Mendengar sang papah yang tiba-tiba menghentikan ucapannya, membuat ibu dan anak itu pun hanya bisa Terdiam, seraya memperhatikannya.
Kegelisahan makin menyelimuti gadis itu. 'Duh ... Kenapa nih, kok Papah tiba-tiba diem sih. Bikin gue deg-degan aja. Jangan-jangan gue nggak di ijinin lagi.' batinnya yang sudah berpikiran negatif.
"Freya." Panggil sang papah yang langsung membuat Freya pun melihat ke arah papanya tersebut.
"Iya Pah." Jawabnya.
Sang papah menghelah nafasnya sejenak. "Kamu, Papa izinkan untuk mengikuti kerjasama dengan brand ambassador tersebut."
Deg.
Mendengar apa yang baru saja papanya ucapkan itu membuat freya pun langsung menganga, dia bengong dan syok karena mendengar papanya yang mengatakan bahwa diperbolehkan untuk mengikuti brand ambassador tersebut.
"Papah serius? Papah nggak bohong kan? Papah nggak lagi ngeprank Freya kan." Tanyanya yang masih syok.
Sang Papa pun langsung tersenyum sumringah Seraya memandangi anaknya tersebut.
"Iya Freya. Papah Nggak bohong. Papah Bener. Kamu papah ijinkan untuk tetap mengikuti modeling. Karena setelah Papah pikir-pikir ternyata Papa juga memang harus mendukung apapun yang menjadi hobi kamu untuk menjadi lebih baik."
Mendengar penjelasan dari sang Papa membuat Freya menoleh ke arah mamahnya lalu tersenyum manis.
Dengan cepat gadis dengan rambut panjang bergelombang itu langsung memeluk papanya Seraya mengucapkan. "Makasih banyak ya Pah ... Akhirnya, Papa ngizinin Freya juga untuk mendukung hobi Freya."
Sang papah pun langsung tersenyum manis Seraya membalas pelukan anaknya tersebut.
Tak lama, setelah itu Freya pun melepaskan pelukannya lalu menatap papanya Seraya menggenggam kedua tangan papanya.
"Sekali lagi Freya ngucapin Terima kasih banyak ya Pah. Akhirnya Papa ngertiin juga apa yang Freya inginkan, karena itu salah satu impian Freya untuk mencapai kesuksesan Freya ke depannya."
"Iya ... Tapi Papah minta satu hal permintaan sama kamu."
"Apa Pah? Papa nanti mau minta apa aja bakal Freya turutin. Papa mau minta apa sama Freya?" Tanyanya dengan sangat antusias.
Sang Papa pun terdiam sejenak lalu langsung melihat kembali ke arah anaknya tersebut.
"Em ... papa kan udah ijinin kamu untuk menjadi ikon dari brand ambassador di Mahaputri Skincare. Nah, jadi Papah, mau nilai UTS kamu bagus, kalau perlu kamu juga masuk dalam jajaran kelas unggulan. Gimana?"
Deg.
Seketika papanya mengatakan kalimat itu. Freya langsung terdiam, Ia pun tertegun mendengar permintaan papanya tersebut.
"Apa Pah? Kelas unggulan?"
Sang papah mengangguk. "Iya. SMA Cakrawala itu memang ada bagiannya antara kelas unggulan dan kelas siswa-siswi pada umumnya. Dan Pyaph tahu di SMA itu, terdapat 3 kelas unggulan dan Papa mau kamu harus bisa masuk salah satu dari ketiga kelas unggulan tersebut."
Freya langsung terdiam ketika papanya menjelaskan hal tersebut, mamahnya yang memerhatikan anaknya. Ia pun langsung memegang pundak anaknya dan bertanya kepadanya.
"Kenapa Freya, kamu keberatan? Nggak dong. Anak Mamah kan juga pinter, Pasti Bisa dong masuk ke kelas unggulan." Ucapnya Seraya menyemangati anaknya tersebut.
Freya tak bisa berkata apa-apa lagi. Gadis dengan rambut bergelombang panjang itu dan juga bulu mata yang lentik hanya bisa menghela nafasnya Seraya bersandar di sofa tersebut.
Ia pun hanya bisa memberikan senyuman itu ke arah kedua orang tuanya Seraya membatin dalam hatinya.
'Apa kelas unggulan? Mana mungkin gue bisa masuk ke kelas unggulan, Aqila aja yang nilainya di atas gue, buktinya bisa turun dari kelas unggulan. Apa jadinya kalau gue yang masuk ke sana itu nggak mungkin banget.' batinnya.
"Freya?" Panggil sang mamah lagi.
"Iya Mah."
"Kenapa?"
