu berapi-api Suri berbicara pada Dean yang duduk di hadapannya. Karena bagaimana tidak, beberapa saat lalu ia menemukan Rena yang diam-diam menangis sendirian di gudang. Hal itu sudah pasti membuat hatinya ikut merasa sakit. Oleh karena itu, ia segera meminta Dean untuk menemuinya di kafe saat itu juga.

“Ngga bisa gitu,” Dean berkata sebelum menyesap rokoknya. Lelaki yang tengah mengenakan kemeja hitam itu menatap Suri lekat-lekat. “Mereka bukan pihak kecil yang bisa kita teken gitu aja. Lagi pula, mereka pasti ngerasa lagi di atas angin. Semua orang bela mereka. Bantuin kita cuman bikin posisi mereka jadi dicurigain.”

“Terus kita harus gimana?” Suri menjatuhkan kepalanya di atas meja, membiarkan rambut panjangnya yang terurai jadi berantakan.

“Kita cuman bisa nunggu, “ Dean berkata, sementara tangannya meraih rambut Suri untuk ia mainkan.

Mata lelaki itu melirik keluar jendela, ke arah meja pengunjung. Mereka kini berada di dalam kantor Suri, tak akan yang bisa melihat menembus kaca satu arah yang menjadi dinding ruangan tersebut, sedangkan siapa pun yang ada di dalam sana jelas bisa melihat dengan leluasa ke luar.

Di luar masih saja ramai. Menjelang makan siang memang selalu jadi waktu sibuk. Rena sendiri kini tengah berdiri di meja kasir, dengan mata sembab dan bibir yang pucat harusnya gadis itu pulang saja ke rumah.

“AW!”

Dean tersentak mendengar suara teriakan Suri. Ah sial, ternyata rambut gadis itu terbelit di jarinya.

“Mau nunggu sampe kapan?” ujar Suri sambil mengusap kepalanya.

“Ya sampe kita bisa nemu jalannya.” Dean berdiri dan menepuk-nepuk pantatnya. “Tapi sebelum itu, kayanya kita harus ngamanin Rena dulu.”

“Maksudnya?”

“Gue lusa mau pulang ke Bandung. Detta udah bawel banget, kangen ketemu gue katanya. Jadi rencananya, gue mau ajak Rena sekalian. Senggaknya di sana dia bisa dapet suasana baru lo bantuin bujuk dia ya, Ri!”

Kali ini Dean menatap Suri dengan sungguh-sungguh, membuat gadis itu memalingkan wajahnya entah karena apa.

“De ....”

Dean mendengung guna menyahut panggilan Suri yang masih enggan menatap ke arahnya.

“Lo masih suka ya sama Rena?”

Pertanyaan itu membuat Dean terdiam sejenak, lalu tersenyum kecil. “Kalau pun masih ada perasaan, kayanya gue bener-bener udah ngga ada kesempatan lagi deh.”

Dean menoleh, dan mendapati Suri tengah melihat ke arahnya. “Tapi lo tenang aja Ri. Gue ngalakuin semua ini pure karena Rena temen gue. Dan gue ngga mau temen gue kenapa-kenapa.”

Suri tersenyum, ia paham kenapa Dean mengatakan hal tersebut. Cerita tentang Dean dan Rena memang telah berakhir seiring dengan penolakan gadis itu, namun hubungan pertemanan mereka jelas bukan sesuatu yang bisa diputuskan begitu saja.

.

Rencana Dean tidak sepenuhnya disetujui oleh Rena. Ia berdalih akan terlalu riskan jika harus meninggalkan MERAKI begitu saja. Namun berkat bujukan Suri dan beberapa member MERAKI pada akhirnya Rena mengikuti semua rencana Dean.

Setelah meminta izin kepada Bu Nur, ibunya, Rena pun berangkat naik kereta menuju kota kelahiran Dean tersebut. Lelaki itu kini tertidur begitu pulas, sementara Rena hanya bisa menatap bosan ke arah luar.

Perjalanan mereka memakan waktu selama tiga jam, atau lebih tepatnya mereka sampai di Bandung ketika matahari sedang terik-teriknya. Rena menyipitkan matanya begitu ia keluar dari stasiun. Suasana kota kembang kala itu seolah tak berbeda dari Tangerang. Panas dan sibuk.

