Sejauh apa pun saya ingin membuatmu menghilang dari hati saya. Tetap saja terasa sulit. Karena hati itu sudah terlanjur nyaman dan tidak ingin berkelana ketempat lain.
----
Alditya menghampiri Chayra yang tengah duduk di kafe dan tertawa bersama Tafila. Chayra mendongakkan wajahnya, menemukan sosok yang tiba-tiba menghilang dari kehidupannya. Sosok yang berusaha ia enyahkan dalam pikirannya. Sosok yang masih sama dengan jaket berwarna abu-abunya itu.
Alditya berdiri tepat dihadapan Chayra. Chayra terdiam, manik matanya menunjuk kan keterkejutan saat sosok itu berada dihadapanya. Alditya menarik pergelangan tangan Chayra begitu saja. Ingin membawa Chayra pergi dari Tafila. Namun, Tafila tidak tinggal diam ia pun berdiri mengejar Chayra.
"Mau apa lo!" ucap Tafila tidak terima.
Alditya menatap tajam pada Tafila. "Diam lo. Gua gak ada urusan sama lo!"
Tafila geram, ia tidak memedulikan perkataan Alditya. Ia mendekati Chayra dan meraih pergelangan tangan Chayra.
"Selama itu menyangkut urusan dia. Gua berhak tau!" sorot mata Tafila kini menjadi tajam dan penuh emosi.
"Lo siapanya dia? Teman?" Alditya menyungingkan bibirnya.
"Teman aja belagu. Lo gak berhak tau urusan dia!"
Alditya tertawa puas karena, berhasil mencemooh Tafila. Napas Tafila memburu, tenggorokannya tercekat. Tafila mengepalkan tangannya. Pukulan Tafila tepat mengenai sudut bibir Alditya. Di mana memar yang belum sembuh kembali terkena pukulan. Alditya mengusap perlahan bibirnya. Sejurus kemudian, Tafila meraih kerah baju Alditya. Alditya pun tersulut emosi. Ia pun membalas pukul Tafila. Perkelahian tidak dapat terelakkan. Chayra panik dengan tindakan Tafila dan Alditya. Membuat suasana kafe menjadi mencekam. Beberapa pengunjung kafe pun menatap tajam ke arah mereka. Pemilik kafe pun mulai merasa panik.
"Stop ... Stop ... Stop!" sergah Chayra. Ia berusaha melerai Tafila dan Alditya. Tetapi, mereka tidak kunjung berhenti. Salah satu dari pengunjung kafe pun membantu Chayra. Ia melerai Tafila dan Alditya.
"Tafila stop ya! Jangan," lirih Chayra.
Tafila luluh dengan ucapan Chayra. Chayra mengenggam tangan Tafila. Sudut matanya kini, mengeluarkan bulir air mata. Tafila tidak tega, ia mengusap pipi Chayra. Kemudian, ia menarik tubuh Chayra ke dalam pelukannya mengusap pelan rambut hitam Chayra. Setelah itu, pelukan itu terlepas. Chayra yang memintanya sebab, ia melihat tatapan nanar dari Alditya.
"Dia, pulang sama gua!" ucap Alditya, ia meraih pergelangan tangan Chayra.
"Engga bisa!" cegah Tafila.
Chayra menatap Tafila, seolah memintanya untuk menuruti permintaan Alditya. Sehingga, mau tidak mau Tafila melepaskan Chayra. Segera Alditya mengajak Chayra keluar dari kafe. Tafila hanya terdiam tidak bereaksi apapun. Karena baginya masalah mereka harus diselesaikan. Chayra menyeka air mata yang masih tersisa dipipinya sebelum langkah kakinya benar-benar keluar dari kafe. Ia tidak mau orang-orang melihat tangisanya.
Alditya menghentikan langkahnya menatap cewek manis di sampingnya itu. Ia mengusap pelan mata yang masih terlihat sembab. Hatinya seolah teriris melihat kedekatan cewek yang ia sayangi itu bersama orang lain. Alditya kembali mengengam tangan Chayra. Mengajaknya menuju motor matik yang terparkir di depan kafe. Mengenakan helm bogo di kepala Chayra, seraya berkata.
"Senyum dong!" Chayra tersenyum simpul tidak berani menatap mata Alditya. Bagai dihujam pisau belati perasaan hatinya saat ini.
'Mengapa datang kembali?'
Sekitar pukul lima sore, laju motor Alditya pergi dari kafe. Keadaan jalanan sore itu ramai. Dengan berbagai deru kendaraan serta suara klakson kendaraan yang saling sahut menyahut. Tidak ada pembicaraan di antara mereka berdua, saling kikuk.
