Hal yang paling membuatku merasa kesal dengan kegiatan MOS adalah karena adanya hal perpeloncoan yang bersembunyi di balik nama MOS. Di sana, ada yang namanya KOMDIS alias komisi disiplin siswa-siswi baru! Tujuannya sih katanya, mendisiplinkan murid-murid yang tidak taat aturan. Huh, walaupun kami sesama manusia yang makan nasi, tetap saja, wajah-wajah anggota OSIS yang tergabung dalam KOMDIS ini benar-benar menakutkan!
Mereka selalu datang di saat anggota OSIS yang lain sedang keluar tak bersama kami. Iya-iya, aku tahu itu memang skenarionya. Anggota KOMDIS yang jumlahnya lima orang itu terdiri dari tiga orang murid laki-laki dengan muka yang sangar abis, dan dua orang murid perempuan yang judesnya tiada tara. Apalagi dengan putaran bola mata mautnya. Ih, bikin merinding bulu kuduk deh!
“Siapa yang namanya Karin?” ucap salah satu kakak KOMDIS perempuan memanggil satu nama. Semua saling melirik-lirik, ikut juga mencari sosok Karin yang di maksud. Sampai tiba-tiba, satu orang cewek yang ada di sampingku menyentuh pangkal lengan kananku. Lalu bertanya-tanya sambil berbisik padaku,
“Kamu Karin kan?” katanya.
“Aku?” aku menunjuk pada diriku sendiri dengan segan. Cewek itu mengangguk. Kemudian aku melihat ke arah papan nama yang masih setia menggantung di leherku. Oalah! Aku lupa kalau namaku Karin. Aku memang suka tak mengenali diriku sendiri kalau ada yang memanggil namaku Karin. Aku lebih terbiasa di panggil Ayyana. Maafkan!
Setelah beberapa menit berlalu tanpa ada yang mengaku sebagai ‘Karin’, aku lantas berdiri.
“Saya Kak,” ucapku santai.
“Maju!” ucap Kakak KOMDIS yang tadi memanggilku. Lah aku emang salah apa? Kok aku dipanggil ke depan? Aku agak sedikit bingung juga. Tapi ya, aku maju juga pada akhirnya.
Aku berdiri di depan. Menghadapi sekitar seratusan lebih murid-murid baru seangkatanku yang sedang duduk berbaris rapi di lapangan sekolah. Untung saja cuaca hari ini mendukung. Tidak panas dan tidak hujan. Teduh!
“Lama banget sih dipanggil nama juga!” ucap Kakak KOMDIS tadi yang aku tahu namanya adalah Kak Ira. Untuk ukuran muka sih dia cantik ya, tapi gila, matanya ituloh, tajam banget! Orangnya juga kayanya galak! Dan yang aku tahu, dia itu leader dari exco KOMDIS sekolah. Wih keren ya? Tapi sayang, nyeremin!
“Maaf kak, aku lupa!” kataku.
“Hah? Apanya yang lupa?!” tanya Kak Ira lagi.
“Iya, aku gak ngeh kalau kakak manggil aku.”
“Maksud kamu, kamu lupa sama nama kamu sendiri?” ucap KOMDIS cowok di sana yang aku tahu namanya adalah kak Agung. Dia seperti hendak terkekeh geli namun ditahan.
Aku mengangguk. “Aku suka lupa kalau namaku Karin. Yang aku tahu namaku Ayyana.”
“Ppffttt,” suara kekehan geli itu terdengar lagi dari semua orang yang ada di lapangan sekolah. Bahkan, Kak Ira saja yang tampangnya galak tak karuan, hampir tertawa mendengar penjelasanku. Aku agak bingung juga sih, di mana letak lucunya. Jadi seperti biasa, aku selow saja. Tapi hebat, Kak Ira bisa menjaga wibawanya sebagai KOMDIS yang galak! Syeremmmm!
“Masa sih kamu bisa lupa sama nama kamu sendiri?” tanya Kak Agung lagi tak percaya. Dan aku kembali hanya bisa mengangguk.
“Aku Ayyana.” Kataku sambil nyengir kaku. Sadar kalau bukan hanya orang-orang di lapangan itu saja yang menahan geli atas ucapanku tadi, melainkan Kak Radit juga yang aku lihat dia sedang duduk memperhatikan kami di depan ruangan yang mengarah langsung ke arah lapangan. Huh, aku ini memalukan! Cukup Ayyana!
“Nama, Karin Ayyana Nur Syifa. Lahir di Bandung, 6 Maret 1996. Hobby: Bikin kue. Tokoh idola: Kim Jeffry Kurniawan. Impian: Bisa mendirikan toko kue dan hidup bahagia bersama Kim Jeffry Kurniawan.” Kak Ira membaca tulisan yang ada di papan namaku. “Ini beneran kamu yang nulis?” tanyanya.
