Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lazy Boy
MENU
About Us  

Aku melambaikan tangan kepada Ray yang baru datang. Kebetulan Dayana sedang sibuk bersama anak-anak choir lainnya. Jadi, aku mengajak Ray sekalian untuk makan bersama. Berhubung dia sudah baik kepadaku. Lagi pula orang itu ternyata lebih parah dariku. Seenggaknya aku masih mempunyai Dayana. Nggak sebatang kara kayak dia.

 

Lalu aku menawarkannya untuk mengambilkan konsumsi dari Assembly. Biasanya saat ada acara seperti ini, nggak ada katering untuk murid-murid. Soalnya ada konsumsi banyak.

 

Meskipun ada juga yang bosan dengan makanan konsumsi. Nggak pas field trip, Assembly, menunya selalu sama, kecuali saat acara End Year. Lebih spesial, karena banyak wali murid yang datang. Walaupun menurutku, konsumsi saat ini pun sudah lumayan.

 

Bertepatan aku sedang mengambil kotak makanan di atas meja prasmanan, di dining room, datang dua nenek lampir. Siapa lagi kalau bukan Davina dan Shakira.

 

"Eh, lo kok ambil lebih dari satu? Bukannya temen lo masih di aula? Wah, korupsi ya lo?" tuduh Davina.

 

"Temen gue kan banyak. Apa urusan lo?" balasku.

 

"Gue takut aja, ini kotak-kotak konsumsi mau lo ambil semua. Terus lo jualin. Gue denger-denger katanya lo mau kuliah di Jerman? Makanya lo butuh duit buat kuliah di sana," ujarnya.

 

"Eh, Beb, masa segitunya sih? You know, from what I hear, kuliah di Jerman katanya gratis," sahut Shakira.

 

"Ya, tapi kan tetep aja butuh biaya pesawat, biaya hidup kayak sewa apartemen, asuransi, banyak deh, Beb," timpal Davina.

 

Aku malas menanggapi mereka, tapi mereka berdua menghalangi jalanku. Sengaja banget sih!

 

"Lagian itu bukan urusan kalian. Urusin aja olimpiade. Well, good luck deh." Aku sengaja menyeruak di antara mereka berdua dan menabrak bahu mereka.

 

"Maksud lo apa? Lo ngeremehin gue? Lo enggak yakin kalau gue bakal lolos tingkat Provinsi?" teriak Davina sambil mencekal lenganku. Semua murid yang berada di dining room menatap kami. Termasuk Ibra. Ya, dia selalu diam saja melihatku dipermalukan oleh dua nenek lampir ini.

 

"Gue enggak per—"

 

Tanpa aba-aba, sebuah bencana datang. Wajahku bagai diterpa selang air. Davina menyiramku dengan air di dalam tumbler miliknya. Kemudian wajah Davina semakin memerah, sepertinya sebentar lagi pipi sebelah kananku akan berdenyut akibat ditamparnya.

 

Well, well, ada yang sok pahlawan. Tiba-tiba Ibra datang dan menahan tangan Davina. Aku sih lebih senang ketika Ray datang dan menarik tanganku pergi menjauh dari mereka. Dia mengambil kotak makan yang kubawa dan kami berjalan menuju tangga.

 

***

 

"Kita mau ke mana? Lo hobi banget megangin tangan gue lama. Kayaknya sengaja ya lo?" tanyaku saat kami menuruni tangga ke lantai tiga.

 

"Ya elah, sori. Gue khilaf. Lo jangan nuduh gue mesum kayak di angkot dong. Udah tahu habis gue tolongin. Nggak tahu terima kasih lo," gerutunya.

 

Sontak aku tertawa ketika mengingat kejadian di angkot.

 

"Sori deh. Oke, thank you udah ngebawa gue pergi. It's mean a lot." Aku tersenyum tulus kepadanya.

 

Namun Ray malah terlihat gelagapan. Dia berjalan mendahuluiku dan hampir masuk ke dalam Physic Lab seperti orang linglung.

 

"Oh iya, lo ada baju olahraga di loker?" tanyanya sambil menengok ke belakang.

 

Aku menggeleng. "Baju olahraga gue masih dijemur. Baru dibawa besok, karena ada pelajaran PE."

 

"Terus baju lo basah gitu gimana?"

 

"Ya, gimana lagi. Nanti juga kering sendiri." Aku mengangkat bahu.

 

Kemudian dia berlari menuju kelasnya di samping tangga. Bukan masuk ke dalam kelas, tapi dia membuka loker miliknya. Lalu dia mengeluarkan jaket miliknya.

 

"Sini! Lelet banget jalannya!" serunya.

