Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love Like Lemonade
MENU
About Us  

Jessi yang ada di sana hanya bisa ternganga melihat peristiwa spektakuler di hadapannya, membekap mulut dengan kedua tangan. Matanya melebar tidak percaya dengan apa yang ia saksikan. Bahkan semua orang di kantin ikut tercengang, kemudian melihat ke arah Vanta dengan tatapan iba.

Kenyataan itu membuat Vanta kalap, hampir lepas kendali. Ia terpaku karena apa yang dilakukan Alvin. Cowok itu menggunting rambutnya! Rambut panjangnya yang selalu menjuntai melewati bahu. Walaupun pernah berpikir untuk mengubah gaya rambutnya jadi sedikit lebih pendek, tapi bukan begini caranya. Bukan tangan itu yang Vanta harapkan untuk melakukannya.

Keheningan massal di kantin membuat suasana menegang. Seakan hanya ada dua musuh besar itu di sana. Nyatanya, semua mata masih memandang Vanta dan Alvin dengan beragam reaksi. Di tempatnya berpijak, Vanta mati-matian berusaha menahan gejolak emosi yang sudah meluap-luap dengan mengepalkan telapak tangan. Dia menarik napas dalam-dalam, memejamkan mata erat-erat selama sepersekian detik, kemudian menatap Alvin tajam. Setajam sebilah pedang.

”Lo udah gila,” desis Vanta lirih, nyaris seperti bisikan. Dadanya bergerak naik turun menahan marah. Vanta berharap tatapannya mampu mencabik-cabik Alvin saat itu juga.

”Lo bener-bener gila! Kenapa sih, lo segitu nggak sukanya sama gue?!” Kali ini suara Vanta meninggi. “Nggak cukup perbuatan lo kemarin-kemarin? Cuma karena gue udah numpahin lemonade, lantas lo terus-terusan siksa gue begini?” Air mata yang sejak tadi ditahannya menyebabkan wajah dan matanya memerah.

”Lo tuh udah keterlaluan tau, nggak?! Sampe kapan lo mau bales gue karena masalah itu?! Sampe kapan lo bakal berhenti??” jerit Vanta geram sambil menahan isaknya. Dia tidak peduli pada penampilannya sekarang. Rambut yang berantakan dan panjang tak beraturan. Yang dirasakannya hanya kemarahan dan kesedihan.

Alvin maju selangkah, menatap tepat pada manik matanya. ”Sampe gue merasa itu cukup.”

“Gue, benci banget sama lo!” Terdapat penekanan pada setiap kata yang diucapkan Vanta.

Sementara itu Jessi masih terpaku di tempat. Sampai Vanta berbalik dan berlari meninggkalkan kantin, dia baru tersadar dan mengejar sahabatnya.

Vanta masuk dan menutup pintu toilet perempuan. Kedua tangannya bertopang pada wastafel. Ditatapnya pantulan dirinya yang kacau di cermin. Sudut-sudut matanya telah basah. Penglihatannya terhalang oleh kabut di pelupuk mata. Perlahan titik demi titik air mengalir turun, membasahi pipinya. Ia terus mengusap dengan kasar setiap tetes air mata yang luruh. Lelah memendam semuanya, kini tangisnya pecah.

Jessi berhasil mengejar Vanta sampai ke toilet. Namun, ia terlambat untuk ikut masuk. Gadis itu telah mengunci toilet dari dalam. Diketuknya pintu toilet beberapa kali.

“Ta, buka dong.” Satu kali Jessi memanggil.

“....”

“Ta, lo nggak aneh-aneh kan?” Panggilan kedua, Vanta tetap tidak mengeluarkan suara.

“Ta?” Setelah yang ketiga kalinya, samar-samar Jessi mendengar isak tangis Vanta. Hatinya seperti ikut terluka mendengar temannya menangis. Rasa sakit yang dirasakan Vanta seolah dapat ia rasakan. Akhirnya Jessi memutuskan untuk membiarkan Vanta menenangkan diri beberapa waktu. Ia menunggu di depan pintu toilet dengan sabar sampai suara tangisan Vanta berhenti.

“Tata, gue boleh masuk?” tanya Jessi hati-hati dari luar toilet. Namun tetap tidak ada jawaban. Jessi menghela napas. “Lagi nggak ada orang kok, di depan sini.”

Setelah kalimat terakhirnya, Jessi mendengar suara dari dalam toilet. Dan kemudian pintu itu terbuka. Keadaan Vanta membuat Jessi tersengat. Gadis di depannyayang tadi pagi muncul dengan keadaan rapitampak berantakan, begitu kusut, begitu kacau. Matanya sembab dan merah. Segera Jessi memeluk Vanta, mengelus kepala gadis yang lebih tinggi darinya.

“Jangan nangis lagi ya, Ta.”

