"Berati orang yang gak punya otak juga bisa ikutan dong kalau bebas kayak gini." Celetuk Aqila dengan santainya.
Perkataan tersebut langsung dilirik oleh Felix yang duduk tak jauh darinya. "Lo ngomong apaan sih. Ini kan berhak siapapun boleh ikut kalau lo bicara kaya gitu, itu menandakan bahwa sebagian murid di SMA Cakrawala ini bodoh."
Aqila langsung menoleh ke arah sepupunya tersebut dengan memutar kedua bola matanya. "Felix gue nggak bilang bodoh tapi gue bilang gak punya otak. Mungkin contohnya sama kayak cewek populer di sekolah ini Yang pastinya bukan gue."
"Freya maksud Lo?" Tanya Danesh yang langsung menyambar perkataan Aqila.
"May be. Gue nggak bilang ya tapi lo sendiri yang bilang." Sahut Aqila dengan santainya.
Danesh sedikit tersulut emosi akan apa yang dikatakan oleh Aqila.
Lelaki tampan itu pun langsung memposisikan dirinya berdiri tepat di hadapan gadis berkacamata itu.
Felix dan anggota OSIS lainnya pun melihat tatapan Danesh Yang sepertinya tidak suka akan perkataan yang dilontarkan oleh Aqila, begitupun juga dengan Felix yang langsung bangkit dari posisinya dan mencoba untuk mencairkan suasana tersebut agar menjadi lebih tenang. Ia berdiri tepat di samping Danesh.
Aqila yang melihat bahwa Danesh telah berdiri di hadapannya. Ia pun segera bangkit dari posisinya Seraya berdekap dada.
"Kenapa lu ngeliatin gue kayak gitu, nggak suka kalau gue ngomongin soal Freya?"
Danesh masih terdiam, Ia hanya menatap tajam gadis berkacamata itu namun sebenarnya di dalam dadanya ia kesal sekali. Sebisa mungkin ia redam emosinya.
Felix pun yang berada di samping Danesh langsung menepuk pundaknya dua kali Seraya berbisik.
"Apa yang dibilang Aqila nggak usah masukin hati, biarin aja."
Danesh mengerjapkan kedua matanya lalu mendengus pelan. Ia tertuju Kembali pada Siska.
"Siska lu lanjutin lagi nulisnya." Titahnya pada sang sekretaris OSIS yang dianggukan oleh Siska.
Danesh pun mencoba untuk mengatur nafasnya dan melihat ke arah anggota OSIS lainnya. Sebisa mungkin ia mencoba untuk memberikan wajah yang normal, tidak marah seperti sebelumnya.
"Sorry sebelumnya, buat suasana jadi sedikit lebih tegang tapi nggak apa-apa. Kita lanjutin lagi ya, ini Siska lagi nulis beberapa daftar namanya yang di jadiin panitia." Ujarnya.
Suasana tegang itu pun kembali mulai meredah dan para anggota OSIS lainnya pun tertuju kembali ke arah papan tulis tersebut.
Aqila pun langsung duduk kembali tepat di posisinya.
Mika yang berada di sampingnya pun langsung bisik pada Aqilah. "Waktu lo ngomongin Freya tiba-tiba aja muka Danesh langsung berubah gitu."
Gadis berkacamata itu pun langsung melirik ke arah temannya. "Kenapa?" Tanyanya yang langsung digelengkan oleh Mika dengan mengangkat kedua bahunya.
Sang sekretaris OSIS telah selesai menuliskan nama-nama panitia yang akan ditunjuk dalam penyeleksian, Siska memberikan selembaran kertas itu kepada Danesh kembali lalu segera duduk tepat di bangkunya kembali.
"Thanks, Sis." Ucap Danesh yang langsung dianggukan oleh Sisca.
Felix masih memikirkan perkataan yang baru saja dilontarkan oleh sepupunya tersebut memang sudah benar-benar kelewatan. Ia pun langsung berdiri tepat di samping Mika lalu berbisik.
"Gue minta atur posisi duduk sama lo, gue mau duduk dekat Aqila."
Mika tidak menjawab, namun langsung menganggukkan kepalanya maka dengan cepat Ia pun bertukar posisi.
Aqila yang masih belum sadar kalau ternyata sepupunya sudah duduk di sampingnya, karena sedari tadi hanya fokus melihat ke arah depan dan juga ponselnya.
"Oke, ini adalah daftar nama yang udah ditunjuk sama Pak Budi dan jika ada yang keberatan atau mungkin kurang setuju bisa langsung protes ke gue, nanti gue akan langsung usulan ke Pak Budi." Ujar Danesh.
