“Jadi, Kak Reyhan bilang suka ke lo?” aku hanya bisa mengangguk kecil. Tapi sahabatku Isyana nampak sekali sangat antusias mendengar aku mengatakan itu. Sudah sangat pasti Isyana penasaran tentang hubunganku dengan Reyhan sekarang. Aku malah tak bisa menjawabnya. Karena aku pun bingung, tentang perasaanku pada Reyhan. Aku juga bahkan tak mengerti, apakah ucapan Reyhan itu tandanya dia sedang nembak aku jadi pacarnya? Tapi setahuku, Reyhan tak menawarkan apa-apa, tak mengajukan pertanyaan apa-apa, selain dia bilang bahwa dia menyukaiku. Itu saja!
“Lo sendiri gimana? Suka kan pasti! Ya suka lah, secara siapa sih yang gak mau pacaran sama cowok ganteng, baik hati, tajir pula. Iya gak?”
“Lo ngomong apaan sih? Gue gak paham sama jalan pikiran lo, Sya!”
“Hah? Jangan bilang kalau lo gak suka sama dia, Ayy?!”
“Bukannya engga, tapi belum!”
Isyana tersenyum kecil mendengar jawabanku. “Cieee, jadi maksud lo, lo mau mempertimbangkan untuk jatuh cinta sama dia, gitu? Bagus deh! Gue dukung lo 110 persen, Ayyana.”
“Heboh banget sih lo! Ngakak tahu gak?!” aku menepuk jidat sahabatku itu sekenanya. “Gue ke toilet dulu!”
Aku keluar dari kelas kemudian melangkah menuju kamar mandi yang letaknya berada di paling ujung. Suasana toilet nampak sepi, mungkin karena memang jam pelajaran masih berlangsung sedangkan di kelasku sedang tidak ada guru.
Aku menatap cermin besar di hadapanku sekarang. Ku putar kran air di wastafel, lalu membasuhkan air itu ke wajahku.
Jadi maksud lo, lo mau mempertimbangkan untuk jatuh cinta sama dia, gitu?
Perkataan Isyana benar-benar sangat menggangguku. Aku hanya bisa menggeleng-geleng kecil sambil terkekeh. Bodoh! Untuk apa juga gue mempertimbangkan?
Aku selesai dengan pemikiranku yang kacau. Keluar dari toilet tapi malah menghadapi sebuah penghadangan dari kakak-kakak kelas, yang entah ada bisikan dari mana, mengapa mereka ada di lantai tiga yang notabenenya adalah untuk anak-anak kelas sepuluh?
“Lo Ayyana?” tanya satu orang cewek yang sangat aku tahu namanya. Dia adalah Lusi. Kakak kelas dua belas yang dulu juga pernah tergabung dalam komisi disiplin OSIS. Aku mengangguk dengan malas.
“Ikut gue!”
“Ke mana? Gue ada kelas!”
“Lo gak usah belagu! IKUT!”
“Apaan sih? Gak jelas banget!” aku segera melewati keempat kakak kelas yang sedang menghalangi jalanku. Tapi tiba-tiba satu tangan meraih rambutku dengan tak sopan! Membuat aku meringis kesakitan setengah mati!
“Lo mau mati?” tanyaku kesal melihat tingkah laku mereka yang memperlakukan aku semena-mena seperti itu.
“Gue, atau lo yang mau mati? Ikut!” temannya Lusi membawa aku ke lantai bawah dengan tergesa-gesa. Memastikan bahwa tak ada orang yang memperhatikan kami. Mulutku disumpal oleh sapu tangan. Dari perlakuannya itu, sudah bisa dipastikan, mereka memang sudah merencanakan ini. Tapi apa yang sedang mereka lakukan? Apa aku melakukan kesalahan? Tapi kalaupun iya, apa harus aku diperlakukan secara tak wajar?
Mereka menarikku sampai ke belakang sekolah. Di sana ada sebuah gudang tua yang sudah tak terpakai. Isinya barang-barang rusak yang belum sempat di buang. Seperti kursi, meja, komputer, papan tulis, buku-buku usang, bahkan ada juga seragam-seragam bekas. Aku didorong sampai tubuhku terhempas ke lantai yang kotor. Di sana rambutku terus dijambak. Mukaku di cengkram oleh kedua tangan kak Lusi yang bahkan sampai detik ini pun aku tak tahu kenapa dia melakukan ini padaku.
“Muka lo biasa aja!” kata Lusi mulai mengucapkan kata-kata. “Tapi kok bisa-bisanya lo ngerebut pacar orang?”
“Maksud lo?” aku tak mengerti apa yang dia katakan.
“Lo gak usah sok polos! Dasar cewek murahan!”
Aku tersedak mendengar Lusi mengatakan kata itu. Tanpa pikir panjang, aku langsung menampar dengan keras pipi sebelah kirinya. Aku sudah sangat kesal dan tak habis pikir, apa yang dia maksud.
