Astagfirullah! Aku langsung berteriak kaget kala melihat wajah itu sangat dekat sekali dengan wajahku. Dia memperhatikan aku yang sedang tidur dengan muka imutnya. Tangannya bahkan mengelus-elus rambutku dengan lembut.
“Ngapain?” aku langsung terbangun dari tidur. Aku dorong mukanya yang sangat dekat itu dengan mukaku. Membuatku terkaget-kaget dibuatnya. Aku langsung merapikan rambutku yang sudah pasti acak-acakan.
“Kamu udah sehat? Kenapa kamu gak bangunin aku? Kenapa kamu malah tidur di sofa? Kenapa kam-“
“Eh, stop!” aku segera menghentikan perkataannya yang bercabang itu.
Huft! Aku menghela napas panjang. “Lo pulang aja, gue udah sehat!” aku langsung bangkit menuju dapur. Tapi perhatianku teralih saat melihat di atas meja makan ada bubur yang kelihatan sekali baru matang. Aku langsung melihat ke arah Reyhan yang masih duduk di ruang televisi namun dia masih tetap memperhatikan aku di sana.
“Lo masak?” tanyaku agak tak percaya. Reyhan mengangguk pelan. Lalu dia melangkah menuju ke arahku. Dia memegangi kedua bahuku, lalu menuntunku untuk duduk ke meja makan.
“Aku bakalan pulang kalau udah lihat kamu selesai makan.” Ucap Reyhan sambil menyodorkan sendok makan padaku.
“Lo balik sana, sekolah!” kataku sambil menyendok bubur panas di dalam mangkok.
“Aku izin gak sekolah. Mau nungguin-“
“Rey,” aku menghentikan sarapanku. “Lo musti sekolah. Tahun ini lo kan ujian kelulusan. Kalau lo banyak bolos, bisa-bisa lo gak lulus!”
“Tapi kamu di sini masih sakit.”
“Coba tengok sekarang jam berapa?” kataku. Reyhan langsung menengok ke arloji di tangan kirinya.
“Jam enam?”
“Masih ada sisa satu jam untuk ke sekolah. Lebih baik lo pulang. Gue juga mau sekolah,”
“Eh, jangan!” Reyhan langsung berkata keberatan. “Kamu harus banyak istirahat. Kamu masih sakit!”
“Rey, yang nentuin gue sakit atau engga itu gue. Jadi terserah gue!”
“Pokoknya kamu harus istirahat jangan dulu seko-“
“Reyhan. Nyebelin banget sih?!” aku mulai menaikan volume suaraku saking kesalnya. Reyhan menatapku dengan tajam.
Glek! Aku menelan salivaku. Apa sih ini bocah! Aku menggerutu.
“Oke, gue gak sekolah hari ini. Tapi lo harus sekolah!” akhirnya aku mengatakan itu. Entahlah apa yang ada di pikiranku sekarang. Pokoknya di pikiranku hanya ingin Reyhan jangan sampai bolos gara-gara maksa mau nemenin aku. Gila gak sih? Enggak ya kayanya. Ha ha ha-
“Ok!” ucap Reyhan dengan semangat.
“Terus ngapain lo masih di sini? Sana balik!”
“Aku berangkat dari sini aja. Lebih deket juga kan?”
“Emang lo bawa seragam?”
“Tenang. Aku tinggal minjem aja seragam punya Radit. Aku sms dia sekarang. Oke?” Reyhan langsung merogok benda pipih itu di dalam saku celananya.
“Serah lo deh!” aku hanya bisa menghela napas panjang. Sambil geleng-geleng kepala. Aku fokus dengan sendokan demi sendokan bubur ayam buatan Reyhan. Dan ini tidak bercanda, buburnya benar-benar enak!
“Gimana? Enak?”
“Hmmm.” Aku hanya mengatakan itu. Karena gengsi banget rasanya kalau harus terang-terangan mengatakan kalau masakan dia enak.
Dia benar-benar menggangguku dan membuat aku merasa tak nyaman sekali. Dia memperhatikan aku dengan tajam, sambil senyum-senyum gitu. Reyhan yang duduk di sebrang ku, melihat aku dengan senyuman yang tak memudar sedikitpun.
Oh my god, bikin salting!
Tak butuh waktu lama untukku menghabiskan semangkuk penuh bubur.
“Nih!” Reyhan menyodorkan padaku obat flu. Jujur, perlakuan Reyhan cukup membuat aku terbawa perasaan. Tapi secepat itu pula aku segera ingat kalau Reyhan sudah punya tunangan.
“Thanks.” Kataku dengan malas. Aku langsung menelan obat itu bersamaan dengan air hangat.
“Oke!” Reyhan bangkit dari tempat duduknya. “Karena kamu udah sarapan plus minum obat, sekarang aku pergi sekolah ya.”
“Hmmm.” Aku mencomot beberapa biji buah anggur yang terletak di atas meja makan. Reyhan melangkah ke arahku. Lalu tak ada angin tak ada hujan, dia langsung mencium pangkal kepalaku. Hal itu sukses membuat aku terkesiap tak bisa berkutik.
Buset! Itu tadi dia ngapain? Bisikku dalam hati di barengi dengan debaran bagaikan benderang perang di dadaku. Aku hanya bisa melongo tak bisa berbuat ataupun mengatakan apa-apa.
“Aku pergi, Ayy. Kamu istirahat ya!” kemudian dia mengacak-acak rambutku. Lalu melangkah pergi menuju ke pintu keluar rumahku. Aku menatap punggung dia yang semakin lama semakin menjauh lalu hilang di balik pintu.
Gila! Gila! Gila! Ini hati kenapa dah?
Aku langsung memegangi dadaku. Hawa panas seketika itu juga langsung menghantui tubuhku. Dasar Reyhan!
Wow spechless
Comment on chapter Bab 6 : Bagian 1