Loading...
Logo TinLit
Read Story - Photograph
MENU
About Us  

Dua tahun yang lalu, malam kelam kedua yang selalu membekas dalam ingatan.

Di malam yang gulita, kulangkahkan kaki dengan cepat mengayun ke sebarang arah. Kemana saja yang penting aku bisa lari dari kenyataan pahit ini. Ah, sialnya sudah kucoba beberapa kali untuk lari pun, raga ini tetap terjebak di dunia kelam yang tak pernah ingin aku singgahi.

"kalo Aretha lahir hanya untuk dijadikan bayang-bayang, buat apa sejak awal Mama dan Papa malah mempertahankan?"

"Mama pikir Aretha mau terlahir kayak gini? Papa pikir Aretha mau hidup kalo tau keadaan bakal gini?"

"Terus sekarang, kalo gitu kenyataannya buat apa Aretha bertahan hidup? Buat apa Aretha punya mimpi? Buat jadi bayang-bayang kalian aja padahal sebenernya Mama sama Papa ngga pernah anggap Aretha ada? Gitu, Ma, Pa?

Pukul 10 malam, di saat hanya rembulan yang menyinari dunia, dengan bulir air mata yang tiada henti sejak beberapa menit lalu, kuputuskan untuk duduk sejenak di sebuah ps ronda yang kosong. Lagi-lagi kesal, aku sudah lama dan cukup jauh berlari, namun mengapa belum juga sampai pada tujuan yang kucari? Apa mungkin sebab dari awal, aku tak pernah tahu dimana rumahku berada? Atau memang dari awal aku tidak pernah benar-benar memiliki rumah tempatku untuk pulang?

Lalu di kala kesedihan yang melanda itu, sebuah tangan terjulur di hadapanku dengan permen di telapak tangannya. Aku terkejut, sedikit menjauh karena takut.

Bayangkan saja, siapa pula orang yang sudi menghampiriku malam-malam seperti ini?

Namun dia tersenyum. Anak laki-laki yang kiranya sepantaran denganku itu tersenyum. Bukan senyum mengerikan seperti di film-film horror yang biasa kulihat, tetapi senyum yang menenangkan. Perasaanku seperti menghangat kala menatap lengkungan bulan sabit itu. Sesuatu yang tak pernah lagi kulihat sejak setahun terakhir.

Aku mengambil permem di tangannya, kemudian mengucapkan kata terima kasih. Kukira setelahnya dia akan pergi, tetapi ternyata dia menetap dan duduk di sebelahku.

“Lagi sedih, ya?” katanya. Aku mengernyit heran, paham maksudnya tetapi tetap saja heran.

“Sok tau!” tukasku.

“Justru karena gue tau. Ga mungkin ada orang gabut jam segini nagkring di pos ronda, sendirian lagi,” jawabnya.

Ya, mungkin memang cukup gila kedengarannya tapi itulah yang kulakukan. Kalau rumah di ujung jalan ini berisi kedamaian dan ketenangan, aku tidak mungkin ada di sini sekarang.

“Lo sendiri ngapain di sini?” tanyaku balik.

“Gue cuma mau mastiin aja kalo yang gue liat di sini dari jauh tadi beneran orang apa bukan,” jawabnya. Menyebalkan sekali kupikir. Memangnya aku ini hantu?

“Terus kalo bukan orang gimana?”

“Ya, tinggal lari aja pulang ke rumah.” Dia mengakhiri perkataannya dengan mengangkat kedua bahu acuh.

Sebetulnya jawaban laki-laki itu memang tidak salah, namun tetap saja itu cukup membuatku kesal.

Lalu sejak pertemuan pertama itu, kukira aku tak akan pernah lagi bertemu dengannya. Hingga sebuah memori terlintas lagi saat aku menatap kembali senyum teduhnya itu di salah satu sekolah menengah pertama.

...

Anak laki-laki itu bernama Gio—baru kuketahui namanya setelah bertahun-tahun tidak berjumpa sebab beberapa hari setelah kejadian itu, aku memutuskan untuk pindah ke rumah nenek.

Aku dan Gio akhirnya menjadi teman. Ya, dia yang memintanya. Walau sudah kutebak kalau aku pasti akan kehabisan seluruh energiku jika berteman dengan laki-laki itu, tetapi kupikir tidak ada salahnya mencoba. Dan apa yang kupikirkan kala itu ternyata benar. Ajaibnya, Gio selalu bisa membuatku kesal lalu senang dalam waktu yang sama. Aneh, Gio itu manusia aneh yang tak pernah kehabisan ide untuk membuatku kesal, hanya saja entah mengapa aku justru nyaman berada di dekatnya.

Ajaibnya ternyata aku dan Gio dapat bertemu kembali setelah perpisahan itu, seperti cerita pada novel kebanyakan dimana dua orang teman kecil bertemu kembali pada saat dewasa. Hanya saja, tak ada yang berubah. Gio masih tetap Gio yang selalu peduli sejak pertama kali bertemu, dan aku masih menjadi Aretha yang selalu mengeluh dan terjebak dalam keterpurukan yang tak ada ujungnya sejak pertama kali aku dan dia saling mengenal.