Pandangan seluruh anggota OSIS itu pun langsung tertuju ke arah papan tulis tersebut termasuk juga dengan Aqila yang melihat bahwa namanya terpampang jelas di daftar panitia tersebut.
"Mika, Lo jadi humas untuk pendaftaran. Kok kita beda ya, gue di bagian daftarnya." Ucap Aqila dan langsung menoleh ke arah sebelahnya.
Gadis berkacamata itu pun langsung terkejut ketika ia melihat bahwa yang berada di sebelahnya itu sepupunya dan bukan Mika.
"Kok elo sih. Kan tadi Mika yang di samping gue. Kenapa jadi berubah." Ucap Aqila.
Felix mendengus pelan. "Ada hal yang mau gue omongin ke Lo atas perkataan gue tadi yang udah kelewatan."
"Perkataan gue yang mana sih? Menurut gue dari tadi gue ngomongnya biasa-biasa aja tuh." Sahutnya.
"Perkataan Lo yang bilang kalau ada yang nggak punya otak." Ucap Felix yang memperlancarkan volume suaranya.
Gadis berkacamata itu pun langsung membenarkan posisi kacamatanya, ia memutar bola matanya lalu memposisikan duduknya ke arah satupun tersebut.
"Felix, jelas-jelas tagi gue nggak ngomong sama sekali soal itu, gue cuma bilang Kalau mungkin murid yang gak punya otak itu menjurus ke Freya, ya itu kan Danesh yang ngomong. Bukan gue."
Felix menggelengkan kepalanya, ia tak habis pikir dengan perkataan tangdi lontarkan oleh sepupunya itu.
"Den, sorry gue keluar duluan ya gue tadi udah lihat kok daftar namanya." Ucap lelaki dengan pakaian rapih dan rambut berwarna hitam itu.
Ia melirik ke arah sepupunya sekilas lalu keluar dari ruangan tersebut.
Aqila yang melihat sepupunya pergi pun ia merasa sedikit aneh pada tingkahnya. 'Kenapa sih Felix, dia kayak singut gitu gue ngomongin Freya, sama aja kayak Danesh.' batinnya.
Lelaki tampan dengan berpakaian Rapih itu pun berjalan keluar dari ruang OSIS tersebut dengan tas yang selalu ia pakai di sebelah bahunya. Ia berjalan menuju ke arah toilet yang berada di lantai bawah tersebut Lalu dirinya melanjutkan langkahnya tepat berada di toilet wanita.
Ia melihat dengan jelas bahwa terdapat suara bising wanita yang tengah mengobrol dari dalam toilet wanita tersebut.
"Ya ampun Freya, kalau lu ngepelnya kayak gitu Itu sama aja yang udah di pel tadi lu injak lagi itu sama aja salah." Ujar Alya.
"Iya, gue juga jadi kesiram-siram nih sepatunya gara-gara lo ngepelnya nggak bener." Sahut Alin.
"Ya Terus gue harus gimana? Gue kan nggak bisa ngepel. Jangankan ngepel, nyapu aja gue nggak bisa, di rumah itu tugas gue cuman bersihin kamar gue sendiri aja. Kalian kalau mau protes Jangan sama gue, sama bu Salma yang selalu menghukum gue dengan cara kayak gini." Sela Freya.
Felix yang berdiri tepat di dekat pintu toilet wanita tersebut hanya sedikit menahan tawanya, karena melihat Freya yang memang salah cara mengepelnya hingga dirinya pun dimarahi oleh kedua temannya.
"Ya kan memang salah Lo. Lo sih, telat Mulu." Sahut Alin.
"Ya Itu juga salah kalian kenapa kalian nggak jemput gue." Sahut Freya yang tidak mau disalahkan oleh teman-temannya.
"Kok Lo malah nyalahin kita berdua sih." Seru Alya.
"Argh ... Pokoknya gue kayak gini itu gara-gara Aqila!" Bentak Freya Seraya menjatuhkan pel yang ada di tangannya langsung ke lantai dengan kasarnya.
"Iya sih benar, kalau bukan gara-gara tuh anak, kita nggak bakal ditambah kayak gini hukumannya. Apalagi dia enak banget masa telatnya bareng sama elu dia hukumnya cuma tadi pagi doang." Sambung Alin yang menyetujui perkataan Freya.
"Iya. Dasar Aqila itu sementang-mentang dia anak OSIS terus ada rapat jadi dialihin deh hukumannya." Tambah Alya.
"Memang nggak bener tuh Bu salma jadi pilih kasih dia. Ah, udahlah gue juga males ngelanjutin hukumannya." Tegas Alin yang juga ikut melemparkan lapel yang ia pegang ke lantai dengan kasarnya.
