Hari pertama masa orientasi! Huh, kalau boleh jujur, aku sebenarnya malas. Kenapa? Aku paling tak suka memakai sesuatu yang aneh-aneh. Apalagi fashion-fashion gak nyambung ala-ala MOS. Menyebalkan! Tapi apalah daya, mau tak mau kita harus mengikuti kan?
Murid-murid baru di SMA Sagara Nusantara benar-benar banyak! Tak bisa aku gambarkan sebanyak apa. Ya, wajar juga karena sekolah ini adalah sekolah favorit di kotaku. Jadi begitu banyak siswa-siswi yang tentunya ingin turut serta menjadi alumni di sini. Sebagai daya tarik dan mampu bersaing, juga jadi pertimbangan.
“Nama, Karin Ayyana Nur Syifa. Lahir di Bandung, 6 Maret 1996. Hobby: Bikin kue. Tokoh idola: Kim Jeffry Kurniawan. Impian: Bisa mendirikan toko kue dan hidup bahagia bersama Kim Jeffry Kurniawan.”
“Ppffttt,” Seketika itu juga suara tawa yang tercekat terdengar kala Kakak senior yang ada di hadapanku sekarang selesai membaca papan nama yang menggantung di leherku. Papan nama yang terbuat dari karton berukuran 15x30 CM. Aku melihat sekelilingku. Mereka juga sepertinya mau tertawa saat kakak Senior yang aku tahu namanya adalah Kak Ara itu membacakan apa yang tertulis di papan namaku.
Aku sih, selow. Karena itu memang fakta dan kenyataannya kok. Aku suka masak. Tokoh idolaku Kim Jeffry yang pemain bola itu. Alasannya ya, apalagi yang paling di sukai oleh wanita selain melihat cowok tampan? Iya toh? Terus ya, yang namanya impian kan bebas. Syukur-syukur kalau bisa jadi nyata. He he he- eh tapi untuk hidup bahagia bersama Kim Jeffry sih kayanya hanya sebatas angan. Karena mana mungkin? Ha ha ha- kalau mau, aku harus lahir kembali ke dunia dan kehidupan yang baru untuk bisa saingan sama Elisa Novia yang tak lain pacarnya Kim. Uh, gila! Cantiknya tiada tara! Ulala! Aku juga suka sama dia! Pasangan yang goals abis!
“Jangan bilang, ini Kim Jeffry yang pemain bola itu?” tanya Kak Ara kemudian masih dengan terkekeh yang kali ini agak dia tahan. Aku melihat ke arahnya.
“Kakak ngomong sama aku?” kataku. Gila, sudah jelas-lah Kak Ara lagi ngomong sama aku, ngapain juga aku tanya lagi? Bodoh kan? Aku melihat raut muka Kak Ara berubah memerah karena mungkin merasa gondok saat aku berkata seperti itu. Aku agak merasa bersalah juga sih, karena gara-gara ucapanku, teman-teman OSIS Kak Ara juga seperti menahan tawa melihat Kak Ara diperlakukan tak layak olehku tadi. Ampun deh, Kak Ara, maafkan aku!
“Heh, ya iyalah aku ngomong sama kamu! Gimana sih!” ucap Kak Ara berusaha menahan malu. Aku hanya nyengir canggung, yang membuat deretan gigi putih dan rapiku terlihat.
“Gak usah nyengir! Jelek!” ucap Kak Ara yang kemudian berlalu pergi dari hadapanku. Syukurlah. Aku menghela napas lega karena Kak Ara yang baik hati tak mempermasalahkan kekonyolanku tadi.
Tapi tak lama, ada satu suara yang cukup mengganggu-ku setelah kejadian itu.
“Dasar bodoh!” ucapnya sambil sedikit berbisik dari arah belakangku. Aku menengok. Dan yang ku lihat adalah seorang anak berkacamata tebal yang juga turut serta menjadi peserta MOS sama sepertiku. Aku sangat kesal dengan ucapannya yang tak sopan! Aku bahkan tak tahu siapa dia. Tapi kenapa dia malah seenak jidat memaki aku bodoh?
“Gue maksud lo?” ucapku sinis. Yang masih menengok ke arah dia. Lelaki yang lebih tinggi dariku. Berkulit lumayan bersih dengan harum tubuh yang wangi. Sayang, ucapan dari mulutnya tak sewangi tubuhnya! Mulutnya malah lebih mirip sampah!
“Lo ngomong sama gue?” katanya santai, sambil dia menunjukkan telunjuknya ke dirinya sendiri.
“Idih!” aku memutar bola mataku, kesal! Lalu memosisikan kembali arah pandanganku ke arah depan, karena sebentar lagi, acara pembukaan kegiatan orientasi sekolah akan segera di mulai.