Tubuh Vanta kaku dalam pelukan. Sadar dengan situasi yang ada, Jessi menarik Vanta masuk lagi ke toilet. Dikeluarkannya tisu dari dalam tas untuk menghapus air mata di pipi Vanta. Selama beberapa saat tidak ada satu pun dari mereka yang bicara. Jessi hanya terus mengelus Vanta, menyalurkan ketenangan pada gadis itu.

“Jes ...,” panggil Vanta dengan suara sengau.

“Ya? Kenapa?”

“Gue mau minta tolong.” Vanta yang semula menyandarkan kepala di bahu Jessi menegakkan badan. Ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Mata Jessi langsung terbelalak begitu Vanta menyerahkan benda itu. “Potong habis aja, Jes.”

 

***

 

“Bangsat. Lo dapet ilham dari mana, sih? Pake acara gunting-guntingan segala?” Di tempat lain, tanpa Vanta ketahui, ada orang yang marah untuknya. Ada orang yang berdiri di garda depan untuk membelanya.

“Apa, sih? Cuma rambut, nanti juga tumbuh lagi. Gue bukan ngebunuh anak orang, kali. Lagian kenapa lo yang marah?”

Toto yang merasa ulah Alvin keterlaluan kali ini langsung menyeretnya bicara empat mata. Sebelumnya, ia hanya diam dengan ulah-ulah iseng Alvin karena memahami apa yang terjadi pada sahabatnya. Toto tetap berada di sampingnya, membiarkannya dan tidak menegurnya karena dia tahu hanya  itulah satu-satunya pelampiasan Alvin. Tapi melihat masalah yang dibuat Alvin kali ini, dia tidak bisa tutup mata. “Lo emang nggak bunuh dia secara fisik, tapi lo bunuh mentalnya!”

Alvin cukup kaget mendengar kalimat Toto. Cowok itu tidak merespons.

“Dia bisa aja trauma gara-gara lo,” tukas Toto lagi. Dia membuang napas keras, tidak habis pikir. Sebetulnya, kenapa Alvin masih terus mengincar Vanta?

Soal lemonade itu perkara yang tidak seberapa. Toto dan Alvin saling kenal sejak SMP. Walaupun saat itu mereka belum terlalu akrab, sepenglihatan Toto, biasanya Alvin hanya akan mengabaikan seorang cewek yang berulah.

Dalam kasus yang sekarang mungkin berbeda. Vanta bukan berulah untuk menarik perhatian Alvin, apalagi merayunya. Cewek itu murni sebal dengan Alvin. Dan harusnya Alvin cukup mengabaikan satu cewek lagi seperti biasa.

“Lo udah berkali-kali balas dia, harusnya itu udah impas. Lo cuma perlu cuekin dia kalo ketemu. Anggap aja nggak ada atau nggak kenal, sama kayak biasa lo ke cewek-cewek. Sadar nggak sih, ini kayak bukan lo banget.”

Alvin menyugar rambutnya dan bergumam, “Kalo bisa juga udah gue lakuin.”

“Terserah lo, deh. Yang pasti kalo lo bertingkah lebih dari ini, gue nggak bisa tinggal diam. Gue bakal berpihak ke tuh cewek.” Toto mengatakannya dengan wajah tenang, namun nadanya menusuk. Pemuda itu kemudian menepuk pundak Alvin dan berjalan melewatinya.

Alvin diam di tempat. Tak berbalik sedikit pun melihat kepergian Toto. Rahangnya terkatup rapat. Kedua tangannya mengepal erat. Satu tinju lalu melayang ke tembok terdekat.

 

***

 

Vanta baru keluar dari kamar saat hari sudah gelap. Perutnya lapar. Seharian ini menangis membuat energinya terkuras. Ia mengendap-endap di dapur. Barangkali ada sesuatu yang bisa dimakan di sana. Sejak pulang ke rumah, Vanta belum bicara dengan mamanya. Mama sudah ada di rumah ketika Vanta pulang tadi. Dia hanya menyapa singkat dan langsung masuk ke kamar. Mama yang melihat penampilan Vanta saat itu langsung terkejut. Mama pasti khawatir. Tapi Vanta benar-benar tidak ingin bertatap muka dengan siapa pun. Perasaannya masih kacau balau.

“Ta?” Lampu dapur menyala bersamaan panggilan itu. Vanta terhenyak dan menoleh. “Kamu mau makan?” tanya Mama.

“Mmm, iya Ma.” Vanta menarik salah satu kursi di meja makan dan duduk di sana, sementara Mama membuka tudung saji di atas meja. Ada udang goreng mentega dan angsio tahu kesukaan Vanta.

Mama mengambilkan peralatan makan dan mengisi piring dengan lauk dan nasi. Setelah itu memilih duduk di seberang Vanta. “Kok potong rambut?” Pertanyaan yang tak bisa lagi dihindari oleh Vanta.