Mungkin kalau saja keadaannya tidak seperti sekarang, cerita ini pasti sudah berubah menjadi cerita yang menyenangkan. Jatuh cinta pada Gio juga sepertinya hal yang harusnya sudah kulakukan sejak lama, sayang sekali hidupku sejak awal seperti film-film sedih kebanyakan hingga untuk mencari dan mendapatkan happy ending pun rasanya susah sekali.

Seperti burung yang selalu terkurung dalam sangkar, aku tak pernah bisa lari. Kehidupan selalu membawaku kembali, sialnya bukan pada kesenangan melainkan kesengsaraan. Ya, sebut saja Aretha si manusia paling sendirian di dunia, tapi itulah kenyataannya.

Bertemu Gio seperti bertemu cahaya kembali, canda tawa tidak akan pernah ada jika laki-laki itu tak nyata raganya. Senyum sekalipun belum tentu dapat hadir jika yang kutemui setiap hari hanyalah sendu.

Hidup ini tentang bersama siapa kita hidup dan tumbuh, maka segala hal di dalamnya akan bersamaan mengikuti. Jadi, bukankah sekarang kalian paham maksud yang kutuliskan ini?

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Monologue
573      385     1     
Romance
Anka dibuat kesal, hingga nyaris menyesal. Editor genre misteri-thriller dengan pengalaman lebih dari tiga tahun itu, tiba-tiba dipaksa menyunting genre yang paling ia hindari: romance remaja. Bukan hanya genre yang menjijikkan baginya, tapi juga kabar hilangnya editor sebelumnya. Tanpa alasan. Tanpa jejak. Lalu datanglah naskah dari genre menjijikkan itu, dengan nama penulis yang bahkan...
Waiting
1727      1279     4     
Short Story
Maukah kamu menungguku? -Tobi
Just For You
6112      1987     1     
Romance
Terima kasih karena kamu sudah membuat hidupku menjadi lebih berarti. (Revaldo) *** Mendapatkan hal yang kita inginkan memang tidak semudah membalik telapak tangan, mungkin itu yang dirasakan Valdo saat ingin mendapatkan hati seorang gadis cantik bernama Vero. Namun karena sesuatu membuatnya harus merelakan apa yang selama ini dia usahakan dan berhasil dia dapatkan dengan tidak mudah. karen...
Cinta (tak) Harus Memiliki
5602      1411     1     
Romance
Dua kepingan hati yang berbeda dalam satu raga yang sama. Sepi. Sedih. Sendiri. Termenung dalam gelapnya malam. Berpangku tangan menatap bintang, berharap pelangi itu kembali. Kembali menghiasi hari yang kelam. Hari yang telah sirna nan hampa dengan bayangan semu. Hari yang mengingatkannya pada pusaran waktu. Kini perlahan kepingan hati yang telah lama hancur, kembali bersatu. Berubah menja...
I am Home
551      385     5     
Short Story
Akankah cinta sejati menemukan jalan pulangnya?
Last Hour of Spring
1526      805     56     
Romance
Kim Hae-Jin, pemuda introvert yang memiliki trauma masa lalu dengan keluarganya tidak sengaja bertemu dengan Song Yoo-Jung, gadis jenius yang berkepribadian sama sepertinya. Tapi ada yang aneh dengan gadis itu. Gadis itu mengidap penyakit yang tak biasa, ALS. Anehnya lagi, ia bertindak seperti orang sehat lainnya. Bahkan gadis itu tidak seperti orang sakit dan memiliki daya juang yang tinggi.
Sarah
495      357     2     
Short Story
Sarah, si gadis paling populer satu sekolahan. Sarah yang dijuluki sebagai Taylor Swift SMU Kusuma Wijaya, yang mantannya ada dimana-mana. Sarah yang tiba-tiba menghilang dan \'mengacaukan\' banyak orang. Sarah juga yang berhasil membuat Galih jatuh cinta sebelum akhirnya memerangkapnya...
NWA
2336      934     1     
Humor
Kisah empat cewek penggemar boybend korea NCT yang menghabiskan tiap harinya untuk menggilai boybend ini
Rain, Coffee, and You
537      378     3     
Short Story
“Kakak sih enak, sudah dewasa, bebas mau melakukan apa saja.” Benarkah? Alih-alih merasa bebas, Karina Juniar justru merasa dikenalkan pada tanggung jawab atas segala tindakannya. Ia juga mulai memikirkan masalah-masalah yang dulunya hanya diketahui para orangtua. Dan ketika semuanya terasa berat ia pikul sendiri, hal terkecil yang ia inginkan hanyalah seseorang yang hadir dan menanyaka...
Coklat untuk Amel
230      193     1     
Short Story
Amel sedang uring-uringan karena sang kekasih tidak ada kabar. HIngga sebuah surat datang dan membuat mereka bertemu