Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lazy Boy
MENU
About Us  

Lagi-lagi gue berkelakuan di luar kendali. Saat gue sama Kinan beradu argumen di depan perpustakaan, anaknya Pak David datang. Pasti dia mau berulah. Tepatnya sama Kinan, bukan gue. Mana pernah gue berurusan sama dia?

 

Entah keinginan dari mana, gue langsung maju ke depan Kinan. Jadi Davina berhadapan dengan gue. Soalnya terakhir gue melihat mereka berdua bertemu, Kinan berakhir dengan basah kuyup.

 

"Gara-gara lo, gue jadi nggak lolos olimpiade! Lo emang sengaja kan berdoa biar gue gagal?!" Suara Davina yang memekik bikin kuping gue lumayan budeg.

 

"Ngapain gue buang-buang waktu ngedoain lo? Kalau gue berdoa juga nggak bakal ngaruh kali. Tuhan kita aja beda," sahut Kinan.

 

Spontan gue menyemburkan tawa. Namun terhenti melihat pelototan Nyi Pelet di depan gue.

 

"You!" Davina menunjuk gue. "Her boyfriend? Relax, nggak bakal ada adegan guyur-guyuran. It won't happen again. But, I believe in karma. One day it will get to you, Kinanthi." Davina melenggang pergi dengan rambut cokelatnya yang berkibar-kibar diterpa angin. Halah, sinetron banget sih tuh cewek!

 

"Thank's," ucap Kinan saat gue berbalik ke belakang.

 

"Gue males aja minjemin jaket ke elo kalau disiram lagi," sahut gue.

 

Kinan tertawa. Melihat dia tertawa, gue jadi lega.

 

"Berarti udah nggak marah sama gue, kan?" tanya gue yang membuntuti Kinan berjalan menuju gazebo.

 

"Masih marah-lah." Kinan mencebikkan bibir mungilnya. Ih, kenapa gue fokus ke situ? Dasar biadap! Otak mesum! Sampah masyarakat! Makhluk hina!

 

Gue mengalihkan pandangan ke arah tanaman hidroponik kangkung yang tumbuh dekat gazebo. Ternyata udah ada Cutbray di sana dan dia berteriak sambil melambaikan tangan. Kayaknya mereka berdua sudah berdamai.

 

"Terus lo mau apa imbalannya?" tanya gue.

 

"Traktir gue," sahut Kinan.

 

"Wah, gue juga mau ikut lah kalau denger traktiran!" sambut Cutbray.

 

"Traktir dia juga. Kita satu paket," tunjuk Kinan ke arah Cutbray.

 

"Kalian meras gue ya?" sindir gue.

 

Kinan hanya mengedikkan bahunya. Kemudian Gamal datang sambil membawa sekotak pizza. Dia berjalan melenggang begitu saja dan menaruh pizza di tengah gazebo.

 

"Lo ngapain, man, berdiri aja? Sini, mau pizza, nggak?" panggilnya.

 

"Sejak kapan lo bergabung sama mereka?" Gue akhirnya duduk di samping Gamal.

 

"Bukannya kita udah bikin klub makan siang bareng bertiga? Ada anggota tambahannya juga sekarang," tunjuk Gamal ke arah Dayana.

 

"Kotak makan gue ketinggalan di kelas," timpal gue sambil mengambil satu potong pizza.

 

"Dimakan nanti juga bisa, man. Hari gini masih bawa bekel."

 

Sebenarnya gue senang sih kumpul bareng mereka. Ternyata punya teman itu menyenangkan. Gue pikir bakal ribet. Mungkin karena mereka beda dari yang lain.

 

Di tengah-tengah kita bercengkrama, gue melihat siluet tubuh yang familiar menghampiri. Ah, si cowok Korea.

 

"Ki, can we talk for sec?" panggilnya.

 

Kinan beranjak dari duduknya sambil membersihkan remah-remah pizza pada roknya.

 

"Her boyfriend?" tanya Gamal kepada Cutbray ketika Kinan pergi.

 

"Not yet. Paling bentar lagi," jawab Cutbray.

 

Kenapa hati gue perih gini? Sudah begitu, Gamal menabur garam di atasnya lagi.