“Biar nggak ribet aja, Ma, kalo nugas.”

“Tumben nggak bilang-bilang? Biasa soal rambut, mau potong dua senti aja pasti kamu udah heboh galau-galauan di rumah.”

Biasanya, Vanta selalu meminta pendapat Mama untuk hal sekecil apa pun. Meski sudah punya jawaban sendiri, gadis itu tetap cerita lebih dulu untuk sekadar memberi info. Vanta suka mengobrol banyak hal dengan mamanya. Bagi Vanta, Mama adalah orang tua yang sangat pengertian dan selalu mendukungnya. Vanta menyayangi Mama sebesar kasih sayang yang didapatnya. Oleh karena itu, Vanta tidak ingin memuat Mama khawatir dengan menceritakan tentang pertikaiannya dengan Alvin.

Naluri keibuan Mama bekerja. Melihat putri bungsunya diam, pasti ada yang tidak beres. “Ata capek kuliah sambil kerja?”

Vanta segera menggeleng cepat. “Nggak, Ma. Ata sanggup, kok.”

“Kamu tau kan, Mama masih mampu biayain kuliah kamu. Ada Kak Oka juga. Kamu udah berjuang dapat beasiswa, itu lebih dari cukup, Ta. Bukan kewajiban kamu buat kerja. Sekarang, tugas kamu belajar untuk raih cita-cita kamu.”

“Ata yang mau kerja, Ma. Lagian aku bosen kalau lagi nggak ada Mama di rumah. Mama tau sendiri, anak Mama ini nggak bisa diem.”

Mama tersenyum mengusap punggung tangan Vanta sekilas. “Jadi, apa yang bikin kamu potong rambut?”

Bukan apa, melainkan siapa.

Vanta menghela napas, menimbang-nimbang untuk bercerita. “Ada satu orang yang bikin Ata kesel di kampus.” Akhirnya Vanta buka suara. “Awalnya memang aku yang salah, sih, numpahin minuman ke dia. Terus dia nggak terima, sejak itu jadi suka ngerjain Ata. Sampe tadi ... dia nempelin permen karet di bangku yang aku dudukin.”

Mama tampak tenang mendengarkan. Menyimak setiap kata yang keluar dari mulut Vanta dengan penuh perhatian. “Kamu nggak sengaja numpahin minumnya?”

Ditanya begitu, Vanta tak berani langsung menjawab.

“Sengaja ya?” tanya Mama tersenyum. “Apa alasan kamu numpahin minum ke dia? Anak Mama nggak mungkin marah tanpa alasan.”

“Ata lihat dia ganggu mahasiswa lain di kampus. Dia semena-mena gitu sama temennya, Ata jadi kesal lihat cowok sok bossy. Jadi, refleks Ata ...” Vanta menggantung kalimatnya dan mengendikkan bahu.

Ternyata anak laki-laki, pikir Mama. “Setelah itu kamu udah minta maaf sama dia?”

Kening Vanta berkerut bingung. Jika permintaan maaf pura-puranya di kantin dapat dihitung, berarti dia sudah minta maaf. Tapi maksud permintaan maaf yang ditanyakan Mama pasti bukan yang seperti itu. Permintaan maaf yang sungguh-sungguh dan tulus. Namun tiba-tiba Vanta bergidik membayangkan dirinya meminta maaf pada seorang Alvin. Cowok tengil yang kadar menyebalkannya selangit.

“Kamu tau nggak,” Mama melanjutkan karena Vanta tidak menjawab. “Orang yang pemarah itu sesungguhnya orang yang butuh perhatian dan kurang kasih sayang di rumahnya. Dia memberontak demi mendapat apa yang dia mau. Menurut kamu, orang yang kesepian itu kasihan nggak?”

Vanta menatap Mama selama sepersekian detik, lalu mengangguk.

“Nggak semua orang hidup penuh cinta meski keluarganya lengkap. Nggak semua orang baik-baik aja meski terlihat punya segalanya.”

“Jadi Ata harus gimana, Ma?” tanyanya sambil menatap Mama memelas dengan sepasang mata bulatnya yang hitam.

“Permusuhan kalian nggak akan selesai kalau salah satu dari kalian nggak mencoba berlapang dada dan mengalah. Mama yakin kamu pasti bisa lebih bijak menyikapinya.”

Vanta menunduk menatap piringnya. Rasa marahnya pada Alvin menguap entah ke mana karena terlalu sibuk mencari jawaban. Lebih bijak ya, batinnya dalam hati. Kalau begitu apa yang dilakukannya guna mengakhiri perang mereka?

