Loading...
Logo TinLit
Read Story - Perhaps It Never Will
MENU
About Us  

“Dia sama sekali tak mengenalimu? Bagaimana bisa? Kau ini seorang bintang, Hayley. Rasanya tak percaya jika ada seseorang yang ‘sama sekali’ tidak mengenalimu,” cerocos Jane ketika Hayley tiba di rumah dan menceritakan semua yang terjadi hari ini tanpa terlewat. Bagaimanapun juga Jane adalah sahabatnya, human diary-nya.

Sepulangnya dari toko buku, Jane sudah menunggunya di ruang makan dengan sepiring roti bakar coklat dan teh hangat. Hayley tak henti-hentinya bersyukur dipertemukan dengan orang seperti Jane. Tanpa basa-basi karena perutnya yang sudah keroncongan, ia menghabiskan hidangan itu hanya dalam waktu beberapa menit saja.

“Maksudku aku senang orang-orang di sini tidak benar-benar mengenali siapa aku. Tapi, jika soal Will, aku tidak bisa menerima.” Hayley menyeruput teh hangat di tangannya. Matanya menerawang ke arah luar jendela. “Selama berminggu-minggu aku membayangkan bagaimana pertemuanku dengan Will nanti jika takdir menyatukan kami kembali. Aku berlari ke pelukannya dan dia balas memelukku sambil berbisik, ‘Aku juga mencarimu selama ini’. Lalu kami berciuman dan hidup bahagia selamanya.”

Jane menatap nanar Hayley. “Kedengarannya seperti mimpi.”

“Aku sama sekali tidak mengira bahwa aku akan membenci kalimat ‘Maaf, apakah aku mengenalmu?’ sebesar ini sekarang. Rasanya seperti ditampar, aku seperti orang bodoh yang mengharapkan kebahagiaan semu.” Kepala Hayley kini tenggelam di antara kedua tangannya yang dilipat di atas meja. Jika bisa, ia ingin menenggelamkan seluruh tubuhnya.

“Mungkin dia memiliki penyakit pikun—“                        

“Tidak mungkin. Dia berumur sama sepertiku. Sepertinya,” potong Hayley menghela nafas lelah. “Aku tidak tahu, Jane. Aku tidak tahu. Aku tidak tahu apa-apa tentang William Morrison yang aku temui di toko buku tadi. Aku hanya tahu Will, seseorang yang menyelamatkanku di bandara,” lanjutnya meracau.

Jane bangkit dari kursinya di seberang Hayley. “Ayo, kuantar ke kamar. Waktunya istirahat.”

Hayley menurut. Tubuhnya terlalu lelah untuk membantah. Ia menggandeng lengan Jane selama berjalan menuju kamarnya di lantai atas.

“Selamat malam, Hayley.” Jane mengusap dahi Hayley yang kini sudah merebahkan diri di atas ranjang. Kedua mata Hayley belum tertutup sempurna, tapi gadis itu tak kuat lagi untuk membukanya. Sapuan lembut tangan Jane di dahi membuatnya perlahan melayang ke alam mimpi. Sampai-sampai ia bingung dengan perkataan terakhir Jane yang terdengar samar-samar. “Will butuh waktu, Hay. Terlalu banyak hal yang ditanggungnya sekarang.”

Ah, mungkin itu perkataan Jane versi mimpi.

***

Pagi ini Jane sudah pergi ke kebun. Meninggalkan sarapan dan sepucuk surat yang memberitahu Hayley bahwa Matthew sudah menunggunya di persimpangan. Rupanya Matthew ingin mengantar Hayley bekerja lagi pagi ini. Hal itu membuat mata Hayley tiba-tiba digenangi air. Ia sudah kehilangan figur seorang Ayah sejak usianya 10 tahun—dimana seharusnya anak seumuran dirinya mendapat kasih sayang yang penuh.