“Panas banget!” gumam Rena.

“Tapi ngga sepanas Tanggerang kan?” Dean menanggapi ocehan Rena seraya memakaikan kepala gadis itu topi.

Dari apa yang Dean katakan sebelumnya, adik Dean, Detta akan menjemput mereka. Kedua orang itu hanya disuruh menunggu di tempat yang sudah Detta tentukan. Namun setelah menunggu hampir lima belas menit, Detta tak kunjung datang.

“Ya elah, ke mana dulu sih itu anak?” ujar Dean mulai kesal.

Namun untungnya, beberapa saat kemudian seorang gadis menghampiri mereka. Napasnya putus-putus, rambutnya lepek karena keringat.

“Ke mana aja sih Dek, kok lama banget.” Dean berujar kesal, namun walaupun begitu ia tetap memberikan sebuah pelukan kepada gadis itu, Detta.

“Maaf, tadi Ibu harus buru-buru ke rumah Ua (Tante). Aku nungguin dulu Wira sama Kang Sadam.”

“Lho, Sadam ke sini? Sekarang dimana orangnya?”

“Nunggu di jalan depan. Ayo sekarang kita ke sana aja.”

Tanpa menyapa terlebih dahulu Detta menarik tangan Rena. Keempatnya segera menuju jalan yang Detta maksud. Dan jauh diujung sana terparkir mobil yang tak asing untuk Dean.

“Siang Dam. Hampura pisan (maaf banget) ngerepotin,” kata Dean setelah masuk ke dalam mobil tersebut, mobil miliknya yang ia tinggalkan di Bandung.

“Ngga apa-apa atuh Kang. Kebetulan emang tadi saya lagi di rumah Akang. Nganterin Wira kerja kelompok sama Detta.”

Dean mengangguk, ia lalu melirik ke arah Rena yang duduk di sebelahnya, berkedip beberapa kali seolah tengah memberikan sinyal kepada Dean.

“Oh hampir gue lupa.” Detta terkikik mendengar suara kakaknya. “Ini Rena Dam, temen gue. Dia mau ikutan liburan di sini.”

“Oh, halo. Saya Sadam.”

Sadam menjulurkan tangannya melewati kursi yang ia duduki. Sementara itu Rena menyambut jabat tangan itu dengan senang hati.

Lelaki itu memiliki kulit hitam manis, badannya tegap dan memiliki genggaman tangan yang lembut. Namun terlepas dari fisik Sadam cukup menarik, ada satu hal yang membuat Rena sedikit tersihir. Suaranya.

Suara Sadam termasuk tipe suara yang berat. Ketika mendengarnya, telinga Rena seperti digelitik sesuatu tak kasat mata yang menyenangkan. Tawa Sadam juga renyah, membuat siapa pun yang mendengarnya tanpa sadar akan ikut tertawa.

Setelah sedikit basa basi, mereka berempat akhirnya melaju pulang. Kata Detta, kasihan Wira menunggu sendirian di rumah mereka. Dan tak membutuhkan waktu lama, akhirnya mereka sampai di rumah Dean.

Rumah itu cukup mungil. Catnya berwarna cokelat, memiliki pagar rendah warna biru pudar dan rumpun bunga di halaman depan.

“Di sini, lo ngga akan ngedenger tuh suara klakson mobil malem-malem.” Dean berujar seraya membuka pintu rumahnya.

Rena hanya tersenyum. Sejujurnya ia sudah mulai suka berada di sana. Apa lagi setelah obrolan singkatnya dengan Detta selama di mobil.

Gadis itu sudah tumbuh dengan baik, pikir Rena. Terakhir kali ia bertemu dengan Detta adalah saat Dean wisuda tiga tahun yang lalu. Gadis itu masih terlihat seperti anak kecil, pipinya masih dipenuhi lemak bayi yang lucu. Namun lihat sekarang, Detta sudah berubah menjadi remaja yang cantik. Walau tetap chubby, pipinya tak segembil dulu. Ia tak terlalu tinggi, mirip kakaknya, namun Detta memiliki tubuh langsing yang sehat. Rambutnya yang lembut membuat Rena ingin selalu mengusapnya.

“Kalau gitu saya pulang dulu ya, Kang.”

Rena berbalik begitu mendengar suara Sadam yang masih berdiri di ambang pintu.