 

Setelah aku mendekat, dia melemparkan jaket berwarna biru tua miliknya.

 

"Kalau mau, pake aja jaket punya gue," katanya.

 

Kemudian aku menghirup bau jaketnya. Ada sedikit bau pewangi pakaian yang sudah agak pudar. Syukurlah nggak bau keringat. Aku sih nggak bakal mau kalau bau apek.

 

"Kenapa sih jaket gue diendus-endus gitu? Kayak gue najis aja," sungutnya.

 

Aku tergelak. "Gue takut ada bau iler. Kali aja pas lo tidur di kelas pake jaket."

 

"Yeee ... balikin sini jaketnya!"

 

Namun aku menghindar dan berlari menuju toilet yang enggak jauh dari sana. Saat aku cek, ternyata bukan hanya rompi saja yang basah. Kemeja dan dasi pun ikut basah. Terpaksa aku membuka semuanya, lalu melapisi tubuhku dengan jaket milik Ray.

 

Aku kembali menghirup jaket miliknya. Entah kenapa aku takut bau keringat atau iler semacamnya. Soalnya yang aku tahu, biasanya cowok itu jorok. Untung saja baunya masih normal. Kalau nggak, bisa mabuk darat.

 

Saat aku keluar dan menuju loker di depan kelasku, Ray mengikutiku. Ternyata dia ingin memberikan kotak konsumsi. Namun ketika kami melewati Student Center, kantor Osis yang berdekatan dengan kelasku, ada seorang cowok yang menatapku dengan aneh.

 

"Pacar baru? Gils, gils! Lo keren banget, man!" teriaknya sambil menunjukku.

 

"Heh, bokerman! Dia tadi bajunya basah. Terus gue pinjemin jaket gue. Kasihan nanti masuk angin," sahut Ray.

 

"Sejak kapan lo peduli sama cewek, cuy? Biasanya mau tuh cewek masuk angin sampe mencret pun, lo bodo amat, man!" protesnya.

 

"Serah lo deh!"

 

"Lo temen sekelasnya Ray? Sama Dayana juga?" tanyaku kepada cowok berambut keriting dan berkulit sawo matang.

 

"Yoi, man. Lo Kinan kan temennya Dayana? Gue Gamal, tapi bukan Gamaliel GAC ya," ujarnya sembari menarik kerah kemejanya.

 

"Lo kenal dia?" tanya Ray kepada Gamal.

 

"Kenal lah. Kinan itu pernah dapet medali perak waktu Olimpiade Sains pas SMP. Gue inget banget, Bokap gue nunjuk-nunjuk foto dia pas buka website sekolah. Katanya, 'Foto kamu harus mejeng di sini kayak dia.' Impian Bokap terlalu tinggi." Gamal menggeleng-gelengkan kepala.

 

"Terus lo ngapain di sini? Lo pasti lagi nguntit Carissa? Udah gue bilang, lo bukan seleranya," tukas Ray.

 

"Nggak lah, man. Gue tadi habis dari Miss. Deli. Masa gue dituduh ngerokok? Gara-gara di toilet ada rokok di wastafel. Mentang-mentang gue sering boker. Mana si Carissa ngedukung cowok yang nuduh gue lagi. Patah hati gue," keluh Gamal.

 

"Kan yang buang air banyak. Kenapa lo yang dituduh?" Aku ikut bertanya.

 

"Tahu tuh, anak Osis yang nuduh gue. Makanya Miss. Deli ngumpulin kita di Student Center dan mereka habis minta maaf ke gue. Kata orang yang nuduh gue, kelihatan dari bibir gue yang item. Itu ciri-ciri orang yang ngerokok. Bibir gue item ya karena kulit gue item, man. Ya masa bibir gue putih? Dasar, rasis!"

 

Ray tertawa sambil merangkul Gamal. Aku pun mengajaknya untuk makan bersama. Ternyata aku nggak sengaja mengambil tiga kotak sekaligus. Pantas saja tadi aku dituduh maling oleh Davina.

 

***

 

Sepulang dari sekolah, Ray mengajakku untuk ke rumah Om Brian.

 

"Lo nggak ada ekskul kan hari ini?" tanyanya ketika kami sampai di parkiran.

 

Aku menggelengkan kepala. "Gue kayaknya mau pindah ekskul deh. Gue males bareng Davina."

 

"Oh, lo mau ikut ekskul badminton bareng Gamal? Soalnya tadi lo tanya-tanya ke dia."

 

Aku mengangguk. "Lho, lo bawa motor? Emang lo udah punya SIM?"