Kehadiran Matthew yang tak terduga di hidupnya membuatnya benar-benar bersyukur. Ia mengusap air matanya sembari tersenyum lalu melangkah keluar rumah Jane setelah sebelumnya mengunci pintu. Benar saja, Matthew sudah berdiri di persimpangan dengan mengenakan rompi kulit kesayangannya. Rambut putihnya disisir rapi ke samping kanan kali ini. Ia terlihat sedang menggenggam koran di tangannya.

“Matt! Pagi!” sapa Hayley ceria.

Matt membalas sapaan ceria Hayley dengan anggukan dan senyuman hangat.

“Kau tak perlu mengantarku. Aku sudah cukup merepotkanmu kemarin,” lanjut Hayley merasa bersalah meskipun senang.

Matt mengibaskan tangan dan mulai mengajak Hayley untuk berjalan. “Aku memang biasa jalan pagi. Bukan masalah.”

Jalanan pagi ini banyak digenangi air. Hayley tidak tahu pasti apakah tadi malam turun hujan atau tidak. Ia tertidur sangat lelap. Mungkin karena rasa lelah dan kecewa yang menguasainya kemarin.

“Bagaimana? Ronnie memperlakukanmu dengan baik 'kan?” tanya Matthew ketika Goldie’s Bookshop sudah terlihat dari kejauhan.

“Sangat baik. Aku senang bekerja di sana.” Hayley menggandeng lengan Matt. “Sejak kecil aku memang ingin sekali bekerja di toko buku. Tapi karena jadwal syutingku yang padat, keinginanku yang satu ini lepas dari jangkauan.”

Matthew terkekeh, membuat guratan di wajahnya semakin terlihat. “Kau ini aneh sekali. Orang-orang di luar sana rela membunuh demi menjadi aktor hebat sepertimu, tapi kau malah ingin menjadi pegawai di toko buku.”

Hayley mengendikkan bahu. Andai saja Matthew tahu dunia perfilm-an lebih kejam dibandingkan dengan menata buku di rak best-seller atau sesuai genre. Matthew juga pasti akan lebih memilih menjadi pegawai di toko buku.

Ronnie sudah sibuk membersihkan jendela ketika Hayley dan Matthew masuk ke dalam. Ia tersenyum menyambut kedatangan mereka.

“Tumben sekali kau datang lagi. Biasanya hanya satu minggu sekali,” ucap Ronnie pada Matthew.

“Aku hanya mengantar Hayley. Tidak membeli buku,” balas Matthew tetapi dengan mata yang menelisik ke rak-rak buku. Takut-takut ada buku baru yang menarik.

“Terima kasih banyak, Matt, sudah mau mengantarku. Itu sangat berarti.” Hayley memeluk Matt secara singkat lalu berjalan ke arah belakang meja kasir—tempat ia akan menghabiskan waktu seharian penuh.

Matthew mengangguk kaku lalu berbalik badan ke arah kedatangan mereka tadi. Senyum tipis menghiasi wajahnya selama perjalanan kembali ke peternakan. Ia senang—senang tidak sendirian lagi.

Selepas Matthew pergi, Hayley langsung dibebani oleh banyak tugas; mulai dari membereskan kardus-kardus buku, menyapu lantai, membersihkan rak-rak, dan mengoperasikan meja kasir. Ronnie pun tak kalah sibuk darinya, pria berkacamata tebal itu mondar-mandir mengecek barang dan menerima telepon tanpa henti.

Pelanggan berdatangan silih berganti. Namun, Will tak juga memunculkan diri. Hayley benar-benar mengharapkan kedatangan Will lagi, masih banyak misteri tentang pria itu yang harus dipecahkan olehnya.

“Hayley, bisa tolong ambilkan koran baru di kotak surat? Aku butuh sesuatu untuk menyegarkan otak,” pinta Ronnie sambil memijat dahi. Ia terlihat sangat lelah padahal jam baru menunjukkan pukul sebelas siang.