Ketiga siswi itu pun segera mennyuci tangan di wastafel tersebut dan sontak saja Felix, yang memperhatikan mereka sedari Tadi ia pun memundurkan langkahnya ke belakang, dengan tangan yang masih sama yaitu bersedekap dada.
Mereka keluar dari ruangan toilet tersebut sambil mengoceh panjang lebar tentang Aqila dan juga Bu Salma.
"Pokoknya kita harus protes sama Bu Salma, masa kita hukumannya kayak gini tapi Aqila cuman pagi doang kan nggak adil." Ujar Alin.
"Iya. Jangan sementang-mentang Dia itu salah satu siswi berprestasi di sekolah ini sekaligus anggota OSIS, dia bisa seenaknya aja kalau nggak aku kesalahan tapi hukumannya ringan." Tambah Alya.
"Dan lagi, yang paling buat gue kesel dia tuh selalu sibuk sama gue dia tuh seolah-olah kayak ngerasainnya gitu. Padahal kan gue selama ini biasa-biasa aja sama dia, gue nggak pernah cari masalah sedikit pun." Ujar Freya.
"Gue rasa nih ya, dia tuh ga pinter-pinter amat, soalnya dia kan nilainya pernah turun sehingga dia dikeluarin dari kelas unggulan terus malah ke kelas kita." Sahut Alya.
"Iya. Belum juga ada satu semester di kelas kita, dia malah udah buat kita emosi berat. Kalau kayak gini terus lama-lama gue gulung juga dia di depan guru." ucap Alin yang benar-benar emosi akan tingkah Aqila.
"Emang bener-bener tuh anak." Ujar Freya.
Ketiga siswi itu yang mengucapkan panjang lebar, dan sama sekali tidak memperhatikan di sekitar tempatnya bahwa ternyata sedari tadi mereka bertiga itu diperhatikan oleh Felix yang masih berdiri dengan posisi yang sama dan juga tangan yang bersedekap dada.
Ketika mereka bertiga membalikkan tubuhnya dan langsung menghadap ke arah Felix secara langsung.
Sontak saja, gadis cantik dengan rambut panjang bergelombang itu pun langsung menghentikan langkahnya dan mendongakan kepalanya sedikit ke atas lalu melihat bahwa Felix sudah ada di depan matanya.
"Ngapain lu tiba-tiba ada di hadapan gue?" Tanyanya dengan ada yang ketus.
Felix tersenyum tipis lalu ia melepaskan bersedikap dada dan memasukkan kedua tangannya di kantong saku celananya.
"Gue minta maaf atas nama Aqila."
"Heh. Lo itu cuma sepupunya Aqila kan lagian ngapain sih minta maaf, yang salah itu sepupu lo bukan lo. Harusnya yang minta maaf di depan gue langsung itu dia, kenapad malah elo terus. Lo kan nggak salah apa-apa sama gue." Seru Freya.
Felix masih dengan wajah yang datar dia hanya memperhatikan ketiga siswi itu yang benar-benar sudah emosi akan tingkah sepupunya Tersebut.
"Okeh. Nanti gue akan coba bilang sama Aqila untuk dia langsung minta maaf. Tapi sekarang gue minta maaf atas kejadian tadi pagi yang kalian telat bareng dan juga minta maaf atas kejadian tadi yang waktu dia lupain minuman ke baju lo."
Freya menghela nafas sejenak, sungguh sebenarnya ia sama sekalit tidak menerima Maaf Dari Felix, karena yang dia inginkan Aqila langsung yang meminta maaf kepadanya.
"Gue Nggak terima Maaf dari lo. Ayo guys cabut." sahut Freya yang langsung melangkahkan kakinya pergi dari tempat tersebut diikuti oleh kedua temannya.
Alin menghentikan langkahnya sejenak tepat dihadapkan Felix dan jelas saja lelaki dengan berpakaian rapi itu pun langsung mengerutkan dahinya ketika Alin berhenti tepat dihadapannya.
"Sekali lagi gue tegasin sama lo ya, kalau sepupu Lo nggak minta maaf langsung sama Freya. Gue yang akan berhadapan langsung sama dia. Sekaligus bilangin sama dia, mau gue gulung di mana." Ucap gadis dengan rambut sebahu itu dengan tatapan mengancam.
Setelah mengatakan kalimat itu, ia pun langsung pergi mengikuti Freya dan juga Alya yang berjalan lebih dulu di hadapannya dan kata-kata yang baru saja di lontarkan oleh Alin malah membuat Felix menggelengkan kepalanya Seraya tersenyum tipis.
Ia menghela nafasnya sejenak lalu berjalan seperti biasa menuju ke arah koridor sekolah.