"Em ... Nggak papa kok Mah. Oiya ini udah jam segini Mah, lebih baik kita berangkat sekarang lagi mah takutnya nanti sampai sana telat." Ujarnya.
Freya dan mamahnya langsung melihat ke arah jam dinding yang berada di ruangan tersebut, Lalu ia pun segera menganggukkan kepalanya ke arah anaknya. "Iya udah iya."
Sang Mama pun segera bangkit bersamaan dengan Freya lalu ia pun meminta izin kepada suaminya Untuk mengantarkan anaknya tersebut ke cafetaria Lexy.
"Pah, kalau gitu, Mamah nemenin Freya dulu ya." Pamitnya
"Iya, mamah san Freya hati-hati ya." Pesan sang Papah.
Setelah berpamitan dengan papanya gadis cantik dengan bulu mata lentik itu bersama dengan wanita cantik dengan kulit putih bersih itu pun segera pergi menuju ke tempat tujuan mereka, yaitu cafetaria Lexy.
*****
Keesokan harinya, tepatnya pukul 06.30. Freya yang baru saja sampai di sekolahnya, ia langsung memarkirkan mobilnya di parkiran sekolah bersamaan dengan Aqila juga yang baru saja sampai di parkiran sekolah dengan motor matic miliknya.
Kedua siswi itu sama-sama turun dari kendaraan masing-masing dan berjalan menuju kearah lapangan sekolah.
Lagi-lagi, tanpa disadari ketika kakinya melangkah menuju ke arah Loby secara tak sengaja pundak mereka pun bersenggolan, hingga membuat keduanya saling melihat satu sama lain.
"Hah ... Lo lagi Lo lagi. Kenapa sih lu selalu nyari gara-gara mulu sama gue, padahal gue nggak pernah loh punya masalah sama lo." Decak Aqila.
Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Aqila membuat freya pun langsung memutar kedua bola matanya dan bersedekap dada tepat di hadapan gadis berkacamata itu.
"Heh! Justru Harusnya gue yang nanya sama lo. Kenapa selalu lo yang nyaru gara-gara sama gue,padahal gue nggak pernah sedikitpun ngusik hidup lo."
"Heh, semenjak kita telat bareng itu. Lo udah ngusik hidup gue dan satu lagi pertama kali gue masuk ke kelas Lo, Lo itu udah natap gue dengan tatapan aneh. Dan dari situ gue mulai nggak suka sama lo." Sahut Aqila dengan nada yang ketus.
Jelas perkataan yang baru saja dilontarkan oleh Aqilah itu membuat Freya pun langsung melangkahkan satu langkah kakinya menuju ke arah gadis berkacamata tersebut, dengan tatapan yang tajam Ia pun ingin mengatakan sesuatu.
"Lo tuh emang bener-bener ya ..."
"Aqila ...."
Belum sempat Freya mengatakan sesuatu maka tiba-tiba saja terdapat seorang yang memanggil Aqila.
Sontak, saja hal itu pun membuat kedua siswi tersebut langsung menoleh ke arah seseorang itu yang berlari menuju ke arah mereka yang tak lain adalah Danesh, sang ketua OSIS.
Danesh pun menghentikan langkahnya tepat di depan Aqila dan sontak saja hal itu membuat freya pun memutar kedua bola matanya.
Dengan cepat, Ia pun langsung pergi dari tempat itu dan sempat bertatapan sekilas dengan Danesh yang juga menatapnya sekilas.
"Kenapa?" Tanya Aqila pada sang ketua OSIS tersebut.
"Lo dipanggil sama Pak Budi, ada sesuatu yang ingin dibicarain tentang penyeleksian itu."
"Ow iya. Okeh. Kalau gitu gue sekarang ke ruangannya Pak Budi ya." Ucapnya yang dianggukan oleh Danesh.
*****
Beberapa menit telah berlalu, kini waktunya masuk untuk seluruh murid di SMA Cakrawala beserta dengan guru yang telah memasuki kelas mereka masing-masing.
Pagi ini kelas Freya mengikuti ulangan harian yang diselenggarakan oleh Bu Tuti yang tak lain adalah guru dari pelajaran matematika, sekaligus guru killer dan yang nilainya paling sulit untuk didapatkan.
Suara langkah kaki dari Sang Guru, membuat semua murid yang berada di kelas itu pun langsung duduk ditempatnya masing-masing Seraya menyiapkan contekan yang telah mereka sembunyikan di tempat persembunyian mereka.
"Eh kalian udah siapin belum contekannya?" Tanya Alin.
"Kalau gue sih udah siap, biasa di tempat persembunyian gue. Tenang aja nanti kalau kalian minta bakal gue kasih. Percaya deh sama gue." Sahut Alya.