 

"Ah, lo kayak polisi aja nanya-nanya. Gue emang suka bawa motor kalau pulangnya mau les di rumah Om Brian. Rumahnya ada di Meruya. Lo mau bareng? Tapi gue bawa helm satu doang."

 

"Mau pulang ke rumah gue dulu? Gue ambil helmnya cepet kok."

 

Ray pun setuju. Kemudian aku naik ke atas motor saat Ray sudah memakai helmnya. Namun belum saja aku dalam keadaan siap, Ray menancap gasnya. Hampir saja aku terjengkang ke belakang. Bisa-bisa aku terjatuh dan kepalaku terbentur aspal. Refleks aku menarik rompi milik Ray.

 

"Woy! Baju gue robek!" teriaknya.

 

"Lo kalau mau ngegas, bilang kek! Kalau gue jatoh gimana?" protesku seraya memukul punggungnya.

 

"Ya, kalau jatoh, tinggal bangun."

 

Dasar cowok gila! Kalau kepalaku sampai bocor, lihat saja nanti. Papa bakal menuntut dia buat ganti rugi!

 

"Makanya pegangan! Gue nggak tanggung jawab kalau lo kejengkang lagi!" seru Ray.

 

Aku pun berpegangan kepada behel motor. Nggak sudi aku memegang pinggang Ray layaknya remaja yang sering berseliweran di sinetron televisi. Hoekk!

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dunia Saga
5706      1493     0     
True Story
There is nothing like the innocence of first love. This work dedicated for people who likes pure, sweet, innocent, true love story.
Acropolis Athens
5297      2012     5     
Romance
Adelar Devano Harchie Kepribadian berubah setelah Ia mengetahui alasan mendiang Ibunya meninggal. Menjadi Prefeksionis untuk mengendalikan traumanya. Disisi lain, Aram Mahasiswi pindahan dari Melbourne yang lamban laun terkoneksi dengan Adelar. Banyak alasan untuk tidak bersama Aram, namun Adelar terus mencoba hingga keduanya dihadapkan dengan kenyataan yang ada.
Peran Pengganti; Lintang Bumi
1691      754     10     
Romance
Sudah banyak cerita perjodohan di dunia ini. Ada sebagian yang akhirnya saling jatuh cinta, sebagian lagi berpisah dengan alasan tidak adanya cinta yang tumbuh di antara mereka. Begitu juga dengan Achala Annandhita, dijodohkan dengan Jibran Lintang Darmawan, seorang pria yang hanya menganggap pernikahannya sebagai peran pengganti. Dikhianati secara terang-terangan, dipaksa menandatangani su...
Puisi, Untuk...
20086      3260     10     
Romance
Ini untuk siapa saja yang merasakan hal serupa. Merasakan hal yang tidak bisa diucapkan hanya bisa ditulis.
Sweetest Thing
2222      1117     0     
Romance
Adinda Anandari Hanindito "Dinda, kamu seperti es krim. Manis tapi dingin" R-
Monologue
475      310     1     
Romance
Anka dibuat kesal, hingga nyaris menyesal. Editor genre misteri-thriller dengan pengalaman lebih dari tiga tahun itu, tiba-tiba dipaksa menyunting genre yang paling ia hindari: romance remaja. Bukan hanya genre yang menjijikkan baginya, tapi juga kabar hilangnya editor sebelumnya. Tanpa alasan. Tanpa jejak. Lalu datanglah naskah dari genre menjijikkan itu, dengan nama penulis yang bahkan...
the Overture Story of Peterpan and Tinkerbell
13928      9101     3     
Romance
Kalian tahu cerita peterpan kan? Kisah tentang seorang anak lelaki tampan yang tidak ingin tumbuh dewasa, lalu seorang peri bernama Tinkerbell membawanya kesebuah pulau,milik para peri, dimana mereka tidak tumbuh dewasa dan hanya hidup dengan kebahagiaan, juga berpetualang melawan seorang bajak laut bernama Hook, seperti yang kalian tahu sang peri Tinkerbell mencintai Peterpan, ia membagi setiap...
Isi Hati
496      351     4     
Short Story
Berawal dari sebuah mimpi, hingga proses berubahnya dua orang yang ingin menjadi lebih baik. Akankah mereka bertemu?
SUN DARK
401      255     1     
Short Story
Baca aja, tarik kesimpulan kalian sendiri, biar lebih asik hehe
Rindu Yang Tak Berujung
563      396     7     
Short Story
Ketika rindu ini tak bisa dibendung lagi, aku hanya mampu memandang wajah teduh milikmu melalui selembar foto yang diabadikan sesaat sebelum engkau pergi. Selamanya, rindu ini hanya untukmu, Suamiku.