"Enak banget dia ngomong minta maaf, dia pikir baju gue ini baju biasa dan dia pikir nggak bau minumannya. Waktu dia tumpahin minuman itu memang dia minta maaf tapi nggak tulus, jelas nggak terima lah gue." Ucapnya terus mendumel seraya terus melanjutkan langkahnya menuju ke arah lobi sekolah.
"Udah tenang aja. Alin pasti bakalan gulung dia kalau itu cewek berani macam-macam lagi sama lo." Tegas Alya.
"Sip bener banget sama apa yang dibilang Alya, udah tenang aja semuanya pasti beres gue yang ngatur." tambah Alin yang langsung merangkul Freya dari belakang.
"Okeh. gue nggak salah pilih temen kayak kalian karena kalian yang selalu menjaga gue apapun keadaannya baik dalam suka maupun duka." Ujar Freya.
Setelah mengatakan kalimat tersebut ketiga siswa itu pun langsung melanjutkan langkahnya Kembali keluar dari daerah tersebut Namun, secara tak sengaja Freya dan juga Aqila bersenggolan yang mengakibatkan kedua siswi itu pun langsung menghentikan langkahnya dan saling melihat satu sama lain dengan tatapan yang sinis.
"Lo lagi." Ucap Aqila dengan ketus.
"Heh! Kenapa lo. Singut sama gue, hah?!" Sahut Freya yang langsung memposisikan dirinya tepat di hadapan gadis berkacamata tersebut.
"Gue biasa aja tapi elu selalu nyari gara-gara sama gue, makanya gue jadi tinggi cara bicaranya." Ucap Aqila dengan nada yang datar namun sedikit merasa tertusuk.
"Wah ... nyolot banget nada bicara Lo. Gimana kalau gue gulung Sekarang aja Frey ini anak di sini." sahut Alin Seraya menggulung kedua lengan baju seragamnya dan sedikit memajukan langkahnya menuju ke arah gadis berkacama tersebut, namun dengan cepat langsung dicegah oleh Alya.
"Jangan ini masih di sekolah. Nanti lo malah kena kasus." Bisiknya yang berdiri tepat di sampingnya.
Sontak saja gadis dengan rambut sebahu itupun langsung menyugarkan rambutnya, ia Mencoba untuk meredam amarahnya namun masih dengan tatapan sinis ke arah gadis berkacamata tersebut dan hanya mendapatkan lirikan tajam dari Aqila.
"Heh. lu bilang apa. Gue selalu nyari gara-gara sama Lo? Jelas-jelas yang selalu nyari gara-gara duluan itu Lo. Sejak awal lu pindah ke kelas gue karena nilai unggulan lo itu turun, Lo selalu bersikap singut sama gue."
"Singut? Bukannya yang selalu singut sama gue itu Lo. Karena nilai gue selalu tertinggi di kelas lo dan nggak ada yang bisa nyaingin nilai tertinggi gue."
"Wah, sombong banget nada bicara lo. Lihat aja nanti bakalan ada murid yang nilainya lebih tinggi di kelas itu dan bisa masuk di kelas unggulan bahkan geser posisi lo baru tahu rasa lo." Sahut Alin dengan percaya diri tepat di hadapan Aqila.
Aqila tersenyum Ia pun menggelengkan kepalanya Seraya memindahkan posisi kacamatanya. "Nggak mungkin, karena gue memang melakukan kesalahan turun nilainya dari kelas unggulan itu hanya ingin memancing kalian semua dan membuktikan bahwa memang gue masih layak di kelas unggulan."
"Heh! Lo tau nggak, Gue kemarin lihat lu jalan di trotoar ditabrak-tabrak sama burung. Lo tau itu kenapa." Tegas Alya.
Aqila hanya terdiam mendengar perkataan tersebut.
"Nggak tau kan Lo? Lanjutin Al." Sahut Alin
"Ya Karena mimpi lo itu ketinggian. Kalau nanti ada murid tang nyaingin nilai Lo, mungkin Lo nggak bisa balik ke kelas unggulan lagi." Lanjut Alya yang langsung menghina sedikit ke arah Aqila.
Jelas perkataan yang baru saja dilontarkan oleh mereka itu benar-benar membuat Aqila merasa emosi, sungguh ia sama sekali tak terima jika dikatai dengan perkataan seperti itu.
"Kalian kalau sama lawan itu kebiasaan pakai cara keroyokan gitu? Kalau berani satu lawan satu dong."
Ditantang seperti itu membuat Freya langsung memajukan satu langkahnya dan menyenggol bahu Aqila dengan kerasnya.
"Okeh. Lo mau nantang gue apa, hah?! Lo jual, gue beli." Sahut Freya dengan nada tegas.
Seru di chapter ini
Comment on chapter Kesombongan Aqila