Saat itu pukul 18.45 WIB. Lima belas menit sebelum Papa di operasi. Namun dokter menghampiri kami dengan wajah lemas dan tak bergairah. Bagaikan ada sebuah penyesalan yang amat sulit untuk disampaikan. Hanya kata ‘Maaf’ yang terlontar dari mulut dokter sambil menunduk pasrah, tak mampu menatap ke arah kami.
“Apa maksud dokter?” aku tak mengerti dengan ucapannya.
Dokter itu mengambil napas lalu memberanikan diri untuk melihat ke arahku. “... Dengan sangat menyesal, kami harus menunda operasi Pak Adam.”
Deg! Menunda operasi? Apa maksudnya ini?
“Tapi... kenapa?” kataku tak bisa menerima. “Bukannya dokter bilang Papa harus segera di operasi? Bukannya dokter bilang hari ini Papa akan di operasi? Iya kan, dok, anda bilang begitu pada saya kemarin! Terus kenapa operasi itu tiba-tiba saja dibatalkan? Kenapa dok? KENAPA?!” aku berteriak marah, tapi dokter itu tak bisa menjawabnya dan malah kembali meminta maaf lalu berlalu pergi meninggalkan kami.
“Sayaannngg.....” Ibu menggenggam erat tanganku. Bagaikan mengatakan padaku untuk bersabar lewat dua bola matanya yang mulai sayu itu. Aku menangis sejadi-jadinya. Melihat Papa yang tak mengatakan apa-apa dan hanya bisa menghela napas, membuatku semakin sakit!
“Papa baik-baik saja, sayang. Dokter bilang hanya menundanya, itu artinya jadwal operasi Papa di revisi kembali.” Kata Papa.
Aku langsung menyerbu ke arah Papa. Memeluknya erat! Aku sangat tahu Papa tidak sedang baik-baik saja. Dia sedang kesakitan! Papa menderita. Bahkan setelah Papa harus terpaksa buang air kecil melalui selang-selang yang menempel di tubuh Papa.
Aku sudah dibuat gila melihat segala penderitaan Papa! Aku memeluk Papa semakin erat. Aku ingin Papa selalu di sampingku, jangan ke mana-mana. Bahkan aku ingin bisa menua bersama-sama. Kalau bisa, aku ingin menggantikan posisi Papa di atas bankar rumah sakit sialan itu. Aku sayang Papa! Jangan pernah meninggalkan aku! Aku mohon Pah!
***
Tiga hari pasca Reyhan mengalami kecelakaan, dia akhirnya sadar dari tidur panjangnya setelah dia sempat menjalankan operasi darurat. Dia berusaha membuka matanya yang dirasa sangat rapat. Sosok pertama yang di lihatnya adalah Kaishar, yang sedang menyandarkan tubuhnya di dinding putih ruangan VIP Reyhan. Menatap tajam ke arah Reyhan dengan seksama.
“Lo di sini?” Ucap Reyhan mengeluarkan kata-kata pertamanya setelah tiga hari itu dia hanya bisa diam di atas tempat tidur, membisu bagaikan mayat hidup! “Ayyana mana?” Kaishar menghela napas panjang, lalu melangkahkan kaki untuk mendekati Reyhan yang masih terlihat sangat lemas tak berdaya.
“Lo kenapa sih, Rey, sampai kecelakaan ini bisa-bisanya menimpa lo?” ucap Kaishar dengan nada yang terdengar tidak bergairah. “Ayyana khawatir parah! Bolak-balik ke ruangan lo sama ke ruangan Papanya. Dia sama sekali gak bisa tidur nyenyak! Gak makan!”
Reyhan terdiam mendengarkan Kaishar yang seperti sedang mengomelinya dengan kesal yang ditahan. “Sorry, gue hilang akal, Kai!”
“Ayyana khawatir sama lo, Rey!”
“Sekarang dia di mana?”
“Enam jam lalu, dia di sini, nungguin lo! Tapi sekarang dia sudah pulang!”
“Itu artinya Papa sudah boleh pulang? Syukurlah!” ucap Reyhan merasa lega.
“Lebih baik lo pikirin dulu aja kesehatan lo! Itu mungkin yang lebih waras buat lo!”
Reyhan terdiam lagi. “Kai, ada apa?”
“Gue gak akan cerita sampai lo bener-bener sehat, bro!”
“Kenapa sih, Kai. Gue udah gak apa-apa! Benerannya!”
Huft! Kaishar menghela napas panjang. “Lo beneran mau tahu apa yang terjadi? Udah siap dengernya?” Reyhan mengangguk yakin.
“Oke baiklah!” Kaishar nampak pasrah. “Om Adam batal di operasi, dan...”
“Dan... kenapa?”
“Om Adam meninggal! Jam sepuluh pagi tadi.”
Deg! Apa?
Wow spechless
Comment on chapter Bab 6 : Bagian 1