Aku mengangguk lagi dengan tergesa.
“Ih aneh! Besok ganti! Yang lebih nyambung!” kali ini suara itu berasal dari anggota KOMDIS yang lain. Kak Lusi. Cewek dengan tampang bule dengan mata indahnya. Tapi suaranya yang keras dan ngebass bikin siapapun yang di hadiahi suara dari dia jadi agak kaku karena lantang sekali!
Aku tak sepakat. Menolak!
“Gak bisa kak, aku gak mau!”
“Lah, kenapa?” tanya Kak Lusi tak terima.
“Soalnya ada yang lebih aneh dari tulisan yang aku buat ini!” kataku.
“Hah? Siapa? Mana?” tanya Kak Lusi lagi. Pandangannya kali ini sibuk berkeliling mencari siapa orang yang di maksud olehku.
“Itu!” aku menunjuk salah satu peserta didik baru yang sama denganku. Cowok berkacamata dengan tubuh tinggi. Oke aku katakan saja, dia yang sewaktu tadi mengatai aku bodoh di lapangan. Dan aku melihat tulisan di papan namanya bahkan lebih bodoh dari apa yang aku tulis!
“Maksud lo, gue?” tanya cowok bertopi setengah bola plastik itu, menunjuk pada dirinya sendiri. Merasa tak percaya dengan apa yang aku lakukan padanya. Yes, satu sama! Ucapku puas dalam hati.
“Eh? Em... Emangnya apa yang salah deh dari dia?” ucap Kak Lusi agak canggung saat aku menunjuk cowok itu.
“Kakak baca aja tulisannya. Ngaco!”
“Kamu, maju!” perintah Kak Ira. Dan cowok itu hanya bisa pasrah saja sambil sedikit menghela napas berat.
“Awas lo ya.” Ucapnya padaku dengan berbisik namun dengan sedikit nada mengancam. Bodo amat lah, yang penting aku tidak berdiri sendirian di depan sini! Aku hanya bisa terkekeh puas.
“Nama, Daalex Reyhan Megantara. Lahir, Jakarta, 3 Juli 1994...”
Gila, tua banget ini bocah! Sautku dalam hati kala ikut mendengar apa yang sedang Kak Ira baca di papan nama cowok yang bernama Daalex itu.
“Hobby, nonton acara talkshow di tv. Tokoh Idola, Hotman Paris. Impian, pengen jadi kaya Hotman Paris, pengacara, kaya raya banyak ceweknya pula!”
Anjirrrrr!
“Ha ha ha ha!” semua orang tertawa tak bisa menahan kekonyolan itu. Aku apa lagi. Benarkan, ada yang lebih gila dari apa yang aku tulis! Rasakan kau cowok rese!
“Kamu ini ya! Ngapain kamu nulis kaya gini?” tanya Kak Ira yang kali ini tak bisa lagi menahan tawanya. “Ngapain kamu mau jadi kaya Hotman Paris? Ngaco!”
“Elah, benerannya kak. Biar muka saya pas-pas-an kaya gini juga, kalau bisa kaya dia, uh, enak ceweknya banyak! Lihat aja di acara talkshow sama upload-an di media sosialnya. Beeuhhhh, bikin ngiri kak!”
Semuanya tertawa lagi semakin kencang!
“Dasar bodoh!” ucapku sekenanya.
“EH?” Daalex berkata protes saat aku mengucapkan kata itu.
“Kenapa? Gak terima?”
“Ishhh, awas lo ya. Gue bales!”
“Bodo amat! Wllee,” kataku. Dan aku melihat, mulutnya sudah mulai mengerucut ingin membalasku segera. Sebelum pada akhirnya, Kak Ira menghentikan tawaan dari orang-orang.
“Udah-udah! Huft!” kata Kak Ira. “Kalian ini ya, pokoknya saya gak mau tahu. Besok musti diganti! Titik! Sekarang duduk!”
Aku dan Daalex-pun segera melangkah menuju tempat kami tadi. Namun sebelum sempat duduk, dia bisa-bisanya meledekku terlebih dulu.
“Awas ya lo, Karin, gue bakal bales lo! Dasar cewek bodoh!”
“Gue tunggu pembalasan lo, Daalex!”
“Panggil gue, Reyhan, ya, bukan Daalex!”
“Bodo amat, Daalex. Nama gue juga Ayyana. Wllee,”
“Dasar Awkarin!”
“Dasar Yong-lex! Wlleee,”
Dan di hari itu-pun aku bertemu dengan manusia aneh itu. Daalex Reyhan Megantara. Yang inginnya dipanggil Reyhan. Katanya!
seruuuuu, alur cerita di awal bikin penasaran. dengan gaya bahasa yang mengikuti jaman jadi asikk bangettt bacanya.
Comment on chapter Bab 1 : Bagian 2