Hayley berjalan keluar toko. Kotak surat Goldie’s Bookshop sudah benar-benar penuh, ia mengingatkan diri untuk membereskannya nanti. Matanya langsung menangkap koran baru yang dimaksud Ronnie di paling ujung. Dengan hati-hati Hayley mengambilnya.

Ia tidak pernah merasa begitu tertarik untuk membaca koran sebelumnya. Namun entah kenapa, kali ini dorongan untuk membuka gulungan koran baru itu begitu kuat. Hingga pada akhirnya tanpa sadar koran itu sudah terbuka lebar dan hal pertama yang dilihatnya di atas kertas itu adalah foto dirinya sendiri.

Hayley menjatuhkan koran itu ke tanah. Mulutnya menganga bersamaan dengan degup jantungnya yang berdetak tak karuan. Kepalanya serasa berputar dan tubuhnya gemetar. Dengan refleks ia menyandarkan diri ke tembok agar tubuhnya tidak ikut jatuh ke tanah.

Apa yang dilihatnya benar-benar di luar dugaan. Tidak cukupkah bagi Logan untuk membuat hidupnya menderita dan terpaksa harus mengasingkan diri?

Karena kali ini, iblis tak bertanduk itu kembali membuat pernyataan fiktif yang merugikannya.

“Logan Anderson: Jika memang benar Hayley Lexington kabur ke London, aku tidak peduli. Dia sudah cukup memanfaatkanku untuk kemajuan karirnya sendiri. Aku mencintai Jessie sejak lama, tapi demi kemajuan karir Hayley waktu itu, aku rela pura-pura jatuh cinta dengannya. Itu pengalaman buruk.”

Hayley memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa sakit. Rasanya seperti ada yang menahannya untuk tidak bernafas. Susah payah ia menahan tubuh agar tetap berdiri, tapi nyatanya ia tak sekuat yang dikira. Ia merosot ke tanah dengan punggung yang masih menempel pada dinding.

Logan benar-benar keterlaluan—menganggap hubungan mereka yang terjalin selama ini hanya setting-an belaka. Hayley benar-benar mencintai Logan, sampai-sampai ia buta jika selama ini Logan-lah yang memanfaatkan dirinya untuk popularitas lelaki iblis itu sendiri. Hayley buta jika cinta yang selama ini ia bagi pada Logan tak berarti apa-apa bagi lelaki itu.

Hayley menenggelamkan wajah diantara kedua tangannya yang terlipat di atas lutut. Untuk pertama kalinya selama skandal itu berlangsung, ia menangis keras. Ia lelah. Lelah karena terus menerus dijadikan kambing hitam. Lelah karena harus bersembunyi padahal tidak bersalah. Lelah pada dirinya sendiri karena menjadi orang yang bodoh. Lelah karena harus jauh dari tempat dan pekerjaan yang ia cintai. Lelah karena merasa tidak berguna. Lelah karena terus-menerus dihantui oleh kehancuran karirnya setiap hari.

Ia yakin besok atau lusa, Yasmine akan meneleponnya dan berkata bahwa karirnya sudah hancur—tidak ada lagi yang bisa dipertahankan. Ia akan terjebak di sini selamanya, tidak bisa pergi kemana-mana tanpa diikuti tatapan jijik orang-orang terhadap dirinya.

Tangisan Hayley semakin keras ketika tiba-tiba ia merasakan sapuan halus di pucuk kepalanya. Ia tidak mendongak untuk melihat siapa pemilik tangan itu, mungkin Ronnie atau salah satu pelanggannya yang kasihan melihat kasir Goldie’s Bookshop yang menangis di jam kerja. Ia tidak peduli.

Ia terus menangis tanpa henti dan tangan itu pun terus mengusap kepalanya. Pikirannya berkecamuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi. Bagaimana jika media atau paparazzi menemukan keberadaannya di sini? Bagaimana nasib Jane dan Matthew jika ada seorang tetangga mereka yang membocorkan keberadaan Hayley? Mereka pasti akan terseret dan Hayley tidak mau itu semua terjadi.