 

"Yang sabar, man. Lo kenapa nggak buru-buru nembak Kinan? Sekarang saingan lo berat, man. Apalagi dia atlet. Lo letoy begini." Gamal menepuk punggungku.

 

Cutbray tergelak. "Payah lo, Ray. Kirain gue kalian udah jadian pas jengukin Kinan. Lo ciut ya ketemu bokapnya?"

 

Kampreto! Cutbray ikutan ngasih perasan jeruk!

 

"Siapa yang naksir Kinan? Gue? Ha, ha, ha." Lalu gue melirik sinis.

 

Pembicaraan terhenti ketika Kinan datang.

 

"Oh iya, Day. Ibra ngundang buat nonton dia lomba hari Sabtu nanti. Di Gelora Bung Karno. Kalau mau ikut, nanti dijemput sama dia," kata Kinan.

 

"Boleh, boleh."

 

"Kalian ada yang mau ikut?" tanya Kinan sambil menatap gue dan Gamal. Gue cepat-cepat menggeleng.

 

***

 

Saat istirahat di sekolah, rooftop udah kayak sarang tawon. Ah, pasti gara-gara si cowok Korea yang berhasil mendapatkan medali emas.

 

JAKARTA, berita hari ini - Tim wushu DKI Jakarta tampil sebagai juara umum Sirkuit Nasional Wushu Taolu Seri I. Keberhasilan tim Ibukota ini tak lepas dari sumbangan medali emas Ibra Galang Setiawan dan Michael Wong pada sirkuit yang digelar di Gelora Bung Karno, hari Sabtu.

 

Gue sempat baca berita tentang dia tadi dari link yang disebarkan di grup kelas. Masa bodoh-lah. Tadinya gue kepingin berlalu begitu saja dari kerumunan di tengah dining room. Gue mau ke gazebo dan makan bareng klub yang tercetus minggu kemarin.

 

Eh, gue malah melihat Gamal di antara mereka. Gue mencolek bahunya.

 

"Ngapain?" tanya gue.

 

"Si Ibra katanya mau bagi-bagi makanan. Tasyakuran, man," sahutnya.

 

"Lah, terus makanan katering gimana?"

 

"Kan traktiran dia bisa dibawa pulang, man. Lumayan bisa dimakan pas kecapekan ekskul nanti."

 

Gue malas deh. Kayak nggak bisa beli sendiri. Palingan kayak konsumsi andalan sekolah.

 

Kemudian gue langsung turun ke bawah. Klub makan bubar. Apalagi ketika gue lihat di tengah kerumunan, si cowok Korea merangkul Kinan. Si Cutbray juga ada di sampingnya.

 

***

 

Udah dua hari gue menghindari Kinan. Entah apa alasannya. Tapi yang paling ngeselin, dia selalu bisa menemukan gue. Kayak kali ini. Gue sengaja tiduran di bangku samping kolam renang. Eh, dia muncul kayak penampakan.

 

“Lo nggak kira-kira kalau muncul! Kalau gue jatoh ke kolam renang gimana?!”

 

“Ya, syukurlah. Gue jadi nggak perlu menyembur lo dengan siraman rohani biar lo melek. Ayo, kita belajar.” Kinan menarik tangan gue.

 

Gue menarik kembali tangan gue. Eh, dia menarik tangan gue lagi, tapi kali ini dia memegang tangan gue kencang banget. Gila, tenaganya mengalahkan tukang pijet dekat rumah. Gue nggak menyerah, tangan gue satu lagi memegang bangku dengan kuat.

 

“Ya Allah, Ray! Kok lo jadi nempel sama bangku sih?! Ini mau ngajarin Math apa jadi Physical Education sih?! Gue sampe keringetan nih!”

 

“Makanya lepasin gue. Menyerahlah, wahai wanita iblis.”

 

“Kali ini gue maafin lo ngatain gue iblis, asalkan lo mau ikut gue.”

 

Gue tetap menggeleng dan malah semakin memeluk bangku semen ini. Seakan gue udah cinta mati sama bangku ini.

