Loading...
Logo TinLit
Read Story - LUKA TANPA ASA
MENU
About Us  

Kurasakan tatapan heran dari Reta, Kusniyah dan Zuna. Mereka melihat jaket berjenis duffle coat yang ku kenakan. Entah kenapa hal ini menarik perhatian mereka. Sebenarnya aku hanya mengenakan jaket untuk menutupi luka ku. Aku berharap mereka tidak menemukan goresan luka ku. Aku tidak ingin membuat mereka khawatir.

“Hana, kamu nggak kepanasan?” tanya Reta. Sementara Kusniyah dan Zuna sudah tertawa terbahak-bahak. “Itu kan jaket untuk musim dingin.”

Tubuh Reta bergetar. Ia juga tidak mampu menahan tawanya. Aku hanya tertawa kaku sembari mematut diri. Apa aku terlihat seaneh itu di mata mereka? Sebenarnya aku punya sweater tipis tetapi ternyata masih berada di jemuran baju.

“Sweaterku masih basah. Jadi aku pakai yang ini.”

“Hmm.. pasti mau gaya-gayaan seperti Reta kan?” tebak Zuna. Aku melihat Reta sedang memamerkan blazer rajut berwarna cokelat yang dikenakannya. Memang aku sudah memperhatikannya mengenakan blazer itu dari hari pertama dimana kita bertemu.

“I.. iya! Saya ingin tampil gaya! Ehh.. ano.. keren?!” kilahku sembari ikut mencoba memamerkan jaketku dengan bergaya seperti Reta. Mereka bertiga tertawa semakin keras. Aku pun hanya terkekeh. Giliran aku yang heran. Apa ada yang lucu dariku?

“Kamu itu kok lucu banget sih, Hana! Iih, bikin gemas!” Khusniyah mencubit kedua pipiku. Aku mengaduh kesakitan. “Eh, maaf. Sakit ya , Han?” ku gelengkan kepalaku sembari tertawa kecil. Kami berempat tertawa bersama.

Aku tidak pernah merasa sedekat ini dengan teman-temanku sebelumnya. Namun kedekatanku dengan mereka mengingatkanku dengan seorang teman yang kutinggalkan disana. Mengingatnya membuatku ingin segera menghubunginya. Setelah kaki ku menapak di Indonesia, aku belum sama sekali menghubunginya melalui email. Bagaimana aku bisa melupakannya begitu saja? Hana, kamu tidak boleh seperti ini! Merasakan kebahagiaan dari teman-teman barumu dan melupakan teman lamamu. Aku harus menghubunginya sekarang juga!

Aku segera duduk di bangku dan mengetik kata-kata bertuliskan, ‘Hai, Yumi! Bagaimana kabarmu sekarang? Maaf ya saya baru menghubungimu sekarang. Aku baik-baik saja disini.’ SEND!

“Wah, kamu mengetik apa sih? Aku tidak bisa membaca tulisannya. Hurufnya Jepang banget!” perkataan Zuna membuatku terkekeh. Rasanya aku begitu beruntung bisa mengenal Zuna. Dia lah yang mengenalkanku dengan Reta dan Khusniyah. Berkat Zuna, aku bisa dengan mudah berkenalan dengan teman-teman disini. Karenanya, aku bisa memiliki sahabat. Zuna benar-benar gadis yang baik.

“Aku baru saja mengirim email pada temanku di Jepang.”

“Eh, beneran?! Namanya siapa?”

“Aku biasanya memanggilnya Yumi-chan. Dia..,” belum selesai menjelaskan, aku segera beranjak dan berlari kecil menghampiri kak Haru yang baru saja datang. “Kak Haru! Kak, tahu nggak kalau saya memakai jaket agar terlihat keren seperti kakak!” aku berusaha mengajaknya berbicara lagi. Aku masih belum menyerah. Ini belum batasku. Aku pasti bisa melunakkan hati kak Haru. “Warna jaket kita sama, kak!”

Kak Haru tetap acuh padaku. Dia terus berjalan menuju bangkunya. Aku mencoba terus berbicara padanya sambil mengikutinya dari belakang. Bel masuk pun berbunyi. Aku segera kembali duduk di bangku. Reta dan Khusniyah juga sudah duduk di bangku depan. Tapi mereka membalikkan tubuh mereka dan melihatku dengan wajah cemberut.

“Kalian kenapa?” tanyaku agak bingung. Mereka menatap satu sama lain. lalu melihat ke arahku lagi.

