Loading...
Logo TinLit
Read Story - Toko Kelontong di Sudut Desa
MENU
About Us  

Bagian Ketiga

"Berhenti!" teriak Afuya sembari mengulangi beberapa kali genggaman kerikit yang ia lempar ke arah Winter. 

Merasa sudah puas telah mengusili gadis itu, Winter memutuskan berhenti mengayuh. Saat itulah Afuya berlarian memperpendek jaraknya dengan pemuda yang membawa sepeda miliknya. Titik pandangan Winter tak bisa lepas dari gadis yang mendekat ke arahnya itu. Ketika berlari, poni dan rambut Afuya tertiup oleh semilir angin sore begitu menyejukkan. 

"Kasar," kesan Winter untuk gadis pemilik sepeda. 

"Turun!" Afuya masih ingin merebut barang miliknya. 

Winter memberikan kode dengan menepuk-tepuk pelan sadel belang agar gadis tersebut kembali duduk, sehingga dia bisa menggoncengnya dengan aman. Namun, Afuya menolak dan tetap ingin duduk di sadel depan. Bukan karena itu sebenarnya, tetapi agar Winter kembali pulang ke rumah Eryn dan ia bisa pulang sendiri dengan tenang. 

"Rumahmu, masih jauh?" tanya Winter basa-basi. 

"Iya." 

"Yaudah, ayo duduk sini. Atau mau jalan kaki aja biar aku yang naik sepeda?" 

Mendengar kalimat Winter yang seakan tidak tahu diri itu, membuat Afuya semakin geram. Ingin rasanya menerkam remaja lelaki tersebut jika saja ia bukan golongan dari manusia. Dengan terpaksa, akhirnya Afuya mulai luluh duduk di sadel belakang. Ia begitu pusing memikirkan alasan serta penjelasan yang tepat pada sang bunda akan Winter ikut pulang. Afuya berharap sangat, semoga kakeknya ada di rumah agar ia bisa meminta penjelasan untuk membantu perlindungan terhadap marahnya Meira. 

Seusai melewati perladangan luas, hijau yang kian menguning melambai senang mengikuti irama angin. Tidak banyak dari obrolan mereka, Afuya lebih memilih berpikir untuk mendapatkan alasan yang tepat. Hingga sampailah mereka berdua di depan rumah Meira. Sepi. Hal pertama yang Winter rasakan, hampir sama dengan suasana di rumah Eryn. Sepi dan sunyi. Begitu menenangkan. Hanya saja, rumah di hadapannya ini lebih kecil dan sederhana dibandingkan rumah Eryn yang tergolong orang berpunya. 

Afuya turun dari sepeda kemudian meminta pemuda yang bersamanya tersebut untuk menyandarkan sepeda di dekat pohon besar depan rumahnya. Gadis itu sejenak menoleh kanan-kiri memastikan keberadaan sang bunda. Namun, tidak kunjung ia temukan. Bahkan di jendela samping rumahnya yang langsung menghubungkan dengan dapur pembuatan roti pun juga tidak terlihat Meira sedang beradu dengan bahan-bahan roti. 

Winter mengikuti setiap langkah Afuya. Mereka berdua seperti anak-anak yang sedang bermain petak umpet. Hingga tiba saja mereka dikagetkan oleh suara yang tidak asing lagi bagi Afuya. 

"Afuya!" Wanita itu berjalan mendekati dua anak SMP tersebut lalu menarik lengan anak gadisnya.

"Bu-bunda...," Afuya bergidik ketakukan. Ekspresinya tak karuan.

Meira terlihat begitu marah. "Sudah berapa kali Bunda bilang! Jangan coba-coba Kamu membohongi Bunda!"

"Tapi, Bun, dia...."

"Dia apa!" Meira beralih meluapkan emosinya itu pada Winter. "Kamu 'kok, mau jauh-jauh ke sini! Afuya nggak boleh kenal lelaki dulu, dia harus fokus sekolah!"

"Saya dari desa sebelah, Tante," jawab Winter diiringi senyumnya yang manis. Namun, hal itu tidak membuat Meira merasa lebih tenang. 

"Oh... silakan pulang. Saya tidak menerima tamu hari ini." Wanita itu langsung menyeret lengan anak gadisnya untuk masuk ke rumah.

"Bun, dengarkan dulu Afuya." Afuya masih berusaha untuk menjelaskan tujuan Winter adalah mengajarinya mata pelajaran matematika, tidak lebih dari itu. Akan tetapi, yang namanya sudah marah, akan sulit untuk mendengarkan siapapun.