Satu minggu lebih Alditya tidak ada kabar dan seolah menghilang dari hidup Chayra. Saat itu Chayra berusaha berpikir positif. Namun, pikiran tersebut hilang begitu saja saat dirinya mendapati Alditya bersama cewek lain. Ia tampak sangat akrab bagai sepasang kekasih. Dan detik itu juga hati Chayra terkoyak, kepercayaannya menghilang dan sirna pada Alditya. Ketika Alditya dengan seenaknya mengatakan putus pada dirinya. Dan sekarang tiba-tiba datang kembali?
Alditya mengalihkan pandangannya sesekali ke arah kaca spion motornya. Melihat Chayra yang pandangan matanya saat itu kosong. Entah apa yang sedang menjadi pikirannya.
Alditya meraih kedua tangan Chayra, memintanya untuk mendengarkan dirinya sebentar saja. Chayra memberanikan diri menatap Alditya.
"Ra. Jadi pacar gua lagi, ya?"
Chayra menatap manik mata Alditya. Ia menarik napas panjang. Berat rasanya mengucap sesuatu hal. Tapi semua harus Terucap sekarang juga.
"Kak ... Sorry." Chayra memejamkan matanya. Air mata mulai keluar dari bola matanya.
"Sorry gua gak bisa. Kita gak bisa sama-sama lagi. Percuma kalau kamu, aku miliki tetapi hati kamu engga."
"Kamu selalu ada dihati aku. Aku gak pernah senyaman ini kalau bukan sama kamu," jawab Alditya.
"Tapi aku gak bisa." Reaksi Chayra masih sama. Ia masih sulit menerima Alditya masuk kembali ke dalam hidup serta hatinya.
"Kenapa? Kenapa habis berakhir seperti ini?"
"Ga ada yang berakhir. Karena, ternyata kamu gak pernah menganggap hubungan kita ada," ucap Chayra.
Alditya terdiam. Ia merasa tercekat. "Kalau saja waktu bisa diputar kembali. Gua ingin minta sama Tuhan supaya semesta mempertemukan gua sama lo dulu. Bukan bertemu dengan Lia. Biar cerita yang kata lo ini gak pernah dimulai. Gak pernah terucap dibibir lo."
Chayra mengelengkan kepala kuat. Alditya mengubah posisinya menghadap Chayra dan meraih kedua pergelangan tangan Chayra. Menatap lekat mata.
"Ra, aku minta maaf. Aku memang jahat. Tapi, gak semua hal yang ada dalam pikiran kamu itu benar. Aku masih mencintai kamu walaupun kamu berpikir bahwa aku tidak mencintaimu."
Chayra melepaskan genggaman Alditya tangan. Menundukkan kepala, dan menarik napas dalam.
"Jangan dibahas. Aku bilang kita sampai di sini. Kan kamu yang putusin aku waktu itu, kamu lupa?"
kata Chayra mengingatkan.
"Tapi Ra, kita bisa perbaiki. Kita mulai dari awal, ya?"
"Engga Engga bisa Kak. Kalau Kakak cuma main-main, bukan sama aku orangnya. Sama yang lain aja." jelas Chayra.
Chayra tidak peduli dengan ucapan serta pembelaan, cowok yang berada dihadapanya ini yang bernama Alditya. Chayra tersenyum miring. Ia pun pergi dan berlari meninggalkan Alditya di taman sendirian dan dengan pikiran yang mungkin sekarang kalut. Chayra tidak menyesal sama sekali, tetapi ia merasa puas.
Untuk beberapa detik yang terasa lama. Alditya pun tersadar. Ia menatap punggung Chayra yang kian menjauh. Dalam benaknya kini, pemilik rambut sebahu dan mata sipit itu, mungkin tidak dapat ia miliki lagi. Senyuman manis dari bibirnya tidak akan bisa ia lihat kembali.
Langkah kaki Chayra semakin cepat ketika ia mengetahui bahwa Alditya mengikutinya dengan motor. Ia berusaha membujuk Chayra untuk pulang bersamanya.
Chayra turun dari motor Alditya. Ia tidak berbicara sepatah kata pun lagi pada Alditya. Bahkan sekedar mengucapkan kata terima kasih pada Alditya yang telah mengantarnya pulang pun enggan. Chayra segera masuk ke dalam rumah dan menuju kamarnya.
Sedangkan Alditya dengan rasa kecewa berusaha memahami Chayra. Ia menyalakan mesin motornya. Saat telah memastikan Chayra masuk ke dalam rumahnya. Dari balik tirai jendela, Chayra menatap kepergian Alditya. Di dalam hati terdalamnya perasaan itu masih ada sebenarnya untuk Alditya.
Hari ini Chayra berbicara lagi dengan Alditya. Sosok yang selalu ia tunggu kedatangannya. Yang telah lama menghilang. Ia tidak mengerti mengapa rasa cinta itu kembali muncul saat dirinya melihat Alditya. Tapi, Chayra tidak ingin terbuai lagi dengan ucapan manis dari Alditya dan melupakan rasa sakit yang telah ia berikan.