Mungkin ini semua adalah kesalahan besar. Seharusnya ia tetap berada di New York—menghadapi Logan dengan berani. Bukan malah mengasingkan diri dan bekerja sebagai pegawai toko buku seperti tidak terjadi apa-apa. Ia sudah merugikan banyak orang; Yasmine, Madison, Jane, Matthew, Ronnie, dan bahkan Will.

Ia harus cepat-cepat pergi dari sini sebelum sesuatu buruk menimpa orang-orang yang dicintainya. Mungkin ke Alaska atau Antartika yang tidak banyak memiliki populasi. Ia tidak peduli jika harus mati di sana, asalkan tidak ada lagi orang-orang yang rugi karena skandal sampah ini.

Perlahan, Hayley akhirnya mendongak. “Ronnie, maafkan ak—Will?”

Pandangannya masih buram karena terhalang oleh air mata. Tetapi ia yakin jika laki-laki yang berjongkok di depannya dan mengusap kepalanya sejak tadi itu adalah Will.

Will tersenyum lembut—sangat lembut. Membuat Hayley yakin jika ia bisa tertidur hanya dengan menatap senyum Will lama-lama. “Kakekku pernah berkata, ‘Seberat apapun masalahmu, pelukan selalu menjadi obat sebelum nantinya kau menemukan sebuah solusi.’ Mau membuktikannya?” Will merentangkan kedua tangannya.

Hayley terdiam selama beberapa detik. Dahinya mengerut, semua ini masih terasa seperti mimpi. Namun akhirnya, ia merapatkan tubuhnya pada tubuh hangat Will dan masuk ke dalam pelukan lelaki itu.

Sebagian beban yang menumpuk di jiwa Hayley serasa hilang secara perlahan. Rasanya seperti energi positif dari tubuh Will berpindah ke tubuhnya, menendang semua energi-energi negatif itu untuk pergi. Kedua tangan Will berada di punggung Hayley—membelai bagian tubuh itu dengan perlahan dan penuh kelembutan sedangkan kepala Hayley berada tepat di pundak Will.

Cukup lama mereka dalam posisi seperti itu, berpelukan di depan Goldie’s Bookshop tanpa memedulikan tatapan orang-orang yang melewati mereka. Sampai akhirnya Hayley terpaksa harus melepaskan diri dengan perasaan tak rela. Jika bisa, ia rela menghabiskan sisa hidupnya di dalam dekapan tubuh Will.

“Maaf, aku... aku hanya kau tahu... tidak sedang berada dalam keadaan mental yang baik...” Hayley tidak berani menatap bola mata indah itu. Ia menunduk menatap sepatu boots-nya.

Hayley mengusap pipinya yang basah dengan sedikit kasar, membuat Will secara perlahan menyentuh pergelangan tangan Hayley untuk menjauh dari pipinya dan mengusap pipi Hayley dengan tangannya sendiri.

“Ini sudah jam makan siang. Aku akan ada di Joe & Go Cafe.” Will mengusap pucuk kepala Hayley untuk yang terakhir sebelum akhirnya berdiri dan berjalan menjauh.

Apa itu? Apakah Will Morrison baru saja mengajaknya makan siang bersama?

