“Hallo, Om Kepsek. Raditnya ada?” tanya Reyhan kala dia mendatangi rumah Radit namun yang ditemuinya malahan Pak Surya Sagara, Papanya Radit yang tak lain juga adalah pemilik dari SMA Sagara Nusantara.
“Rey? Ada kok, tapi kayanya dia sudah tidur.” Ucap Pak Sagara. “Kamu mau menginap?”
Reyhan nyengir. “Gak apa-apa kan, Om?”
Pak Surya tertawa. “Ya gak apa-apa dong, Rey. Sekalian hibur dia. Biar gak galau-galau lagi mikirin cintanya yang kandas itu!”
Reyhan terkekeh. “Siap Om!” Reyhan langsung permisi, pamit menuju ke lantai dua. Kamar Radit berada.
Reyhan langsung menyerbu kamar Radit tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Di lihatnya Radit yang sedang terdiam di kursi belajarnya sambil memandangi sebuah foto. Dan tak usah di tanya lagi, Reyhan sudah tahu pasti kalau itu adalah fotonya dengan Ara. Benar-benar problematika cinta yang merumitkan!
“Udahlah, bro, ikhlasin.” Ucap Reyhan yang kehadirannya langsung mengagetkan Radit yang sedang melamun. Reyhan mengambil foto yang tadi sedang dipandangi oleh sahabatnya itu lalu melemparkannya ke atas tempat tidur.
“Lo ngapain, elah, pake ke sini segala.” Tanya Radit yang langsung mengambil kembali foto itu lalu dia menyimpannya di laci meja.
“Gue di suruh bokap lo, buat temenin anaknya yang sedang resah dan gelisah. He he he!”
“Bohong banget lo! Ada apaan ke sini?”
“He he he,” Reyhan nyengir. “Gak apa-apa nih, kalau gue cerita ke lo?”
“Apaan sih, najis! Kalau mau cerita ya cerita aja, buset deh lo!” Radit hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat sahabatnya yang satu itu bertingkah tak seperti biasanya. Radit melangkah ke meja di dekat pintu kamarnya untuk mengambil air minum di sana.
“Kayanya, gue pengen nikah sama Ayyana!”
Uhuk! Uhuk! Radit yang sedang minum langsung tersedak kala mendengar ucapan itu keluar mulus di mulut sohib sengkleknya. “Eh kampret! Kita aja masih SMA. Lo udah ngebet main nikah aja!”
“Eh, maksud gue ya engga sekarang, bro. Nanti maksudnya. He he he, gue salah ya? Ya maapin!”
Radit menjatuhkan dirinya ke tempat tidurnya, sedangkan Reyhan sekarang masih tiduran di sofa kamar Radit sambil memandangi langit-langit kamar Radit.
“Lo beneran jatuh cinta sama Ayyana?” tanya Radit mulai serius.
“Sangat! Gue juga gak tahu kenapa, tiap kali lihat dia, hati gue langsung berdebar-debar gitu. Gak salah emang, kenapa lo bisa sampai cinta mati sama si Ara. Ternyata kaya gini ya rasanya jatuh cinta. Ini pertama kalinya gue ngerasa kaya gini!”
“Ngehe lo!” Radit terkekeh.
“Eh, Dit, lo emang gak pernah punya rasa tertarik gitu sama Ayyana? Bukannya dia NAKSIR berat ya sama lo?”
Radit terkekeh lagi. “Ya bisa jadi!”
“Hah?”
“Kalau gue lebih dulu kenal Ayyana dari pada Ara, gue yakin gue juga bakalan jatuh cinta sama Ayyana. Dia itu kan orangnya manis, pinter, imut, lucu, seneng masak kue, perhatian, yaaa tipe gue banget lah. Tapi sayangnya, hati gue udah sepenuhnya buat Ara,”
“Jadi gak apa-apa nih, kalau seandainya nanti gue jodohnya sama Ayyana?”
“Kampret! Ngapain lo izin ke gue? Pikirin aja sana perasaan lo sama Ayyana!”
“Yaaa gue kan takutnya lo juga sempet punya rasa, Dit, sama dia. Prinsip gue itu cuma satu, gak mau pacaran sama mantannya temen gue, ataupun pacaran sama temennya mantan gue. Gituuuu.”
“Masalah lo cuma satu. Gimana soal Ira? Bukannya kalian pacaran!” kata Radit sambil sedikit menekankan kata ‘pacaran’.
“Elah, lo kayak yang gak tahu skenario gue sama si iblis itu aja.” ucap Reyhan. “Gue sama dia kalau di pertemuan keluarga emang pacaran, tapi kalau diluaran mah kita masing-masing, bro. Bukan siapa-siapa!”
“Gue tahu, Rey. Tapi mau bagaimana pun itu, orang tua kalian tetaplah yang paling berpengaruh atas hubungan kalian. Jangan sampai nasib Ayyana sama kaya gue deh Rey! Gak tega gue kalau sampai si Ayyana ngalamin hal yang kaya gue!”
Reyhan jadi berpikir untuk beberapa saat. Benar, Radit benar. Mau bagaimana pun, sifat dan karakter Papanya sangat mirip dengan karakter Papa Ara-Ira yang bahkan bisa sampai sukses memisahkan kisah manis Radit dan Ara. Dia jadi berpikir, apakah keputusannya untuk jatuh cinta pada Ayyana adalah sebuah kesalahan? Apakah ini bukan berarti dia sudah mengirimkan tanda bahaya pada Ayyana jauh sebelum perasaan mereka menyatu dalam sebuah status?
Mumpung belum terlambat, apakah harus Reyhan mundur agar perasaannya pada Ayyana tak terus-terusan melebar?
“Tapi gue harap lo bisa bertahan, Rey. Sekuat apapun badai yang menerjang nantinya!”
“Maksud lo?”
“Lo tahu kan, kalau Ara mau di pindahin sekolah ke luar negeri sama bokapnya untuk jauhin dia dari gue?”
Reyhan mengangguk.
“Gue udah bilang ke bokap, kalau gue akan ngejar beasiswa biar bisa sekolah di luar negeri. Dan ...”
“Dan?”
“Bokap gue setuju!” ucap Radit sambil memperlihatkan beberapa lembar brosur Universitas luar negeri yang kemungkinan besar akan menjadi Universitas pilihan Papanya Ara untuk menyekolahkan Ara di sana.
Reyhan tertawa bahagia, lalu menyerbu ke arah Radit. Kemudian dia menggelitik gemas kepada sahabatnya yang so misterius namun penuh kejutan itu.
“Kampret! Jadi lo mau ninggalin gue demi si Ara? Taiy! Sini lo, anjrit!” Reyhan terus berusaha menggelitiki tubuh Radit yang di balas oleh kata pasrah dari Radit.
Dari balik pintu, lengkungan sempurna nampak tercetak jelas dari sepasang suami istri yang mendengarkan percakapan mereka dari luar. Itu adalah orang tuanya Radit. Mereka nampak sangat lega, karena kehadiran Reyhan mampu membuat senyum dan tawa dari anaknya lahir kembali.
Merekapun menjauhi kamar Radit karena merasa semuanya akan berjalan baik-baik saja sekarang.
seruuuuu, alur cerita di awal bikin penasaran. dengan gaya bahasa yang mengikuti jaman jadi asikk bangettt bacanya.
Comment on chapter Bab 1 : Bagian 2