"Memangnya di mana Lo nyembunyiin contekan Lo?" Tanya Alin.
"Yaelah. Lu pakai nanya lagi Iya tempat biasalah." Sahut Alya Seraya tersenyum lebar ke arah Freya dan juga Alin.
Mendengar perkataan Aliya. Hal itu membuat mereka pun saling melihat satu sama lain dan bingung sebenarnya mereka lupa Alya ini menyimpan contekan di mana, karena biasanya temannya yang satu ini itu menyimpan contekan itu di segala tempat yang berada di bagian tubuhnya.
"Wait ...wait ... Lu tinggal bilang aja Alya dimana, nggak usah main sembunyi-sembunyi gitu sama gue Dan juga kita Freya. Bikin kita berdua jadi pusing tahu kalau lo ngomongnya muter-muter kayak komedi putar begini." Sahut Alin.
Alya terkekeh kecil mendengar perkataan temannya tersebut Lalu sorot matanya pun langsung tertuju ke arah bajunya yang tepat di bagian dadanya.
Sontak, saja hal itu membuat Freya dan juga Alin pun langsung beranggapan bahwa Alya menaruh contohnya tepat di bagian dalamnya.
Jelas saja hal tersebut langsung membuat Alin pun menyeplos dengan nada yang sedikit agak keras.
"Lo nyimpen di BH?"
Dengan cepat mulutnya langsung ditutup oleh Freya dan berhasil membuat beberapa murid yang mendengarnya pun langsung menoleh ke arah mereka. Namun, langsung ditanggapi senyuman manis oleh Freya.
"Eh, gila. Lo kalau ngomong dikontrol dong kalau keras-keras gini kan anak-anak Yang lain pada tahu." Bisik freya yang langsung dianggukan oleh Alin, setelah itu ia pun melepaskan bekas mulutnya dari Alin.
"Sorry habisnya gue shock dong begitu tahu kalau Alya nunjuknya kebagian dada." Jawab Alin yang ikut mempelankan volume suaranya agar tidak terdengar oleh mereka.
Sedangkan Alya hanya terkekeh kecil melihat ekspresi kedua temannya yang syok itu.
"Eh, Alya. Kok Lo malah ketawa sih bukannya ngasih tau gue sama Alin malah ngakak lo." Kesal Freya pada Alya.
"Ya abisnya. Masa kalian nyangkanya, gue nyimpen contekan disitu sih. Nggak mungkin lah kalau gue nyimpen di bagian situ, gimana caranya gue mau lihat contekannya yang pasti gue nyimpannya di bagian dasi dong." Ucapnya yang menjelaskan kepada dua temannya tersebut.
"Oh ... Gitu ...." Jawab Freya dan juga Alin serentak.
Aqila yang masih fokus belajar, mendengar suara bising dari ketiga siswi tersebut ,jelas saja hal itu benar-benar membuat konsentrasi Aqila terbuyarkan karena mereka bertiga yang berisik.
Apalagi saat ini diiringi dengan canda tawa mereka semua. Hingga hal tersebut sudah tidak bisa di toleransi lagi oleh Aqila.
Ia bangkit dari posisinya dan menghadap ke arah mereka bertiga di pojok belakang kanan.
"Heh! Berisik tau nggak. Bisa diam nggak sih, kalian itu bisanya cuman berisik dan ganggu konsentrasi anak-anak lainnya yang mau belajar."
Jelas perkataan yang di lontarkan Aqilah membuat ketiga siswa itu pun langsung tertuju ke arah gadis berkacamata tersebut. Hingga membuat Alin pun langsung berdiri hingga melangkahkan kakinya menuju ke arah gadis berkacamata tersebut, dan menghentikan langkahnya tepat di bagian hadapannya.
"Ngomong apa lo barusan?" Tanya Alin dengan nada tegas dan juga tatapan tajam Yang Terus terkejut ke arah Aqila.
"Lu tuli ya? barusan kan gue bilang Kalian bertiga itu berisik!" Sahut Aqila yang berbicara kepada mereka semua dengan membentaknya.
"Heh! Berani Lo ngomong nada tinggi gitu di depan gue dan teman-teman gue? Ingat, Lo itu penghuni baru di kelas ini. Sekali lagi lo macam-macam sama kita. Lo bakalan gue gulung di mana pun tempatnya, bahkan sekarang juga di depan kelas ini!" Decak Alin.
"Gue nggak takut." Sahut Aqila yang tertantang dengan perkataan yang baru saja dilontarkan oleh Alin tersebut.
"Wah, songong nih anak. Jadi sekarang lu udah berani sama gue Dan juga yang lainnya?"