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sweet Equivalent [18+]
5068      1273     0     
Romance
When a 19 years old girl adopts a 10 years old boy Its was hard in beginning but no matter how Veronica insist that boy must be in her side cause she thought he deserve a chance for a better live Time flies and the boy turn into a man Fact about his truly indentitiy bring another confilct New path of their life change before they realize it Reading Guide This novel does not follow the rule o...
Reminisensi
0      0     0     
Fan Fiction
Tentang berteman dengan rasa kecewa, mengenang kisah-kisah dimasa lampau dan merayakan patah hati bersama. Mereka, dua insan manusia yang dipertemukan semesta, namun bukan untuk bersama melainkan untuk sekedar mengenalkan berbagai rasa dalam hidup.
ARSELA: Perjodohan si Syar'i dan Ketua Geng Motor
195      162     3     
Romance
Memiliki hutang budi dengan keluarga Dharmendra, Eira mau tidak mau menyetujui perjodohan dengan putra sulung keluarga itu, Arsel, seorang ketua geng motor tersohor di kampusnya.
RUMIT
6968      1974     53     
Romance
Sebuah Novel yang menceritakan perjalanan seorang remaja bernama Azfar. Kisahnya dimulai saat bencana gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi yang menimpa kota Palu, Sigi, dan Donggala pada 28 September 2018. Dari bencana itu, Azfar berkenalan dengan seorang relawan berparas cantik bernama Aya Sofia, yang kemudian akan menjadi sahabat baiknya. Namun, persahabatan mereka justru menimbulkan rasa baru d...
Buku Harian Ayyana
27786      5200     6     
Romance
Di hari pertama masuk sekolah, Ayyana udah di buat kesel sama cowok ketus di angkatannya. Bawaannya, suka pengen murang-maring terus sama cowok itu! Tapi untung aja, kehadiran si kakak ketua OSIS bikin Ayyana betah dan adem tiap kali dibuat kesel. Setelah masa orientasi selesai, kekesalan Ayyana bertambah lagi, saat mengetahui satu rahasia perihal cowok nyebelin itu. Apalagi cowok itu ngintilin...
Premium
SHADOW
6470      1910     0     
Fantasy
Setelah ditinggalkan kekasihnya, Rena sempat mencoba bunuh diri, tapi aksinya tersebut langsung digagalkan oleh Stevan. Seorang bayangan yang merupakan makhluk misterius. Ia punya misi penting untuk membahagiakan Rena. Satu-satunya misi supaya ia tidak ikut lenyap menjadi debu.
Take It Or Leave It
6461      2042     2     
Romance
"Saya sadar...." Reyhan menarik napasnya sejenak, sungguh ia tidak menginginkan ini terjadi. "Untuk saat ini, saya memang belum bisa membuktikan keseriusan saya, Sya. Tapi, apa boleh saya meminta satu hal?" Reyhan diam, sengaja menggantungkan ucapannya, ia ingin mendengar suara gadis yang saat ini akhirnya bersedia bicara dengannya. Namun tak ada jawaban dari seberang sana, Aisyah sepertinya masi...
Memento Merapi
21723      2316     1     
Mystery
Siapa bilang kawanan remaja alim itu nggak seru? Jangan salah, Pandu dan gengnya pecinta jejepangan punya agenda asyik buat liburan pasca Ujian Nasional 2013: uji nyali di lereng Merapi, salah satu gunung terangker se-Jawa Tengah! Misteri akan dikuak ala detektif oleh geng remaja alim-rajin-kuper-koplak, AGRIPA: Angga, Gita, Reni, dan Pandu, yang tanpa sadar mengulik sejarah kelam Indonesia denga...
Heliofili
2841      1224     2     
Romance
Hidup yang sedang kami jalani ini hanyalah kumpulan berkas yang pernah kami tandatangani di kehidupan sebelumnya— dari Sastra Purnama
Unexpected You
523      369     0     
Romance
Pindah ke Indonesia dari Korea, Abimanyu hanya bertekad untuk belajar, tanpa memedulikan apapun. tapi kehidupan tidak selalu berjalan seperti yang diinginkannya. kehidupan SMA terlalu membosankan jika hanya dihabiskan untuk belajar saja. sedangkan Renata, belajar rasanya hanya menjadi nomor dua setelah kegemarannya menulis. entah apa yang ia inginkan, menulis adalah pelariannya dari kondisi ke...