Lusi nampak tak terima dengan tamparanku itu. Dia lalu kembali menjambak rambutku. Kali ini lengkap dengan tamparan bertubi-tubi di kedua pipiku.
“LO GILA?!” kataku.
“LO YANG KECENTILAN!”
“APA MAKSUD LO?”
“LO UDAH BERHASIL NGEREBUT PACAR ORANG!”
“SIAPA YANG LO MAKSUD?”
“REYHAN!”
Seketika itu juga aku langsung terdiam. Aku benar-benar tak mengerti, siapa yang merebut Reyhan? Dan siapa yang pacarnya Reyhan? Ini benar-benar tak bisa aku cerna dengan baik.
“Kenapa lo diem? Lo udah tahu kan siapa yang gue maksud sekarang?” ucap Lusi. Matanya kini tertuju tajam ke mataku.
Beberapa detik kemudian aku tertawa terbahak mendengar itu. Yang sontak saja membuat Lusi dan ketiga orang temannya saling memandang keheranan.
“Lo salah orang! Gue sama sekali gak ada hubungan apa-apa sama Reyhan. Ngerti?”
“Lo gak usah nyangkal! Banyak orang yang ngasih informasi, lo meluk dia kan waktu di halte? Iya kan?”
“Setahu gue, Reyhan gak punya pacar!” kataku yang terus membalas perkataannya yang memuakkan di telingaku.
Lusi berkacak pinggang. Lalu tertawa miris. Dia geleng-geleng kepala tak percaya. Kemudian, dia menyuruh salah satu temannya yang berambut pendek sebahu untuk menunjukkan sesuatu kepadaku.
Aku amat tak percaya dengan apa yang aku lihat saat ini. Itu adalah portal berita online yang mengabarkan bahwa seorang Daalex Reyhan Megantara adalah tunangan dari seorang yang juga aku kenali. Syakira. Apa? Itu kan Kak Ira, kembarannya kak Ara? Kenapa berita itu bisa ada di portal media?
“Sekarang lo tahu kan, apa salah lo?”
“Apa mungkin kak Ira yang nyuruh kalian buat lakuin ini? Hah?!”
“Bisa jadi ya, bisa juga engga! Tapi yang jelas intinya, jangan deket-deket lagi sama Reyhan. Dia udah ada yang punya! Dan kalaupun suatu saat Reyhan gak jadi sama Ira, lo sama sekali gak punya kesempatan untuk bisa sama Reyhan. Karena apa? Karena di saat itu, Reyhan hanya boleh sama gue! Ngerti?”
Oke sekarang aku mengerti, arah pembicaraan ini. Dan aku juga sudah mengerti, apa yang sebenarnya terjadi. Reyhan sudah punya pacar, bukan, tunangan lebih tepatnya. Dan tunangan dia itu adalah Kak Ira, yang juga kakak kelasku. Namun kehadiran sosok Lusi di hadapanku, bukan semata-mata karena Reyhan sudah dengan Ira. Tapi karena Lusi tak bisa terima, kalau aku dekat dengan Reyhan yang notabene-nya adalah cowok yang dia sukai.
Lusi sebenarnya marah kepada Ira. Tapi dia mencari alternatif lain untuk mengekspresikan kemarahannya. Dan itu adalah aku! Aku berani taruhan, kalau setelah ini hidupku tak akan lagi merasa damai. Aku akan dihantui dengan pengintaian tak berujung dari orang-orang yang mengharapkan Reyhan.
Bodoh! Kenapa aku baru menyadari ini. Tiba-tiba sekelibat ucapan dari perkataan Isyana terlintas di kepalaku. Dan itu adalah sebuah kenyataan yang harus diperhitungkan. Isyana benar, untuk ukuran seorang cowok, Reyhan adalah tipikal cowok sempurna. Dia tampan, supel, baik, perhatian dan anak orang kaya!
Lusi bilang, tak akan ada tempat bagiku untuk mengisi ruang kosong di hatinya Reyhan. Benar, semua orang mengharapkan Reyhan dan orang tuanya akan mencarikan Reyhan pasangan yang selevel dengan keluarganya. Aku amat terlalu naif kalau sampai mengharapkan Reyhan di balik segala kemungkinan yang ada.
Radit saja yang seorang anak dari pemilik SMA Saraga Nusantara, tak masuk dalam perhitungan keluarga kaya raya mereka. Apalagi aku? Yang hanya anak dari seorang pemilik toko kue kecil dan anak seorang assisten manajer restoran biasa.
“Lo tenang aja. Bagaimana pun, gue gak akan pernah sama Reyhan. Sekarang, bisa, lo lepasin gue?”
Lusi memberikan isyarat kepada temannya yang sedang memegangiku untuk melepaskan aku. Tanpa pikir panjang, aku langsung keluar meninggalkan gudang sekolah. Dan bergegas kembali ke kelas. Tak lupa aku merapikan dulu rambutku dan seragamku yang acak-acakan.
Sial? Kenapa hati aku sakit sekali rasanya?
Wow spechless
Comment on chapter Bab 6 : Bagian 1