“Kira, lo yakin gak akan ikut kita ke mall? Padahal sekarang ada film baru loh!” ucap Bianca mencoba meyakinkan Kirana, kala mereka sedang sama-sama membereskan peralatan sekolahnya, berhubung jam sekolah sudah selesai. Kirana mengangguk yakin.
“Sorry, gue mau cari bahan buat bikin kue, Bi.” Kata Kirana sambil tersenyum.
“Emangnya lo mau bikin kue buat siapa, Ra?”
“Nyokap! Dua hari lagi Mama ulang tahun.” Bianca mengangguk pelan pertanda mengerti maksud dari sahabatnya itu. Memang sudah seperti tradisi untuk Kirana. Tiap kali mama-nya ulang tahun, dia lah yang selalu membuat kue itu dibantu juga oleh bantuan neneknya.
“Mau aku anter?” kali ini seorang lelaki tampan berkulit sawo matang menawarkan bantuannya. Namanya Aldi. Sama-sama teman satu kelas Kirana yang juga teman masa kecil-nya. Kirana menggeleng.
“Gak usah, Al. Gue naik bus kok.” Lagi-lagi Kirana menolak. “Kalau gitu gue duluan ya, Bi, Al. Byeee,” Kirana-pun pergi meninggalkan mereka berdua di kelas.
Bianca dan Aldi saling melirik kemudian menghela napas berat sambil geleng-geleng kepala.
“Salut gue sama Kirana. Sayang banget sama nyokapnya.” Ucap Bianca yang menatap punggung Kirana semakin lama semakin jauh dari pandangannya.
“Itu yang bikin gue suka banget sama dia, Bi.” Kata Aldi. Bianca melirik sambil terkekeh ke arah Aldi yang kini saling berjalan beriringin melewati koridor sekolah yang masih banyak dilintasi oleh para siswa-siswi sekolah.
“Elah lo. Udah temenan sama Kirana lama-lama. Hampir sepuluh tahun tapi sampai sekarang belum juga menuntaskan bagaimana mengutarakan isi hati lo. Cemen lo, Al!” ucap Bianca sambil agak mengejek Aldi. Aldi hanya bisa garuk-garuk kepala mendengar ocehan gak jelas Bianca. Bukan sih, bukan gak jelas. Tapi itu kebenaran yang harus diakui.
“Gue cuma gak tahu caranya, Bi.” Aldi berusaha berdalih.
Tapi Bianca masih saja terus terkekeh. “Apa harus gue aduin ke Bastian?”
“Hah? Ogah! Ngapain?”
“Lo kok gengsinya gede banget sih, Al? Lagian Bastian juga pasti udah tahu masalah lo, cuma nunggu lo-nya aja yang curhat duluan.”
“Kalau abang gue sampai tahu, siapa lagi yang ngadu selain lo, kakak ipar ember?” Aldi mendelik kesal mendengar ucapan Bianca. Kemudian berlalu pergi meninggalkan sahabat sekaligus kekasih dari kakak lelakinya itu.
“Eh, tungguin gue adik ipar!”
***
Kirana menunggu di halte bus yang dekat dengan sekolahnya. Sambil menunggu busnya tiba, dia duduk di tempat duduk yang ada di sana. Di tangan kanan-nya masih setia memegang buku harian mama-nya. Kedua telinganya dia sodori dengan dua buah earphone putih pemberian Papanya..
Tak perlu waktu lama, bus yang ditunggu Kirana pun tiba. Dia bergegas bangkit dari tempat duduk lalu segera masuk ke dalam bus.
Bug! Tiba-tiba ada seseorang tak sengaja menubruknya. Membuat buku yang sedang dia pegang terlepas dari genggaman. Hal itu jelas membuat Kirana sedikit kesal!
“Aduh mas, kalau jalan bisa hati-hati gak?!” ucap Kirana, ketus.
“Sorry, Mbak, gue gak lihat. Habis badan lo kecil!” si lelaki itu membalas perkataan Kirana dengan lebih ketus.
“What? Mbak? Gue masih SMA ya. Dan apa tadi lo bilang, badan gue kecil? Hah!”
“Lah, lo juga manggil gue mas! Lo gak lihat kalau gue juga pake seragam SMA?” dia kembali membalas perkataan Kirana. Gadis mungil itu kemudian melihat orang yang ada di depannya. Benar dia masih SMA dan dia sekolah di sekolah-nya? Hah! Kirana bahkan belum pernah melihat lelaki rese itu. Tapi lupakan saja! Mengingat bagaimana lelaki itu membalas ucapannya, sudah sangat pasti, Kirana sedang kesal sekarang!