"Masuk!" perintah Meira menutup pintu dengan keras hingga menghasilkan bunyi yang cukup fenomenal. 

Brak....

Sedangkan Winter yang masih berdiri di dekat pohon, menjadi bingung harus melakukan apa. Ia mulai merasa bersalah pada Afuya karena dirinya yang memaksa untuk ikut ke rumah gadis tersebut. Setelah melihat betapa keras dan tidak maunya Meira mendengar anaknya, tak membuat mental Winter semakin ciut. Namun, remaja itu malah tambah semangat untuk mengejar Afuya dan meluluhkan hati Meira. 

Karena tidak akan ada kepastian serta tanda-tanda Afuya akan keluar rumah, Winter memutuskan untuk kembali pulang ke rumah Eryn dengan jalan kaki. Meskipun lumayan jauh, sekitar lima belas menit kalau naik sepeda, kemungkinan besar ia akan sampai di rumah bibinya hampir tiga puluh menit kemudian. 

Winter sudah beberapa langkah meninggalkan gapura desa dekat dengan rumah Afuya. Pemuda itu berjalan sembari menendang pelan kerikil di dekat sepatutnya. Seperti menggiring bola sempari jalan. Tiba-tiba saja, ia dihentikan oleh panggilan seseorang. Mendengar hal itu, Winter langsung menepi ke sebuah bangunan gazebo kecil dari bambu di atas selokan yang menghubungkan jalan dan ladang. 

"Temannya Afuya?" tanya pria tua yang sedang duduk sendirian di gazebo sembari menikmati lalapan sayur dengan cocolan sambal.

Winter mendekat, memutuskan untuk ikut duduk. "Iya, Kek. Kakek tahu?" 

"Afuya itu cucu saya. Tadi saya lihat Kamu pakai seragam sama seperti Afuya. Tinggal di mana Kamu, Nak?" Pria tua itu menyodorkan beberapa sayur segar dan sambal lalapannya pada remaja lelaki tersebut. 

Winter menunjuk ke arah desa tempat tinggal Eryn. Kakek langsung tahu, karena mereka masih satu kecamatan yang sama. Pria tua itu memancing Winter agar bercerita tentang kedekatannya dengan Afuya. Sesama lelaki, Winter akhirnya menceritakan semua kejadian dengan Afuya. Bukannya marah atau melarangnya, kakek justru tertawa saat pemuda tersebut bercerita dengan jujur. Kakek menganggap bahwa hal itu wajar di usia remaja seperti mereka. Meira yang salah karena begitu mengekang Afuya untuk tidak bergaul dengan laki-laki. 

"Kalau Kamu mau main ke sini lagi, jangan langsung ke rumah. Pergilah ke toko kelontong, nanti Kalian bisa bertemu di sana." 

Winter berpikir sejenak. Sarang dari kakek Afuya memang bisa menjadi opsi yang tepat. "Di mana toko kelontongnya, Kek?" tanya Winter sembari mencicipi lalapan yang disuguhkan. 

Pria tua itu menunjuk ke arah desanya. Tepat di sudut menghadap jalan membelakangi perladangan yang begitu luas. "Itu... Afuya selalu main ke sana." 

Winter tidak mengambil pusing dan membertimbangkan saran sang kakek. Karena waktu sudah menunjukkan senja akan berakhir sebentar lagi, Winter memutuskan untuk berpamitan dan segera pulang. Mengingat dirinya juga akan pulang ke rumah Eryn dengan jalan kaki. Namun, sebelum beranjak dan berjalan meninggalkan gazebo, winter dihentikan oleh kakek Afuya sejenak. 