“Hana, aku tahu kalau Haru itu kakakmu. Tapi..,”

“Hiissh, lama amat!” potong Reta. Aku masih bingung dengan apa yang ingin mereka katakan. Reta mengetuk meja ku beberapa kali. “Hana, kami itu kasihan sama kamu yang setiap hari mengekor pada Haru. Apalagi kakakmu itu tidak pernah sekalipun mengobrol secara baik-baik denganmu.”

“Tapi kak Haru itu orang baik,” sanggahku.

“Kalau Haru orang baik, nggak mungkin dia selalu berkata jahat padamu. Kalau Haru itu orang baik, tidak mungkin dia selalu berkumpul dengan anak-anak nakal di sekolah ini. Kalau Haru itu orang yang baik, dia bakal menjagamu dan memperlakukanmu selayaknya kakak-adik.”

Aku masih tidak ingin mempercayai apa yang sudah dikatakan oleh Reta. Mulutku ingin mengatakannya lagi bahwa itu semua tidak benar. Tetapi Kusniyah memegang punggung tanganku erat. Aku kembali melihatnya.

“Hana, dia sudah berubah. Haru hanya membawa pengaruh buruk untukmu. Kami mengatakan semua ini untuk kebaikanmu. Sebaiknya kamu menjauh darinya.”

***

Zuna dipersilakan masuk oleh Nobuko. Zuna mengatakan bahwa ia sudah ada janji dengan Hana di kamarnya. Nobuko langsung menunjukkan arah tempat dimana kamar anaknya berada. “Pintu kamar sebelah kanan ya. Bukan yang sebelah kiri,” ucapnya.

“Aku tahu kok pintu sebelah kiri itu kamarnya Haru. Pintu sebelah kanan itu kamarnya Hana. Makasih, te,” Zuna segera menaiki tangga hingga sampai ke lantai atas. Namun langkahnya terhenti ketika melihat Haru sedang berdiri di depan pintu kamar Hana.

Zuna memundurkan langkahnya satu persatu. Ia berusaha mendongak melihat apa yang tengah dilakukan oleh mantan sahabatnya itu. tampak Haru menggantungkan sesuatu di gagang pintu kamar Hana. Lalu ia bergegas kembali ke kamarnya. Rupanya Haru tidak menyadari kehadiran Zuna. Gadis itu menghembuskan nafas lega. Lantas ia naik ke lantai atas kembali dan melihat sebungkus kresek berwarna hitam menggantung disana. Zuna mengambil bungkusan itu dan mengetuk pintu kamar Hana.

Pintu kamar pun terbuka. Hana menyambutnya dengan senang. Ia mempersilakan sahabatnya untuk duduk di atas kasur bersamanya. Zuna memberikan bungkusan berwarna hitam itu padanya. Hana menerimanya dengan ekspresi wajah penuh tanda tanya.

“Tadi Haru yang meletakkan disa..,”

“Kak Haru? Kak Haru?!! Apa benar kalau kak Haru yang memberikannya padaku?!” seru Hana dengan mata berbinar-binar. Ia tampak senang sekali. Padahal ia belum tahu apa isi dari bungkusan itu. Hana membuka kresek hitam tersebut. Zuna ikut melihatnya saking penasarannya. Hana mengeluarkan benda di dalamnya satu persatu. “Alkohol, Plester dan obat antiseptik?”

“Hah, untuk apa tuh? Aneh-aneh ajah kakakmu itu,” sindir Zuna. Hana tidak mendengarkan perkataan sahabatnya. Ia hanya tersenyum melihat kedua benda di tangannya itu. Ia pun berdiri dan melepaskan jaketnya. “Tuh kan, kamu malah berkeringat. Untuk apa sih kamu pakai jaket itu terus, Han?” dumel Zuna.

Hana menunjukkan goresan lukanya yang memanjang di lengan kanannya. Zuna hampir saja terkejut karena luka itu tampak tidak diobati sama sekali. Darahnya ada yang sudah mengering dan ada juga yang masih terus saja mengalir.

“Ya ampun, Hana! Ini luka besar. Kenapa tidak segera diobati sih?!” walaupun masih terus mengomel, Zuna langsung mengambil tisu dan mengelap tetesan darah dari lengan Hana dengan alkohol. Setelah itu Zuna meneteskan obat antiseptik itu dengan hati-hati. Hana meringis kesakitan. “Nggak ada perban? Ini harus diperban! Dasar Haru bego! Dia nggak tahu apa kalau ini luka besar! Dia malah beli plester!”