Tet! Tet! Supir bus membunyikan klaksonnya. Lalu menegur mereka berdua yang masih berdebat satu sama lain di depan pintu masuk bus kota. “Jadi naik ga?”
Kirana melirik kesal ke arah lelaki itu. Lalu segera melangkah masuk ke dalam bus. Sebenarnya dia masih ingin mengeluarkan segala kekesalannya pada orang itu, tapi Kirana mencoba untuk menahannya. Sedangkan laki-laki itu mengikuti Kirana di belakangnnya, masuk ke dalam bus. Sambil tersenyum kecil dan geleng-geleng kepala.
Kirana duduk di kursi kosong yang terletak di paling belakang bus. Dia duduk di dekat jendela. Kemudian, laki-laki tadi tanpa di komando juga turut duduk di samping Kirana. Hal itu justru membuat Kirana menjadi risih sendiri.
“Emangnya gak ada lagi kursi kosong ya?” ucap Kirana semakin kesal.
“Ada.” Katanya singkat.
“Terus ngapain, duduk di sini?”
“Emangnya ada aturan kalau gue gak boleh duduk di sini?” kata laki-laki itu sambil melirik kepada Kirana lengkap dengan senyum mengembang seperti tak tahu, kalau Kirana bahkan sedang kesal kepadanya.
Huft! Kirana menghela napas panjang. Dia kemudian memilih membuang muka saja dan fokus melihat keramaian jalanan lewat kaca jendela bus kota. Tak lupa, dia memasang kembali earphone yang tadi sempat terlepas pasca bertubrukan dengan lelaki yang kini sedang duduk di sampingnya itu.
“Punya lo?” kata lelaki itu. Sambil menyodorkan buku harian yang sudah sangat pasti itu memang milik Kirana. Kirana terkejut, kenapa bukunya ada di tangan lelaki itu? Kemudian Kirana langsung mengambil buku-nya.
“Kok ada di lo sih?”
“Tadi gue pungut di depan pintu bus. Kenapa?”
“Oh!” ucap Kirana yang langsung kembali membuang muka.
“Lo gak bilang makasih sama gue?”
“Thanks!” ucap Kirana cepat. Pandangan masih tetap tak beralih. Dia sama sekali tak berniat untuk melihat kembali muka dari lelaki itu. Lelaki itu tersenyum lagi.
“Ngomong-ngomong, siapa itu Ayyana?”
“Ih, kepo banget!” Kirana mengucapkan kata dengan ketus. “Lagian kenapa lo tahu nama itu sih?”
“Bukunya kan tertulis, -buku harian Ayyana-. Oh nama lo Ayyana?” kata orang itu berusaha menebak. Tapi Kirana sama sekali tak menggubris lagi ucapan cowok itu.
“Sam!” ucapnya sambil mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri pada Kirana. Tapi Kirana tak merespon. Dia hanya pura-pura tertidur saja. Sadar niat baiknya untuk memperkenalkan diri tak di gubris, membuat Sam menarik kembali uluran tangan itu. Sambil geleng-geleng kepala. Lagi! Dia kembali tersenyum.
Tak sengaja, dia melihat name tag yang terpasang di seragam kanan Kirana. Sam mengeja satu persatu huruf yang terpasang di sana.
“K-I-R-A-N-A!” eja-nya.
Oh nama lo Kirana. Bisik Sam dalam hati. Kemudian memilih untuk diam. Tak mengganggu lagi Kirana. Dia memejamkan matanya sekilas karena rute tujuannya masih lama dan jalanan sedang macet parah hari ini.
***
Malam ini, Kirana masih saja merasa badmood pasca pertemuan tak di rencanakan-nya tadi dengan cowok menyebalkan, si mas-mas rese! Begitu ucap Kirana. Dia jadi ingat saat cowok itu berusaha memperkenalkan dirinya.
“Sam?” ucap Kirana pelan. “Hah? Bisa-bisa nya gue ketemu sama cowok rese kayak dia!” gadis manis itu menggerutu. Setelah hampir beberapa menit berkutit dengan kekesalannya di sore hari itu tadi, Kirana kemudian mencoba untuk menenangkan hatinya kembali. Dia mengambil buku harian mama yang –hampir- saja hilang kalau tidak dikembalikan oleh cowok itu.
“Aduh, kok gue jadi gak fokus gini sih?” Kirana lagi-lagi menggerutu kala dia harus menerima kenyataan buku harian Mama ternyata jadi mengingatkannya pada Sam! Sangat-sangat menyebalkan!
seruuuuu, alur cerita di awal bikin penasaran. dengan gaya bahasa yang mengikuti jaman jadi asikk bangettt bacanya.
Comment on chapter Bab 1 : Bagian 2