“Mau ke mana? Di sini aja dulu Dam.”

“Aduh, di rumah teh ada temen-temen lagi nungguin saya. Lagian ngga enak juga, Akang kan baru sampe, baiknya mah istirahat dulu Kang.” Sadam berkata dengan postur tubuh sedikit membungkuk. Dalam adat Sunda, itu namanya rengkuh. Sebuah gestur tubuh yang dipakai untuk menghormati yang lebih tua.

“Yaudah, tapi nanti Wira biar saya aja yang nganter pulang ya Dam. Udah lama banget saya ngga bawa mobil di Bandung.”

“Siap Kang. Kalau gitu saya pamit ya Kang, Detta, eu... Teh Rena,” ucap Sadam kembali dengan sikap tubuh yang sopan. “Jangan bikin ribut disini kamu Wir.” Tutupnya Sadam memperingati adiknya.

Sepeninggalnya Sadam, Wira dan Detta berlalu ke taman belakang, mereka agaknya akan mulai mengerjakan tugas kelompok yang tadi sempat disebut-sebut. Sementara Dean menggiring Rena menuju lantai dua, masuk ke dalam kamar tamu yang akan Rena gunakan.

“Lo istirahat dulu sana, gue mau ke tetangga dulu. Barang-barang lo taro aja di lemari itu!” ujar Dean.

“Ngapain lo ke tetangga?”

“Nyapa lah, gini-gini kan gue terkenal di sini.”

Rena memutar matanya mendengar ucapan Dean. Ia lalu membiarkan lelaki itu pergi sementara dirinya sendiri mulai membuka koper kecil yang berisi pakaian, sepatu, sandal dan perlengkapan lainnya. Seperti yang dikatakan Dean, Rena menyusun barang-barangnya ke dalam lemari lalu kembali duduk di ranjang.

Rena menatap ke luar jendela, dari sana ia bisa melihat pekarangan rumah di depan rumah Dean. Terlihat pula lelaki itu tengah berbincang-bincang dengan seorang pria paruh baya. Agaknya Dean memang cukup terkenal di sana.

Mengabaikan Dean yang malah asyik mengobrol, mata Rena mulai menelusuri kamar tersebut. Seperti di luar, di dalam rumah pun dindingnya memiliki warna cokelat yang hangat. Ada satu ranjang, sebuah lemari dan meja kecil di sana.

Sejujurnya dalam hati Rena masih menyimpan rasa tak enak kepada anggota MERAKI lainnya. Ia ingin ikut serta menghadapi masalah mereka. Namun Rena tak bisa bohong, mentalnya sudah terkikis habis. Ia bahkan tidak bisa membuka media sosial MERAKI tanpa getaran hebat di tangannya.

Maka dari itu akhirnya Rena setuju untuk pergi ke Bandung. Berharap Bandung bisa meringankan perasaannya, memberikannya tidur nyenyak yang tak bisa ia dapatkan di Tanggerang.

“Eh, Kak Rena. Aku kira Kakak lagi tidur.” Kata Detta yang kebetulan sedang melintas di depan kamar Rena yang pintunya dibiarkan terbuka.

“Ngga ngantuk, Ta.”

“Ih ngga capek apa?”

Rena hanya bisa tersenyum, ia lalu kembali merebahkan diri di ranjang, sementara Detta berlalu ke kamarnya.

“Kakak mau coba dengerin lagu ngga biar gampang tidurnya?” tanya Detta kembali datang dengan buku di pelukannya.

Rena kembali berbalik ke arah Detta. Seolah tahu keluhan Rena, anak itu menyodorkan ponselnya.

“Aku punya playlist lulabby gitu kak, di coba aja siapa tau bisa bikin tidur.”

Rena menerima ponsel itu dengan senang hati. Dan dengan seizin Detta, Rena mulai menjelajahi isi playlist milik remaja itu dan membiarkan Detta kembali ke bawah.

Namun alih-alih sampai di playlist yang Detta maksud, Regan malah nyasar ke bagian podcast.

T3S

Tanpa sadar, gadis itu menekan ikon play di permukaan ponsel Detta.

 Sebuah suara petikan gitar menyambutnya.

“Hay, selamat datang bulan Juli dan selamat datang di T3S, Talking To The Star.”