 

“Ayolah, Ray. Kemaren lo udah nggak belajar, masa hari ini nggak juga? Terus gue dapat laporan dari Mrs. Shelly kalau lo sengaja nggak masuk pas pelajaran Math. Lo pasti dari tadi tiduran di sini ya?”

 

“Lo mending daftar jadi konselor deh. Miss. Deli aja nggak serajin lo ngurusin murid-muridnya.”

 

Akhirnya Kinan menyerah, eh tapi dia malah duduk di bawah dan menyandar ke bangku. Kepalanya menyandar ke tanganku. Terus tangan gue gatal. Bukan panuan ya! Tapi tangan gue kepingin banget mengelus kepala cewek di depan gue. Sial!

 

***

 

Strategi gue berjalan mulus. Kinan menyerah dan pergi. Setelah gue memastikan keadaan sekitar aman, gue memutuskan untuk pergi. Haus banget, gila! Tiduran di samping kolam renang berasa kayak dijemur. Kenapa gue nggak ke musala aja ya? Ah, nggak cerdas nih gue.

 

Gue pergi ke kantin di gedung satu ajalah. Di situ ada kantin buat siswa-siswa Primary, tepatnya di dekat area Green Field. Kalau gue ke lantai lima di gedung dua nanti ada si kutu kupret lagi. Eh, itu kan si cowok Korea sama cecunguk lainnya. Oh, ternyata pada habis main futsal.

 

Tadinya gue kepingin berlalu begitu aja, tapi tiba-tiba gue malah merapat ke salah satu tiang dekat sana saat gue mendengar nama Kinan disebut-sebut sama mereka. Ah, ini pasti pengaruh Emak yang suka nonton acara gosip.

 

“Gue lihat lo deket lagi sama Kinan.”

 

“Jadi lo itu sama Bunga atau Kinan?”

 

“Sama Kinan aja. Bunga mantannya bertebaran di mana-mana. Itu bibir udah bekas banyak orang.”

 

“Bener banget. Kinan itu lebih menantang. Cantik, tapi galak. Agak boring sih pastinya. Pasti tuh cewek belajar mulu. Tapi bisa-lah disambi-sambi dikit.”

 

“Kalau gue cuma lihat luarnya aja, gue sih lebih milih Kinan. Body-nya mantap. Tapi gue tetep mau cewek yang bisa diajakin have fun macam Bunga.”

 

Tangan gue mengepal keras. Apalagi gue melihat si cowok Korea tertawa dengan santai menanggapi ucapan sampah orang-orang bejat itu.

 

 

***

 

Sebenarnya gue kepingin mengganti jadwal kursus supaya nggak sama dengan Kinan, tapi jadwal gue padat. Cailah. Asal kalian tahu, gue sekarang jadi agak rajin masuk ekskul lho. Kayak info gue penting banget. Gue kepingin jadi cowok perkasa biar mengalahkan si cowok Korea dong.

 

Gue sok-sokan menghindari Kinan, tapi sebenarnya gue juga nggak bisa menjauhi dia lama-lama. Sumpah, gue mual. Kenapa gue jadi alay begini?! Terus pakai acara gue menghampiri dia lagi.

 

"Habis ini mau ke mana?" tanya gue.

 

Eh, gue dikacangin. Dia dari tadi memperhatikan Ustazah Nuri terus. Lalu gue melambaikan tangan di depan wajahnya.

 

Bukannya dia menjawab pertanyaan gue, eh dia malah nanya begini, “Ray, menurut lo, gue bisa nggak jadi wanita anggun kayak Ustazah Nuri?”

 

Sontak gue tertawa besar. Sampai-sampai seisi lobi melirik ke arah gue. Juga kedua mata Kinan yang menembus mata gue bak sinar laser. Untung nggak lama, karena gue menawari dia untuk privat di restoran fast food aja sekalian gue melunasi janji untuk menraktirnya.

 

“Lo masih marah sama gue gara-gara tadi gue ngetawain lo?” tanya gue saat melihat Kinan yang merengut.

 

“Sejak kapan lo peduli kalau gue marah?”

 

Gue gelagapan. “Eh, gue manusia penuh perasaan kali! Buktinya ini traktiran sebagai permintaan maaf gue.”