Hana malah tersenyum melihat apa yang dilakukan Zuna padanya. Ia merasakan kehangatan dari seorang teman. Setelah Yumi, ia belum pernah menemukan kebaikan lain dari seorang teman. Hana langsung memeluk Zuna tanpa berbicara apapun. Ia menitikkan air mata. Zuna merasa aneh. Tetapi ia membiarkan Hana memeluknya.

“Luka ini tidak seberapa dibanding luka-luka yang pernah diberikan oleh orang-orang itu,” Zuna tidak mengerti perkataan dari Hana. Ia mengerutkan keningnya saja. Hana melepaskan pelukannya dan meminta Zuna untuk menutup lukanya dengan beberapa plester. Kemudian Hana melihat Zuna lagi. Ia merasa siap untuk bercerita tentang masa lalunya dengan Zuna. Seorang gadis yang kini sudah dianggap sebagai sahabat terdekatnya. “Zuna, saya ingin bercerita tentang masa lalu yang selama ini saya tutupi.”

Dengan masih menempel plester di lengan Hana, Zuna berkata, “Hmm.. ceritalah. Aku akan mendengarkannya.”

Kemudian Hana menceritakan awal kebahagiaannya bersama dengan keluarga kecilnya. Kemudian beralih dengan kehidupannya yang mulai suram bersama dengan kebangkrutan dari bisnis game ayahnya. Kehidupannya semakin menderita karena dibuli oleh teman-teman sekelasnya. Hanya karena rambutnya yang berbeda dan seragam yang dikenakannya selalu mengundang aroma minuman keras membuatnya semakin diejek. Kemudian ia mengenal sosok Yumi-chan, salah satu siswi di kelasnya. Walaupun Yumi tidak pernah menolongnya saat Hana dibuli, namun Yumi selalu membantu memapahnya sepulang sekolah. Yumi lah yang selalu ada di sampingnya saat Hana selesai dipukuli oleh teman-temannya. Walaupun harus sembunyi-sembunyi, Yumi lah yang selalu mau mengobrol dengannya. Karena terus-menerus dipukuli oleh ayah dan temannya, ia sudah tidak dapat membedakan mana rasa sakit dan mana yang tidak.

“Saya sudah mati rasa. Luka segini juga tidak terasa sakit sama sekali kok.” Ucap Hana sembari terkekeh. Zuna memperhatikannya dengan seksama. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini.

“Hana, temanmu yang bernama Yumi itu bukan teman. Dia sama sekali tidak membelamu dari teman-teman yang membulimu.”

“Dia juga temanku. Bahkan dia yang menceritakan perbuatan mereka pada mama. Lalu mama melaporkan mereka pada guru. Saya terselamatkan berkat dirinya,” ungkap Hana dengan menggebu-gebu. Ia menarik nafas perlahan. Lantas ia berkata lagi, “Berkat papa kak Haru, saya terselamatkan juga.”

Hening. Keduanya saling terdiam. Namun tidak mampu saling menatap. Mereka terus saja menunduk dengan jalan pikiran masing-masing. Kemudian Hana mengetukkan jarinya beberapa kali di pundak kiri Zuna. Gadis itu mengangkat wajahnya dalam diam.

“Maaf ya kamu harus mendengar cerita ini dariku. Seharusnya saya tidak meredam suasana dengan kisahku yang kelam.”

“Aku sudah tahu dari bundaku kalau rambutmu berwarna abu-abu karena kelainan genetik. Makanya sebelum kamu menjadi siswa baru, aku sudah menceritakan hal itu pada teman-teman sekelas. Maaf juga ya, Han.”

Hana mengusap air matanya sembari menggelengkan kepalanya.

“Seharusnya saya yang berterima kasih. Berkat kamu, teman-teman mau menerima saya sebagai teman mereka.”

“Han, kenapa kamu cerita ini padaku?” tanyanya.

“Karena saya percaya padamu.”

Tiba-tiba saja Zuna merangkul Hana seraya berkata, “Terima kasih kamu sudah menceritakannya padaku. Kamu harus tabah ya, Hana. Harus ikhlas menjalani kehidupan ini. Kelak Tuhan pasti akan memberikanmu kebahagiaan.”

“Tuhan?” ulang Hana. Zuna melepaskan pelukannya dan tersenyum.

“Iya. Kelak Tuhan akan memberimu kebahagiaan,” mendengar apa yang dikatakan oleh sahabatnya membuat Hana tidak mampu membendung tangisnya lagi. Ia menangis keras. Zuna mengelus punggungnya, mencoba menenangkannya. Hari itu Hana begitu bersyukur kepada Tuhan karena telah dipertemukan orang-orang baik dan telah diberikan begitu banyak kebahagiaan di dalam hidupnya.