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Rewrite
9665      2792     1     
Romance
Siapa yang menduga, Azkadina yang tomboy bisa bertekuk lutut pada pria sederhana macam Shafwan? Berawal dari pertemuan mereka yang penuh drama di rumah Sonya. Shafwan adalah guru dari keponakannya. Cinta yang bersemi, membuat Azkadina mengubah penampilan. Dia rela menutup kepalanya dengan selembar hijab, demi mendapatkan cinta dari Shafwan. Perempuan yang bukan tipe-nya itu membuat hidup Shafwa...
Si 'Pemain' Basket
5160      1373     1     
Romance
Sejak pertama bertemu, Marvin sudah menyukai Dira yang ternyata adalah adik kelasnya. Perempuan mungil itu kemudian terus didekati oleh Marvin yang dia kenal sebagai 'playboy' di sekolahnya. Karena alasan itu, Dira mencoba untuk menjauhi Marvin. Namun sayang, kedua adik kembarnya malah membuat perempuan itu semakin dekat dengan Marvin. Apakah Marvin dapat memiliki Dira walau perempuan itu tau ...
Girl Power
2506      936     0     
Fan Fiction
Han Sunmi, seorang anggota girlgrup ternama, Girls Power, yang berada di bawah naungan KSJ Entertainment. Suatu hari, ia mendapatkan sebuah tawaran sebagai pemeran utama pada sebuah film. Tiba-tiba, muncul sebuah berita tentang dirinya yang bertemu dengan seorang Produser di sebuah hotel dan melakukan 'transaksi'. Akibatnya, Kim Seokjin, sang Direktur Utama mendepaknya. Gadis itu pun memutuskan u...
Dapit Bacem and the Untold Story of MU
8634      2303     0     
Humor
David Bastion remaja blasteran bule Betawi siswa SMK di Jakarta pinggiran David pengin ikut turnamen sepak bola U18 Dia masuk SSB Marunda United MU Pemain MU antara lain ada Christiano Michiels dari Kp Tugu To Ming Se yang berjiwa bisnis Zidan yang anak seorang Habib Strikernya adalah Maryadi alias May pencetak gol terbanyak dalam turnamen sepak bola antar waria Pelatih Tim MU adalah Coach ...
ARMY or ENEMY?
15061      4225     142     
Fan Fiction
Menyukai idol sudah biasa bagi kita sebagai fans. Lantas bagaimana jika idol yang menyukai kita sebagai fansnya? Itulah yang saat ini terjadi di posisi Azel, anak tunggal kaya raya berdarah Melayu dan Aceh, memiliki kecantikan dan keberuntungan yang membawa dunia iri kepadanya. Khususnya para ARMY di seluruh dunia yang merupakan fandom terbesar dari grup boyband Korea yaitu BTS. Azel merupakan s...
Story of April
2610      926     0     
Romance
Aku pernah merasakan rindu pada seseorang hanya dengan mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagi ku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…
Manuskrip Tanda Tanya
5759      1734     1     
Romance
Setelah berhasil menerbitkan karya terbaru dari Bara Adiguna yang melejit di pasaran, Katya merasa dirinya berada di atas angin; kebanggaan tersendiri yang mampu membawa kesuksesan seorang pengarang melalui karya yang diasuh sedemikian rupa agar menjadi sempurna. Sayangnya, rasa gembira itu mendadak berubah menjadi serba salah ketika Bu Maya menugaskan Katya untuk mengurus tulisan pengarang t...
Dream of Being a Villainess
1443      819     2     
Fantasy
Bintang adalah siswa SMA yang tertekan dengan masa depannya. Orang tua Bintang menutut pertanggungjawaban atas cita-citanya semasa kecil, ingin menjadi Dokter. Namun semakin dewasa, Bintang semakin sadar jika minat dan kemampuannya tidak memenuhi syarat untuk kuliah Kedokteran. DI samping itu, Bintang sangat suka menulis dan membaca novel sebagai hobinya. Sampai suatu ketika Bintang mendapatkan ...
Play Me Your Love Song
4814      1663     10     
Romance
Viola Zefanya tidak pernah menyangka dirinya bisa menjadi guru piano pribadi bagi Jason, keponakan kesayangan Joshua Yamaguchi Sanjaya, Owner sekaligus CEO dari Chandelier Hotel and Group yang kaya raya bak sultan itu. Awalnya, Viola melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan tuntutan "profesionalitas" semata. Tapi lambat laun, semakin Viola mengenal Jason dan masalah dalam keluarganya, sesu...
Sweet Equivalent [18+]
4996      1266     0     
Romance
When a 19 years old girl adopts a 10 years old boy Its was hard in beginning but no matter how Veronica insist that boy must be in her side cause she thought he deserve a chance for a better live Time flies and the boy turn into a man Fact about his truly indentitiy bring another confilct New path of their life change before they realize it Reading Guide This novel does not follow the rule o...