Rena mengangkat sebelah alisnya. Suara lelaki itu terdengar begitu familiar, namun Rena sama sekali tak ingat siapa pemiliknya.

“Wow, bulan Juli, ngga kerasa ya. Iya ngga kerasa udah tiga bulan juga kerjaan urang cuman nganterin adek pulang balik dari sekolah.”

Lelaki itu tertawa, tawa paling merdu yang pernah Rena dengar. Tidak begitu lepas, hanya saja cukup membuat Rena merasa tenang.

Aneh kan, sama, Rena juga merasakan hal yang sama.

Apa lagi, tak lama setelah itu, ketika si lelaki dalam podcast itu bicara mengenai kesibukannya, tanpa sadar Rena menguap.

Menguap lagi, hingga ia tak tahu kapan waktu tepatnya ia tertidur. Tidur paling nyenyak sejak seminggu yang lalu.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kenangan
578      353     1     
Short Story
Nice dreaming
14 Days
797      576     1     
Romance
disaat Han Ni sudah menemukan tempat yang tepat untuk mengakhiri hidupnya setelah sekian kali gagal dalam percobaan bunuh dirinya, seorang pemuda bernama Kim Ji Woon datang merusak mood-nya untuk mati. sejak saat pertemuannya dengan Ji Woon hidup Han Ni berubah secara perlahan. cara pandangannya tentang arti kehidupan juga berubah. Tak ada lagi Han Han Ni yang selalu tertindas oleh kejamnya d...
Kedai Kopi Hitam
300      240     3     
Romance
Bianca perempuan berparas cantik pintar dan pemilik Kedai Kopi Hitam tidak hanya menjual kopi tetapi juga menjual informasi kecuali menjual perempuan. Dia terpaksa membayar denda ratusan juta akibat kesalahan informasi yang diberikan. David CEO tampan yang memberi informasi dari Bianca Dia jatuh cinta padanya. Benih-benih cinta tumbuh di antara mereka. Apa Bianca tetap fokus mengumpulkan pundi-...
My Sunset
6222      1340     3     
Romance
You are my sunset.
Throwback Thursday - The Novel
13849      2009     11     
Romance
Kenangan masa muda adalah sesuatu yang seharusnya menggembirakan, membuat darah menjadi merah karena cinta. Namun, tidak halnya untuk Katarina, seorang gadis yang darahnya menghitam sebelum sempat memerah. Masa lalu yang telah lama dikuburnya bangkit kembali, seakan merobek kain kafan dan menggelar mayatnya diatas tanah. Menghantuinya dan memporakporandakan hidupnya yang telah tertata rapih.
Hematidrosis
342      221     3     
Short Story
Obat yang telah lama aku temukan kini harus aku jauhi, setidaknya aku pernah merasakan jika ada obat lain selain resep dari pihak medis--Igo. Kini aku merasakan bahwa dunia dan segala isinya tak pernah berpihak pada alur hidupku.
Pilihan Terbaik
4080      1271     9     
Romance
Kisah percintaan insan manusia yang terlihat saling mengasihi dan mencintai, saling membutuhkan satu sama lain, dan tak terpisahkan. Tapi tak ada yang pernah menyangka, bahwa di balik itu semua, ada hal yang yang tak terlihat dan tersembunyi selama ini.
The Red String of Fate
572      394     1     
Short Story
The story about human\'s arrogance, greed, foolishness, and the punishment they receives.
Magelang, Je t`aime!
602      450     0     
Short Story
Magelang kota yang jauh itu adalah kota tua yang dingin dan tinggal orang-orang lebut. Kecuali orang-orang yang datang untuk jadi tentara. Jika kalian keluar rumah pada sore hari dan naik bus kota untuk berkeliling melihat senja dan siluet. Kalian akan sepakat denganku. bahwa Magelang adalah atlantis yang hilang. Ngomong-ngomong itu bukanlah omong kosong. Pernyatanku tadi dibuktikan dengan data-d...
Until The Last Second Before Your Death
425      304     4     
Short Story
“Nia, meskipun kau tidak mengatakannya, aku tetap tidak akan meninggalkanmu. Karena bagiku, meninggalkanmu hanya akan membuatku menyesal nantinya, dan aku tidak ingin membawa penyesalan itu hingga sepuluh tahun mendatang, bahkan hingga detik terakhir sebelum kematianku tiba.”