Pemuda itu tidak berpikir bahwasannya, pria tua tersebut telah membungkuskan beberapa jenis sayuran yang baru dipetik. Langsung saja, kekek Afuya memberikannya pada Winter sebagai bentuk buah tangan. Winter sempat menolaknya beberapa kali, tetapi pria itu tetap memaksa. Akhirnya, Winter pulang dengan berjalan kaki tidak hanya membawa badan dan ranselnya saja. Sekantong buah tangan dari kekek Afuya ikut serta mendampinginya menghabiskan waktu senja. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The Bet
17544      2749     0     
Romance
Di cerita ini kalian akan bertemu dengan Aldrian Aram Calton, laki-laki yang biasa dipanggil Aram. Seperti cerita klise pada umumnya, Aram adalah laki-laki yang diidamkan satu sekolah. Tampan? Tidak perlu ditanya. Lalu kalau biasanya laki-laki yang tampan tidak pintar, berbeda dengan Aram, dia pintar. Kaya? Klise, Aram terlahir di keluarga yang kaya, bahkan tempatnya bersekolah saat ini adalah mi...
SILENT
5597      1678     3     
Romance
Tidak semua kata di dunia perlu diucapkan. Pun tidak semua makna di dalamnya perlu tersampaikan. Maka, aku memilih diam dalam semua keramaian ini. Bagiku, diamku, menyelamatkan hatiku, menyelamatkan jiwaku, menyelamatkan persahabatanku dan menyelamatkan aku dari semua hal yang tidak mungkin bisa aku hadapi sendirian, tanpa mereka. Namun satu hal, aku tidak bisa menyelamatkan rasa ini... M...
Last October
1914      765     2     
Romance
Kalau ada satu yang bisa mengobati rasa sakit hatiku, aku ingin kamu jadi satu-satunya. Aku akan menunggumu. Meski harus 1000 tahun sekali pun. -Akhira Meisa, 2010. :: Terbit setiap Senin ::
Potongan kertas
948      491     3     
Fan Fiction
"Apa sih perasaan ha?!" "Banyak lah. Perasaan terhadap diri sendiri, terhadap orang tua, terhadap orang, termasuk terhadap lo Nayya." Sejak saat itu, Dhala tidak pernah dan tidak ingin membuka hati untuk siapapun. Katanya sih, susah muve on, hha, memang, gegayaan sekali dia seperti anak muda. Memang anak muda, lebih tepatnya remaja yang terus dikejar untuk dewasa, tanpa adanya perhatian or...
Sebuah Kisah Tentang Dirinya
1104      629     0     
Romance
Setiap orang pernah jatuh cinta dan mempunya ekspetasi tinggi akan kisah percintaannya. Namun, ini adalah kehidupan, tak selalu berjalan terus seperti yang di mau
Segitiga Bermuda
6849      1846     1     
Romance
Orang-orang bilang tahta tertinggi sakit hati dalam sebuah hubungan adalah cinta yang bertepuk sebelah tangan. Jika mengalaminya dengan teman sendiri maka dikenal dengan istilah Friendzone. Namun, Kinan tidak relate dengan hal itu. Karena yang dia alami saat ini adalah hubungan Kakak-Adik Zone. Kinan mencintai Sultan, Kakak angkatnya sendiri. Parah sekali bukan? Awalnya semua berjalan norm...
Alicia
1419      681     1     
Romance
Alicia Fernita, gadis yang memiliki tiga kakak laki-laki yang sangat protektif terhadapnya. Gadis yang selalu menjadi pusat perhatian sekolahnya karena memiliki banyak kelebihan. Tanpa mereka semua ketahui, gadis itu sedang mencoba mengubur luka pada masa lalunya sedalam mungkin. Gadis itu masih hidup terbayang-bayang dengan masa lalunya. Luka yang berhasil dia kubur kini terbuka sempurna beg...
Premium
Beauty Girl VS Smart Girl
11626      2950     30     
Inspirational
Terjadi perdebatan secara terus menerus membuat dua siswi populer di SMA Cakrawala harus bersaing untuk menunjukkan siapa yang paling terbaik di antara mereka berdua Freya yang populer karena kecantikannya dan Aqila yang populer karena prestasinya Gue tantang Lo untuk ngalahin nilai gue Okeh Siapa takut Tapi gue juga harus tantang lo untuk ikut ajang kecantikan seperti gue Okeh No problem F...
Titip Salam
3994      1515     15     
Romance
Apa kamu pernah mendapat ucapan titip salam dari temanmu untuk teman lainnya? Kalau pernah, nasibmu hampir sama seperti Javitri. Mahasiswi Jurusan Teknik Elektro yang merasa salah jurusan karena sebenarnya jurusan itu adalah pilihan sang papa. Javitri yang mudah bergaul dengan orang di sekelilingnya, membuat dia sering kerepotan karena mendapat banyak titipan untuk teman kosnya. Masalahnya, m...
TO DO LIST CALON MANTU
1588      713     2     
Romance
Hubungan Seno dan Diadjeng hampir diujung tanduk. Ketika Seno mengajak Diadjeng memasuki jenjang yang lebih serius, Ibu Diadjeng berusaha meminta Seno menuruti prasyarat sebagai calon mantunya. Dengan segala usaha yang Seno miliki, ia berusaha menenuhi prasyarat dari Ibu Diadjeng. Kecuali satu prasyarat yang tidak ia penuhi, melepaskan Diadjeng bersama pria lain.