Anjir! Aku mengumpat dalam hatiku. Bisa-bisanya dia ngebalikin omongan aku tadi! Ish, aku sudah merasa kesal di hari pertamaku masuk ke SMA Sagara Nusantara. Dengan sikap lelaki itu yang sangat bikin tak enak! Apalagi lihat tampangnya yang ‘slengean’. Huh, sabar Ayyana. Ini akan segera berakhir! Kataku, berusaha menenangkan diri sendiri.
Upacara pembukan kegiatan orientasi-pun di mulai. Dan entah ada angin apa, kobaran api kekesalan yang tadi tertanam jelas di hatiku mendadak padam kala melihat satu sosok itu. Lelaki tinggi bak pohon kelapa di pinggir pantai. Dasi yang di kenakan-nya ikut tertiup angin, seakan-akan turut memberikan selamat datang padanya. Lelaki dengan style yang rapi. Senyuman di sertai lesung pipit yang menawan. Serta lambaian tangan itu. Ah, itu adalah pangeran kehidupan yang lahir di tanah tandus. Luar biasa! Dadaku seketika itu juga berdegup amat kencang! Tidak, kenapa dengan aku? Kenapa dengan jantungku yang berdegup kencang tak normal?
Dia berdiri di depan kami -para peserta didik baru- bersama dengan belasan anggota OSIS lainnya. Sejak kedatangan lelaki itu, mataku tak bisa begitu saja beralih dari dia. Bahkan berkedip-pun aku tak mau kalau bisa. Aku beberapa kali menelan salivaku sendiri. Tuhan, ini mah udah double plus namanya aku masuk ke sini. Selain sekolah favorit, murid-muridnya juga pada cakep ternyata. Aku baru sadar!
“Hallo adik-adik semuanya.” Lelaki yang sedang aku perhatikan itu adalah orang yang pertama kali memulai berbicara didepan. Pertama, dia menjelaskan sedikit tentang sekolah SMA Sagara Nusantara. Setelah itu, meminta satu per satu dari anggota OSIS memperkenalkan diri dimulai dari wanita cantik yang berdiri di paling kanan.
Ah, bodo amat dengan semua nama anggota OSIS yang lain. Yang aku tunggu tentu saja nama dari si pemilik hati ini. Iya, aku terus saja berdebar melihat dia walau dari kejauhan. Rasa-rasanya sulit untuk bernapas. Dan aku terus-terusan tersenyum melihatnya. Tuhan, apakah dia jodohku? Apakah aku tulang rusuknya? Apaan sih gak jelas!
“Baiklah sekarang giliran saya yang memperkenalkan diri.” Ucap lelaki itu. Suaranya terdengar agak berdengung karena memakai microfon. Akhirnya! Begitu pikirku. Aku sudah mempersiapkan sistem kerja pengingat diotakku supaya aku bisa cepat memasukkan namanya dalam memoryku. Aku sangat bersemangat!
“Nama saya, Radit Sagara Arifka. Kalian panggil saja Radit!” ucapnya.
Oke dapat! Namanya Radit Sagara Arifka. Nama panggilan-nya Radit! Ucapku berseru dalam hati. Girang!
“Saya sekarang kelas dua belas IPA-1.”
Kelas dua belas IPA-1! Asik bisa modus ke kelas-nya nih. He he he-
“Dan kebetulan saya di sini sebagai ketus OSIS!”
What? Gila! Udah mah ganteng, kelihatannya ramah, berwibawa, rapi, pinter dan ketua OSIS pula. Bener-bener paket kumplit harga heran deh ini!
“Daebak!” tak sengaja, ucapan itu tiba-tiba saja keluar dari mulutku! Duh bener deh, aku juga tak habis pikir bagaimana bisa aku melontarkan kata yang tak seharusnya ini sampai dua kali. Pertama ke Kak Ara tadi. Sekarang? Ah gila!
Pandangan orang-orang di sana langsung kompak menuju ke arahku semua. Ah, memalukan! Kenapa harus di saat-saat genting begini sih aku bersikap konyol? Aku mencibir diriku sendiri. Sambil menahan malu yang teramat malu. Apalagi pas aku lihat Kak Radit juga agak tersenyum mendengar saat aku mengatakan itu. Ah, sudahlah, rasanya aku ingin pulang saja!
Setelah sempat aku melihat senyumannya itu, aku terus saja tertunduk menahan malu. Sampai pada akhirnya, Kak Radit kembali bersuara dan segera mengalihkan kembali pandangan orang-orang yang tadi melihatku, jadi melihat lagi ke arah depan. Ah, syukurlah! Terimakasih Kak Radit-ku. Aku lope-lope padamu!
Wow spechless
Comment on chapter Bab 6 : Bagian 1