"Gue, Diah Aqila. Nggak akan pernah takut sama kalian semua!"
Kemarahan ketiga siswa itu semakin memuncak ketika Aqila memelotot ke dirinya dengan perkataan tersebut tepat di hadapan mereka semua.
Sontak saja freyaa benar-benar sudah kehilangan kesabaran dengan gadis berkacamata itu, hingga akhirnya ia pun mulai menarik lengan Aqila dengan kasar dan ingin sekali ia melayangkan tamparan lurus tepat di pipinya. Namun dengan cepat seseorang memegangi pergelangan tangannya alhasil Mereka pun langsung melihat ke seseorang tersebut.
"Felix" Gumam Aqila.
Dengan cepat, Freya pun langsung melepaskan pegangan tangannya dari lengan Aqila dengan kasar.
Ia pun langsung membenarkan posisinya kembali, hingga membenarkan rambutnya ke belakang dengan tatapan yang masih saja terus terfokus ke arah Aqila.
"Lo mau ngapain Aqila?" Tanya Felix pada Freya.
"Gue mau kasih pelajaran ke mulut sepupu Lo itu. Percuma otak pintar tapi nol attitude. Itu nggak sesuai sama apa prestasi yang telah dia punya." Sahut Freya dengan perkataan yang tegas tertuju ke arah Aqila.
Perkataan tersebut pun membuat Felix melirik sekilas kearah sepupunya lalu melihat kembali ke arah Freya.
"Kalau memang lu ada masalah sama sepupu gue. Please kalian jangan di sekolah selesaiin masalah kalian di luar. Karena sekolah tempatnya bukan buat berantem tapi buat mengejar pendidikan." Ucapnya yang menasehati mereka berdua.
"Heh, Felix! Gue kasih tahu ya sama lo. Sepupu lo itu sama sekali nggak bisa dibicarain dengan mulut, dia itu harusnya dibicarain pakai tangan atau pakai kaki supaya otaknya yang terlalu pintar itu nggak semena-menang sama kita semua." Sahut Alin yang berdiri tak jauh dari Freya.
Mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Alin membuat Aqilah pun langsung menoleh ke arah sepupunya tersebut.
"Felix, lo pasti tahu kan Siapa yang salah di antara kita semua yang pasti bukan gue, tapi mereka bertiga lo liat aja perkataannya kayak anak enggak di sekolahin. Ngelantur." Ucapnya pada Felix.
"Heh! Kutu kupret! Emang bener-bener Lo ya. Kita itu dari Awal nggakp punya masalah sama lo. Tapi Lo yang selalu punya masalah sama kita duluan." Decak Alin.
"Iya bener, dan sekarang Lo pakai ngomongin kita kayak gitu segala. Otak lu ngapain dipakai, percuma punya otak yang pintar tapi perkataan itu nggak pernah dijaga." Decak Alya sekaligus menyindir Aqila.
Felix menghela nafasnya sejenak, Ia pun langsung menoleh ke arah sedikit tersebut yang ingin saja mengatakan sesuatu kepada mereka saat bertiga.
"Heh! Kalian itu yang--"
"Stop!" Tugasnya.
"Felix, lu belain mereka? Lo nggak belain gue? Gue kan sepupu Lo." Celetuknya.
"Gue nggak bilangin siapapun di sini, gue bersikap netral."tegasnya.
"Netral?! Jelas-jelas Lo belain mereka di banding gue." Sahut Aqila.
"Aqila, gue bersikap netral. Nggak membela siapapun disini." Jelas Felix lagi.
Aqila yang sudah terlanjur kesal pada sepupunya itu. Ia malah keluar dari kelas itu.
Setelahlah Aqilah berjalan jauh dengan langkah yang cepat. Felix yang masih berada di sana langsung menuju ke arah Freya.
"Sorry ..."
"Atas nama Aqila?" Sahut freya yang memotong perkataan Felix yang belum selesai.
Lelaki tampan dengan pakaian rapih itu hanya bisa terdiam Seraya terus menatap Freya yang berada tepat di hadapannya.
Dengan cepat, Freya menghelah nafasnya, ia mengatakan sesuatu kepada Felix dengan nada yang sedikit normal.
"Gue udah bilang berkali-kali bilang sama lo, kalau lo nggak berhak untuk minta maaf sama gue. Karena lo nggak salah. Jadi stop, minta maaf Mulu ke gue." Jelasnya.
"Iya gue tau, tapi gue kaya gini karena ... "
Tiba-tiba saja Felix menghentikan ucapannya, hingga membuat Freya dan kedua temannya berkerut alis.
Seru di chapter ini
Comment on chapter Kesombongan Aqila