Read More >>"> Lazy Boy (23. Kinan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lazy Boy
MENU
About Us  

“Ray, gue duluan ya. Ibra maksa jemput, dia udah sampe di parkiran. Lo udah paham kan sama yang gue jelasin tadi? Coba lo kerjain di rumah, besok gue periksa semua jawaban lo. Makasih traktiran dan wejangannya ya, Pak Ustaz.” Aku melambaikan tangan.

 

Namun sebelum keluar, aku berhenti untuk memakai jilbab yang kubawa saat kursus tadi. Tadi aku lepas saat di jalan. Aku sedang ingin membuktikan kata-kataku tadi. Ya, aku sedang bereksperimen. Aku tahu kalau Ibra akan membawaku untuk berkumpul bersama teman-temannya di mal.

 

Sebenarnya ada yang kurahasiakan dari Ray. Teman-temannya Ibra kerap kali mengomentari fisik-fisik wanita. Seperti membandingkan Davina dengan Bunga atau Shakira. Anehnya, cewek-cewek itu nggak merasa risi. Malah mereka merasa mendapatkan awards jika di hari itu salah satu dari mereka diunggulkan dari yang lain. Tentu saja aku duduk berjauhan dengan mereka dan hanya duduk di samping Ibra supaya aku merasa lebih aman. Tapi ya itu, beberapa cowok malah sok akrab.

 

Dari kaca depan, aku melihat Ibra yang di belakang kemudi.

 

"Seriously?" Ibra menunjukku saat aku membuka pintu mobil. Ah, pasti ini karena jilbab.

 

“Gue tadi habis kursus ngaji.”

 

“Kenapa nggak dilepas? Kan udahan ngajinya.”

 

Aku nggak menggubrisnya.

 

"Tumben lo dibolehin bawa mobil," kataku ketika mobil sudah melaju.

 

"Mami sama Papi lagi nggak di rumah. Gue minta kunci mobil sama sopir."

 

Ibra membelokkan mobil ke parkiran mal.

 

"Jangan kemaleman ya," ujarku.

 

"Gue udah izin kok ke Tante Esti. Dibolehin." Ibra membuka seatbelt.

 

"Tapi kan besok sekolah, Baim."

 

"Iya, iya, bawel." Ibra tertawa. "Lo beneran mau masuk pake jilbab?"

 

Aku mengernyitkan dahi. "Emangnya ada aturan nggak boleh masuk pake jilbab? Kalau lo nggak nyaman, kita pulang aja."

 

"Oke, oke. Ayo, keluar."

 

Benar saja, semua teman-temannya Ibra menatapku sseperti alien. Bahkan Davina langsung berbisik-bisik layaknya nenek sihir dengan Bunga dan Shakira. Dugaanku benar, nggak ada lagi yang sok akrab. Jangankan dekat-dekat, mereka menjauhiku seolah aku membawa semacam virus. Aku juga mendengar celetukan, “Ibra kenapa ngebawa ibu-ibu majelis taklim?”

 

Lalu aku berpamitan kepada Ibra untuk ke toilet. Sebenarnya aku nggak ke toilet, tapi pulang. Aku memesan ojek online dan mengirim pesan kepada Ibra untuk meminta maaf. Nggak ada balasan dari Ibra. Dia pun nggak berusaha meneleponku. Ada sedikit nyeri di hati, tapi aku bersyukur. Seenggaknya Ibra nggak akan memaksaku lagi untuk bergabung bersama komplotannya. Apalagi aku muak jika harus berdekatan dengan Davina.

 

***

 

Final test semakin dekat. Setiap istirahat, klub makan di gazebo selalu memanfaatkan waktu belajar sambil makan. Tepatnya karena aku yang sering mengajarkan Ray. Lalu berakhir dengan Dayana dan Gamal memintaku untuk mengajari Math. Aku senang, karena dengan begini ada Gamal dan Dayana yang memaksa Ray untuk belajar. Sehingga aku nggak kejar-kejaran lagi kayak waktu itu.

 

Aku pun mengambil buku tulis Ray ketika dia bersandar di sisi kayu gazebo. Dia sama sekali nggak antusias belajar. Aku menulis rumus-rumus dan penjelasan dengan pulpen yang kubedakan warna-warnanya. Supaya Ray bisa lebih mudah untuk memahaminya. Aku juga banyak menggambar panah untuk tahapan rumusnya.

 

"Tuh, belajar!" Aku melempar bukunya tepat Ray ingin memejamkan kedua matanya.

 

Tadinya dia seperti ingin mengomel, tapi setelah membuka buku tulisnya, dia malah mesam-mesem. Dasar, aneh!

 

"Ki, dicariin Ibra tuh," panggil Dayana yang baru saja dari toilet. "Tadi dia nanyain gue."