 

Kinan tertawa. Lalu ponselnya bergetar dan terdengar decakan saat dia melihat layar ponsel.

 

“Bapak lo?”

 

“Bukan. Ibra.”

 

“Kenapa nggak diangkat?”

 

“Gue lagi agak males sama dia. Apalagi gue nggak nyaman sama teman-temannya.”

 

Seketika gue membeku. “Nggak nyaman gimana?”

 

“Suka nggak tahu batasan gitu deh. Entah kenapa gue nggak nyaman. Mungkin karena Papa sering ngajarin gue perihal bersosialisasi dengan lawan jenis kali ya. Kayak mereka tuh dengan santai duduk mepet banget.”

 

“Bukannya lo juga? Pura-pura amnesia soal kejadian di angkot?”

 

“Ih, kalau itu nggak sengaja! Sengaja sih sebenarnya. Soalnya lo duduknya kayak raja. Padahal kalau mau geser dan duduk rapi, gue muat di situ. Makanya gue sengaja maksain duduk di situ.”

 

Gue menyengir. Ada unsur kesengajaan juga sih. Gue suka melebarkan duduk supaya bisa tidur dengan lega.

 

“Tapi, Ray, teman-temannya Ibra itu nggak gitu. Sok akrab sampe ngerangkul gitu. Ya, gue tahu kalau itu hal yang lumrah di kalangan teman-teman di sekolah. Tapi selama ini gue cuma punya teman Dayana dan Ibra. Gue dan Ibra sempat berantem lama, jadinya gue nggak paham-paham banget gimana bergaul dengan circle semacam itu. Lo pasti ingat dengan cerita gue yang minder bergaul sama anak-anak Russelia.”

 

Sebenarnya gue kepingin cerita soal kejadian di Green Field, tapi gue ragu.

 

“Makanya sewaktu gue melihat Ustazah Nuri, nggak ada laki-laki yang berani sok dekat kayak gitu.”

 

“Ya, wajarlah, Pret. Ustazah Nuri itu guru di sana. Orang gila macam apa yang seberani itu?”

 

“Kok, Pret?”

 

“Kepanjangan kalau gue panggil kutu kupret.”

 

“Dasar, gila. Oke, gini deh. Kira-kira kalau gue berpenampilan kayak Ustazah Nuri, tapi posisi gue bukan sebagai guru, teman-temannya Ibra bakal berani sok dekat sama gue nggak? Mereka bakal segan ngerangkul gue nggak?”

 

Gue menelan ludah. “Pret, sebenarnya lo pake jilbab atau nggak itu nggak bakal ngaruh kalau lo nggak menjaga pergaulan. Tapi orang yang make jilbab itu alasannya nggak sedangkal itu. Mereka itu ngelaksanain apa yang Allah suruh.”

 

Eh, gue malah disembur sama air soda. Ah, lengket kan. Untung aja sayang.

 

“Nggak usah kaget gitu. Itu kata emak gue.” Gue terdiam. “Kalau lo emang serisi itu, kenapa nggak menjauh aja?”

 

“Nggak bisa. Gue baru aja baikan sama Ibra. Dia itu udah kayak saudara lah. Kita temenan dari kecil sampe mama kita berdua sahabatan juga.”

 

“Kalian pacaran?” Ah, gue menyesal udah menanyakan ini! Tapi gue penasaran juga sih.

 

"Nggak. Kan enggak boleh pacaran, kata Ustazah Nuri. Gue juga bakal diomelin sama Papa kalau ketahuan punya pacar."

 

Namun Kinan menjilat ludahnya sendiri. Sebulan sebelum Final Test, gue mendengar gosip yang berdengung di koridor lantai empat. Si cowok Korea jadian dengan Kinan. Bullshit!