***

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
How to Love
1369      579     3     
Romance
Namanya Rasya Anggita. Sosok cewek berisik yang selalu penasaran dengan yang namanya jatuh cinta. Suatu hari, dia bertemu cowok aneh yang mengintip pasangan baru di sekolahnya. Tanpa pikir panjang, dia menuduh cowok itu juga sama dengannya. Sama-sama belum pernah jatuh cinta, dan mungkin kalau keduanya bekerja sama. Mereka akan mengalami yang namanya jatuh cinta untuk pertama kalinya. Tapi ter...
Premium
Bertemu Jodoh di Thailand
4958      1695     0     
Romance
Tiba saat nya Handphone Putry berdering alarm adzan dan Putry meminta Phonapong untuk mencari mesjid terdekat karena Putry mau shalat DzuhurMeskipun negara gajah putih ini mayoritas beragama buddha tapi ada sebagian kecil umat muslimnya Sudah yang Sholatnya Sudah selesai yang Sekarang giliran aku yaaku juga mau ibadah ke wiharakamu mau ikut yang Iya yangtapi aku tunggu di luar saja ya Baikl...
Jelita's Brownies
4145      1593     11     
Romance
Dulu, Ayahku bilang brownies ketan hitam adalah resep pertama Almarhum Nenek. Aku sangat hapal resep ini diluar kepala. Tetapi Ibuku sangat tidak suka jika aku membuat brownies. Aku pernah punya daun yang aku keringkan. Daun itu berisi tulisan resep kue-kue Nenek. Aku sadar menulis resep di atas daun kering terlihat aneh, tetapi itu menjadi sebuah pengingat antara Aku dan Nenek. Hanya saja Ib...
Love Al Nerd || hiatus
132      104     0     
Short Story
Yang aku rasakan ke kamu itu sayang + cinta
Tuan Landak dan Nona Kura-Kura
2826      956     1     
Romance
Frans Putra Mandala, terancam menjadi single seumur hidupnya! Menjadi pria tampan dan mapan tidak menjamin kisah percintaan yang sukses! Frans contohnya, pria itu harus rela ditinggal kabur oleh pengantinnya di hari pernikahannya! Lalu, tiba-tiba muncul seorang bocah polos yang mengatakan bahwa Frans terkena kutukan! Bagaimana Frans yang tidak percaya hal mistis akan mematahkan kutukan it...
Rela dan Rindu
8718      2224     3     
Romance
Saat kau berada di persimpangan dan dipaksa memilih antara merelakan atau tetap merindukan.
Heavenly Project
506      350     5     
Inspirational
Sakha dan Reina, dua remaja yang tau seperti apa rasanya kehilangan dan ditinggalkan. Kehilangan orang yang dikasihi membuat Sakha paham bahwa ia harus menjaga setiap puing kenangan indah dengan baik. Sementara Reina, ditinggal setiap orang yang menurutnya berhaga, membuat ia mengerti bahwa tidak seharusnya ia menjaga setiap hal dengan baik. Dua orang yang rumit dan saling menyakiti satu sama...
Mendadak Halal
8041      2198     1     
Romance
Gue sebenarnya tahu. kalau menaruh perasaan pada orang yang bukan makhramnya itu sangat menyakitkan. tapi nasi sudah menjadi bubur. Gue anggap hal ini sebagai pelajaran hidup. agar gue tidak dengan mudahnya menaruh perasaan pada laki-laki kecuali suami gue nanti. --- killa. "Ini salah!,. Kenapa aku selalu memandangi perempuan itu. Yang jelas-jelas bukan makhrom ku. Astagfirullah... A...
Bottle Up
3050      1260     2     
Inspirational
Bottle Up: To hold onto something inside, especially an emotion, and keep it from being or released openly Manusia selalu punya sisi gelap, ada yang menyembunyikannya dan ada yang membagikannya kepada orang-orang Tapi Attaya sadar, bahwa ia hanya bisa ditemukan pada situasi tertentu Cari aku dalam pekatnya malam Dalam pelukan sang rembulan Karena saat itu sakitku terlepaskan, dan senyu...
Pembuktian Cahaya
471      346     0     
Short Story
Aku percaya, aku bisa. Aku akan membuktikan bahwa matematika bukanlah tolak ukur kecerdasan semua orang, atau mendapat peringkat kelas adalah sesuatu yang patut diagung-agung \'kan. Aku percaya, aku bisa. Aku bisa menjadi bermanfaat. Karena namaku Cahaya. Aku akan menjadi penerang keluargaku, dan orang-orang di sekitarku