 

Aku hanya menatap Dayana dan nggak menanggapinya. Malas sekali. Apa aku perlu memakai jilbab di sekolah supaya dia nggak mengajakku bersama teman-temannya? Andai saja Dayana ikut. Aku pasti mau. Ibra pernah mengajak Dayana, tapi Dayana menolaknya. Katanya, "Nanti gue jadi kambing congek di sana."

 

***

 

Aku seperti dihantui oleh Ibra. Nggak di sekolah, di rumah. Sekarang saja saat liburan, pagi-pagi dia sudah datang ke rumah.

 

"Ajarin gue Math dong." Tanpa dosa, Ibra melenggang masuk begitu saja.

 

Ibra datang bersama Tante Astri, tapi ternyata Tante Astri ingin pergi dengan Mama. Papa sendiri sejak jam tujuh tadi sudah melajukan motor menuju sekolah. Ada keperluan katanya. Papa semakin sibuk semenjak diangkat menjadi Kepala Sekolah. Sekolah Papa berjarak sekitar dua puluh menit dari rumah.

 

Day, ke rumah dong. Mau belajar bareng, nggak? Ada Ibra di sini. Gue nggak enak berduaan doang di rumah.

 

Aku mendesah kecewa saat mendapatkan kabar bahwa Dayana pergi bersama keluarga kakaknya hari ini. Akhirnya aku mengajarkan Ibra. Ketika dia sibuk mengerjakan soal-soal yang telah kuajari, aku berkutat dengan materiku.

 

Setelah Ibra dan Tante Astri pulang, ada perdebatan sengit antara Papa dan Mama.

 

"Kok Mama ngebolehin Ibra masuk ke rumah? Berduaan doang sama Adek. Nanti dilihat tetangga nggak enak!" seru Papa.

 

"Ibra kan cuma belajar bareng, Pa. Mereka nggak macem-macem. Biasanya juga Ibra dulu sering ke sini. Mereka udah temenan dari kecil," sahut Mama.

 

"Waktu kecil itu beda, Ma. Dulu Dayana juga ada. Ini cuma berduaan. Adek sudah besar. Nggak bisa dibolehin berduaan tanpa ada orang dewasa."

 

Aku berusaha menengahi Mama dan Papa. Lantas aku berjanji agar selanjutnya nggak terulang kejadian serupa.

 

***

 

Satu masalah belum usai, masalah lain datang. Sebulan sebelum Final Test, Ibra kembali menanyakan pertanyaan yang selama ini sengaja kugantung.

 

"Ki, kapan lo ngasih kepastian? Are we dating or just friends?" Ibra membuntutiku dari semenjak aku keluar kelas.

 

"Not here."

 

"Okay, let's go for coffee." Ibra menarik tanganku. Padahal tadi aku sempat menulis pesan kepada Ray. Aku ingin membicarakan soal gajiku. Terpaksa aku membatalkannya.

 

Setelah aku dan Ibra duduk di cafe dekat lobi sekolah, kami hanya sibuk mengaduk-aduk minuman masing-masing.

 

"Are you seeing someone, Ki?" tanya Ibra tiba-tiba.

 

"Hah? Jangan gila deh, Im. Gue nggak ada waktu buat pacaran. Lo tahu kan Papa strict banget soal lawan jenis. Pas lo ke rumah dan kita cuma berduaan, gue dimarahin sama Papa."

 

"Do you still love me?"

 

Seharusnya aku bisa menjawab, "I do," dengan mudah. Namun entah kenapa lidahku terasa kelu. Apa iya, aku masih menyukainya?

 

Aku mencoba untuk menatap Ibra. Dari ujung poninya yang acak-acakan, kedua matanya yang lebar, hidung bak perosotan, garis pipi yang tegas. Lalu aku merogoh ranselku untuk mengambil ponsel. Buru-buru aku membuka aplikasi kamera. Terlihat semburat merah sekilas di kedua pipiku.

 

Maybe I still love him.

 

Bukan mulutku yang mengeluarkan suara. Hanya sebuah anggukan. Ibra terlihat sangat semringah dan dia mengambil tanganku. Di saat dia ingin mencium punggung tanganku, aku segera menariknya.

 

Ini salah.

 

Sehari setelahnya, gosip bahwa diriku dan Ibra berpacaran tersebar ke seantero kelas XI. Bahkan sampai ke adik kelas dan merebaklah isu barisan patah hati. Siapa yang nggak naksir Ibra? Apalagi dia baru saja menyabet medali emas di Sirkuit Nasional Wushu.

 

Nggak seharusnya begini. Ini salah!

 

Namun aku nggak sempat memikirkan hal itu. Aku sibuk berkutat dengan Final Test yang semakin dekat. Pokoknya kalau sampai Papa tahu gosip ini, aku akan memenggal kepala Ibra.