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Wake Me Up With Amnesia
795      498     2     
Short Story
who would have thought that forgetting a past is a very difficult thing
Love Invitation
571      402     4     
Short Story
Santi and Reza met the first time at the course. By the time, Reza fall in love with Santi, but Santi never know it. Suddenly, she was invited by Reza on his birthday party. What will Reza do there? And what will happen to Santi?
HOME
323      240     0     
Romance
Orang bilang Anak Band itu Begajulan Pengangguran? Playboy? Apalagi? Udah khatam gue dengan stereotype "Anak Band" yang timbul di media dan opini orang-orang. Sampai suatu hari.. Gue melamar satu perempuan. Perempuan yang menjadi tempat gue pulang. A story about married couple and homies.
RANIA
2426      875     1     
Romance
"Aku hanya membiarkan hati ini jatuh, tapi kenapa semua terasa salah?" Rania Laila jatuh cinta kepada William Herodes. Sebanarnya hal yang lumrah seorang wanita menjatuhkan hati kepada seorang pria. Namun perihal perasaan itu menjadi rumit karena kenyataan Liam adalah kekasih kakaknya, Kana. Saat Rania mati-matian membunuh perasaan cinta telarangnya, tiba-tiba Liam seakan membukak...
My Noona
6024      1470     2     
Romance
Ini bukan cinta segitiga atau bahkan segi empat. Ini adalah garis linear. Kina memendam perasaan pada Gio, sahabat masa kecilnya. Sayangnya, Gio tergila-gila pada Freya, tetangga apartemennya yang 5 tahun lebih tua. Freya sendiri tak bisa melepaskan dirinya dari Brandon, pengacara mapan yang sudah 7 tahun dia pacariwalaupun Brandon sebenarnya tidak pernah menganggap Freya lebih dari kucing peliha...
Melody of The Dream
601      397     0     
Romance
Mungkin jika aku tidak bertemu denganmu, aku masih tidur nyenyak dan menjalani hidupku dalam mimpi setiap hari. -Rena Aneira Cerita tentang perjuangan mempertahankan sebuah perkumpulan yang tidak mudah. Menghadapi kegelisahan diri sendiri sambil menghadapi banyak kepala. Tentu tidak mudah bagi seorang Rena. Kisah memperjuangkan mimpi yang tidak bisa ia lakukan seorang diri, memperkarakan keper...
Benang Merah, Cangkir Kopi, dan Setangan Leher
268      218     0     
Romance
Pernahkah kamu membaca sebuah kisah di mana seorang dosen merangkap menjadi dokter? Atau kisah dua orang sahabat yang saling cinta namun ternyata mereka berdua ialah adik kakak? Bosankah kalian dengan kisah seperti itu? Mungkin di awal, kalian akan merasa bahwa kisah ini sama seprti yang telah disebutkan di atas. Tapi maaf, banyak perbedaan yang terdapat di dalamnya. Hanin dan Salwa, dua ma...
In Her Place
807      545     21     
Mystery
Rei hanya ingin menyampaikan kebenaran—bahwa Ema, gadis yang wajahnya sangat mirip dengannya, telah dibunuh. Namun, niat baiknya disalahartikan. Keluarga Ema mengira Rei mengalami trauma dan membawanya pulang, yakin bahwa dia adalah Ema yang hilang. Terjebak dalam kesalahpahaman dan godaan kehidupan mewah, Rei memilih untuk tetap diam dan menjalani peran barunya sebagai putri keluarga konglomer...
Warisan Kekasih
1018      679     0     
Romance
Tiga hari sebelum pertunangannya berlangsung, kekasih Aurora memutuskan membatalkan karena tidak bisa mengikuti keyakinan Aurora. Naufal kekasih sahabat Aurora mewariskan kekasihnya kepadanya karena hubungan mereka tidak direstui sebab Naufal bukan seorang Abdinegara atau PNS. Apakah pertunangan Aurora dan Naufal berakhir pada pernikahan atau seperti banyak dicerita fiksi berakhir menjadi pertu...
Moment
318      273     0     
Romance
Rachel Maureen Jovita cewek bar bar nan ramah,cantik dan apa adanya.Bersahabat dengan cowok famous di sekolahnya adalah keberuntungan tersendiri bagi gadis bar bar sepertinya Dean Edward Devine cowok famous dan pintar.Siapa yang tidak mengenal cowok ramah ini,Bersahabat dengan cewek seperti Rachel merupakan ketidak sengajaan yang membuatnya merasa beruntung dan juga menyesal [Maaf jika ...