 

Semenjak gosip bahwa aku berpacaran dengan Ibra, Ray nggak pernah datang makan bersama lagi. Aku mencarinya di lorong Music Room, nggak ada. Di perpustakaan juga nggak ada. Saat nggak sengaja berpapasan, Ray langsung lari terbirit-birit seakan aku ini hantu.

 

Padahal ujian kali ini adalah momen krusial untuk mengajarinya. Makanya aku selalu memberikan ringkasan catatan melalui Gamal untuk Ray. Mudah-mudahan dia bisa membacanya dan belajar dengan ringkasan itu.

 

Aku berharap ujian berjalan lancar. Banyak sekali yang mengganggu soal konsentrasi. Entah soal Ibra atau Ray. Namun dugaanku salah. Saat ujian aku dituduh menyontek! Davina yang meneriakiku kepada pengawas. Lalu ditemukan kertas soal ujian Math beserta kunci jawabannya di kolong mejaku. Kejadian ini telah menyeretku kepada sidang menegangkan di ruangan Pak David bersama Miss. Deli. Kemudian Mrs. Shelly turut dipanggil.

 

Di saat yang bersamaan, aku terngiang-ngiang perkataan Davina beberapa minggu yang lalu. "But, I believe in karma. One day it will get to you, Kinanthi."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sugar On Top
229      170     5     
Romance
Hazel Elodie adalah gadis manis berambut pirang dengan hati yang keras seperti baja. Bertahun-tahun setelah ia dan kakaknya, Sabina, 'dibuang' ke London, Hazel kembali ke kota kelahirannya dengan tekad untuk merebut kembali apa yang menjadi haknya—warisan keluarga yang dirampas secara licik. Namun, kepulangannya tak semudah yang ia bayangkan. Tanpa Sabina, si perisai emosinya, Hazel harus be...
BOOK OF POEM
1969      624     2     
Romance
Puisi- puisi ini dibuat langsung oleh penulis, ada beragam rasa didalamnya. Semoga apa yang tertuliskan nanti bisa tersampaikan. semoga yang membaca nanti bisa merasakan emosinya, semoga kata- kata yang ada berubah menjadi ilustrasi suara. yang berkenan untuk membantu menjadi voice over / dubber bisa DM on instagram @distorsi.kata dilarang untuk melakukan segala jenis plagiarism.
Here We Go Again
616      337     2     
Short Story
Even though it hurt, she would always be my favorite pain.
Gi
943      546     16     
Romance
Namina Hazeera seorang gadis SMA yang harus mengalami peliknya kehidupan setelah ibunya meninggal. Namina harus bekerja paruh waktu di sebuah toko roti milik sahabatnya. Gadis yang duduk di bangku kelas X itu terlibat dalam kisah cinta gila bersama Gi Kilian Hanafi, seorang putra pemilik yayasan tempat sekolah keduanya berada. Ini kisah cinta mereka yang ingin sembuh dari luka dan mereka yang...
Dira dan Aga
505      341     3     
Short Story
cerita ini mengisahkan tentang perjalanan cinta Dira
29.02
394      193     1     
Short Story
Kau menghancurkan penantian kita. Penantian yang akhirnya terasa sia-sia Tak peduli sebesar apa harapan yang aku miliki. Akan selalu kunanti dua puluh sembilan Februari
Story Of Chayra
9764      2734     9     
Romance
Tentang Chayra si cewek cuek dan jutek. Sekaligus si wajah datar tanpa ekspresi. Yang hatinya berubah seperti permen nano-nano. Ketika ia bertemu dengan sosok cowok yang tidak pernah diduga. Tentang Tafila, si manusia hamble yang selalu berharap dipertemukan kembali oleh cinta masa kecilnya. Dan tentang Alditya, yang masih mengharapkan cinta Cerelia. Gadis pengidap Anstraphobia atau phobia...
KEPINGAN KATA
387      254     0     
Inspirational
Ternyata jenjang SMA tuh nggak seseram apa yang dibayangkan Hanum. Dia pasti bisa melalui masa-masa SMA. Apalagi, katanya, masa-masa SMA adalah masa yang indah. Jadi, Hanum pasti bisa melaluinya. Iya, kan? Siapapun, tolong yakinkan Hanum!
Foodietophia
479      359     0     
Short Story
Food and Love
My Andrean
10019      1741     2     
Romance
Andita si perempuan jutek harus berpacaran dengan Andrean, si lelaki dingin yang cuek. Mereka berdua terjebak dalam cinta yang bermula karena persahabatan. Sifat mereka berdua yang unik mengantarkan pada jalan percintaan yang tidak mudah. Banyak sekali rintangan dalam perjalanan cinta keduanya, hingga Andita harus dihadapkan oleh permasalahan antara memilih untuk putus atau tidak. Bagaimana kisah...